Sebelum bekerja sebagai badut keliling beliau pernah bekerja sebagai penjual rangin, buruh bangunan, dan kemudian menjadi badut keliling, berprofesi sebagai badut ini kurang lebih dilakoni beliau selama 1 tahun terakhir ini.
(Pak Arto 49 tahun) merupakan pengemis yang berasal dari Kediri, beliau memiliki keluarga yang berada di Kabupaten Malang tepatnya di Turen. Beliau ini mengemis tidak hanya di Malang, tapi juga berbagai kota di daerah Jawa Timur. Pak arto memiliki kelainan penyakit gatal-gatal di kakinya yang sebelah kanan, yang sering ia sebut dengan gatal kurma, pernah di bawa ke rumah sakit untuk di obati karena keterbatasan biaya pengobatan tersebut tidak berlanjut. Karena rumah saudaranya yang lumayan jauh dari tempat ia mengamen akhirnya dia setiap malam tidur atau istirahat di emperan toko yang ada di dekat Kota Malang, dan beberapa hari yang lalu sebelum kami melakukan wawancara beliau mendapat musibah kecopetan pada waktu jam 3 pagi.
 " dari hasil saya mengamen juga tidak seberapa mas itu hanya dapat digunakan mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, saya menjadi pengamen juga karena tidak ingin menggantungkan hidup ke orang lain jado dengan keterbatasan yang saya miliki saya berusaha dapat mencukupi kebutuhan sendiri. Penghasilan saya juga tidak menentu paling banyak seharinya 80-100 ribu" tutur pak Arto.
Kemudian pada saat melakukan studi lapangan di jl soekarno-hatta kita bertemu ibu Siti beliau berumur 45 thn berasal dari Purwodadi,pada pukul 20.00 WIB beliau ingin pulang kerumah tetapi tidak mendapatkan angkot, setelah berbincang bincang cukup lama beliau mengatakan bahwa beliau adalah tulang punggung keluarga, suaminya sudah meningal 6 tahun yang lalu, memiliki 6 orang anak yg 3 sudah berkeluarga dan yang 3 masih bersekolah.
(Mak Jati 49 tahun) ia adalah pengemis asli malang yang biasanya mangkal di sekitarpasar besar. Ia lebih memilih menjadi seorang pengemis karena lapangan pekerjaan yang sulit di dapatkan,selainitu ia juga merupakan tulang punggung keluarga yang harus memenuhikebutuhannya sehari hari.
Selain mak Jati, Mak Sarmi juga merupakan seorang pendatang yang ingin mengadu nasib dikota malang namun tidak ada yang dapat ia lakukan dikota sebesar malang selain mengemis dan mengumpulkan botol bekas. Beliau berasal dari blitar tepatnya di wlingi. Usia mak sarmi saat ini 72 tahun. Beliau berkata
" ora due opo-opo mas seng tak deweni mung waras"
Alasanya datang ke malang juga karena dikota asal beliau tidak memiliki tempat tinggal sejak suaminya meninggal tahun 2005 dan ditinggal semua anaknya karena anaknya sudah berkeluarga. Hasilnya dari pengumpulan botol mak sarmi di jual ke pengepul yang ada di daerah sukun, ketika menjual ke pengepul beliau berjalan kaki upahnyapun hanya 1000rupiah. Ketika ditanya penghasilan yang didapat hanya sebesar itu bagaimana beliau bisa makan. Jawaban beliau adalah
" ya saya makan seadanya lebih-lebih mengharap ada orang baik yang mau memberi makan orang tidak punya seperti kalian".
Jadi dari paparan data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa  Umur yang sudah tua sehingga tidak ada pilihan lain selain mengemis, lapangan pekerjaan saat ini dirasa sangat sulit dan kebutuhan hidup semakin hari kian meningkat. Ditambah lagi Kepastian hukum yang tidak jelas, pemerintah seharusnya dapat menjamin kehidupan orang tidak mampu. Namun faktanya tidak demikian  Umur yang sudah tua sehingga tidak ada pilihan lain selain mengemis                                           Â
Oleh : Harits Abdullah Umar, Moh Fadllil Adhim, Mauludiyah Nurul Izzah, Mokh Husni Mubaroq, Puput Indawati, Surrotul Hasanah, Vina Yuliana, Windy Sastri Febriana -- Prodi S1 Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negri Malang.