Mohon tunggu...
Fredy Maunareng
Fredy Maunareng Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati Bahasa

Menuduh diri sebagai "Pemerhati Bahasa" dari Nusa Laung, Pulau Wetar-Maluku Barat Daya Korespondensi melalui Email : fredy.maunareng@gmail.com | WA : +6281237994030 |

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Saya Paham Maksud Pak Menko, tetapi Kalimat Semacam Itu Sebaiknya Tidak Perlu

3 Oktober 2019   06:11 Diperbarui: 3 Oktober 2019   14:53 5959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bencana alam (gempa, tsunami, longsor, banjir, tornado) termasuk karhutla adalah tragedi ekosistem yang tidak diharapkan terjadi. Sekali lagi, siapapun tidak mengharapkan kejadian semacam itu terjadi pada dirinya, keluarganya, lingkungannya, wilayahnya dan saudara-saudaranya dalam kemanusiaan.

Ketika peristiwa yang tak diharapkan itu terjadi di luar kendali manusia maka korban (harta dan/atau nyawa) adalah buah pahit yang dipetik dari suatu bencana alam. 

Mengungsi agar sekadar atau bisa mempertahankan nyawa adalah alasan orang bertahan di tempat pengungsian. Seburuk apapun di tempat pengungsian adalah lebih baik daripada harus bertahan di tempat kejadian.

Di Maluku, tepat pada tanggal 26 September 2019, gempa dengan kekuatan 6,5 SR mengguncang bagian wilayah Maluku. Berdasarkan laporan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pusat gempa terjadi pada kedalaman 10 Km di 40 Km Laut Timur, Ambon. Ratusan kali gempa susulan pun telah terjadi dengan kekuatan bervariatif antara 2,6 hingga 5,6 SR.

Penelusuran dari berbagai media terpercaya diketahui bahwa ratusan rumah warga dilaporkan rusak: fasilitas umum, fasilitas pendidikan dan rumah ibadah pun dilaporkan mengalami kerusakan.

Tidak hanya itu, gempa dilaporkan mengakibatkan puluhan orang meninggal dunia, ratusan orang mengalami luka-luka, ribuan orang terpaksa berada di tempat pengungsian yang tersebar di 50 titik berbeda.

Pasca gempa utama di Ambon, media pun memberitakan bahwa bantuan kemanusiaan melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana telah dikucurkan sebesar 1M rupiah. Pemerintah pusat pun berjanji akan memberikan bantuan atas kerusakan fasilitas umum dan para korban. Sayangnya, nominal yang cukup fantastis itu tidak dirasakan oleh semua warga yang terdampak bencana yang sedang berada di tempat pengungsian (Kompas memberitakan kondisi ini).

Kendati masih banyak warga yang belum mendapatkan bantuan kemanusiaan, di samping rasa waswas untuk kembali ke rumah, namun pemerintah melalui Menko Polhukam, Wiranto, sudah memberi sinyal bahwa bertambahnya Pengungsi Ambon adalah beban bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Sang Menteri melandasi pernyataannya berdasarkan validasi informasi yang diterima para korban. Ia menjustifikasi masyarakat (pengungsi) sedang termakan informasi hoaks sehingga memilih bertahan di tempat pengungsian. 

Menko Polhukam, Wiranto memberikan pandangan sikapi kondisi bangsa. (sumber: TVOne)
Menko Polhukam, Wiranto memberikan pandangan sikapi kondisi bangsa. (sumber: TVOne)
Pasalnya jumlah pengungsi tidak sebanding dengan kerusakan yang ada di daerah. Selain itu, tidak ada satu badan resmi yang menyatakan akan terjadi gempa susulan yang lebih besar dari gempa utama. Karenanya ia meminta agar para pengungsi kembali ke kediaman mereka masing-masing.

"... diharapkan masyarakat bisa kembali ke tempat tinggal masing-masing untuk mengurangi besaran pengungsi, pengungsi terlalu besar ini sudah menjadi beban pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, ...". ungkap Wiranto.

Menteri lupa bagaimana memperbaiki psikis para korban sebelum kembali ke rumah mereka. Menteri lupa bahwa mereka yang terdampak gempa harus memeriksa dengan benar kondisi setiap sudut rumah.

Menteri seolah kesal makin banyak pengungsi terus merepotkan negara. Menteri seolah kesal, gempa Ambon terlalu didramatisir. Menteri seolah kesal, harusnya masyarakat di Wamena atau demontrasi anarkis penolakan RUU KPK yang butuh perhatian lebih serius, bukan korban gempa Maluku.

Permintaan sang Menteri haruslah juga mempertimbangkan saran dari Pimpinan Pusat Penelitian Laut Dalam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2LD-LIPI) yang ikut meneliti gempa Ambon. P2LD-LIPI menghimbau agar masyarakat tetap berhati-hati terutama bagi korban kerusakan rumah kategori ringan pasca gempa. Dimungkinkan gempa susulan akan terus terjadi walaupun tidak sebesar atau lebih besar daripada gempa pertama.

Terhadap pernyataan pemerintah yang disuarakan oleh Wiranto, bagi saya sangatlah melukai nurani saya sebagai anak bangsa. Sekali lagi, kami tidak mengaharapkan adanya gempa. Kami tidak mengharapkan adanya bencana alam. Kami tidak mengharapkan adanya konflik sosial yang memicu disintegrasi anak bangsa.

Saya paham bahwa Pak Menko ingin menghimbau agar masyarakat harus dengar pada sumber yang berwenang dan tidak termakan informasi yang menyesatkan. 

Hanya saja, klausa"... pengungsi terlalu besar ini sudah menjadi beban pemerintah, ..." adalah sebuah klausa yang seharusnya tidak perlu hadir. Sangatlah tidak etis seorang menteri berujar seperti itu kepada rakyat yang adalah korban dari suatu bencana alam.

Tapi, apakah semua orang harus marah atau reaktif terhadap pernyataan itu? Apakah perlu mendesak sang Menko Polhukam untuk meminta maaf atas ucapannya? Apa perlu melengserkan Wiranto dari posisinya sebagai seorang menteri? 

Bagi saya, tidak meminta maaf ataupun meminta maaf apalagi harus menurunkan dari jabatannya sama sekali tidak mengubah apa-apa. Bahwa bencana sudah terjadi dan menelan korban.

Yang diperlukan adalah kita harus berbesar hati untuk saling memaafkan tanpa harus ada yang meminta maaf terlebih dahulu. Bukan saatnya untuk saling menyalahkan tetapi saatnya untuk kita bahu-membahu menolong/membantu sesama kita yang sedang terdampak bencana alam.

Kita yang tidak terdampak gempa Ambon sudah melakukan apa untuk para korban? Kalau belum, yuk lakukan sesuatu. Mungkin yang paling mudah adalah dengan berdoa agar bangsa ini bebas dari bencana alam; bangsa ini bebas dari duka dan air mata; bangsa ini bebas dari terorisme; bangsa ini bebas dari radikalisme. 

Akhirnya NKRI tetap utuh dan berdaulat. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun