Sejak April 2020, masyarakat Indonesia mulai dihebohkan dengan keberadaan Virus Corona yang sangat mudah menular melalui pernafasan dan rongga mulut. Virus ini dapat menyerang siapa saja, tidak pandang usia, Â laki-laki, wanita, tua, muda, anak-anak, pejabat, rakyat biasa, Â bekerja, pengangguran, yang sudah menikah, bujangan, hamil, maupun ibu menyusui, semua dapat terkena dampaknya.
Penyakit yang disebabkan infeksi Virus Corona disebut COVID 19 (Corona Virus Disease 2019), dengan gejala ringan seperti flu, demam dan pilek atau dapat juga menimbulkan gejala berat pada infeksi paru-paru, sesak nafas dan nyeri dada. Reaksi pada orang yang menderita COVID 19 bermacam-macam. Bagi yang memiliki penyakit bawaan (komorbid) akan lebih terasa tingkat keparahannya, tetapi bagi orang yang sehat dan tidak ada penyakit bawaan, COVID 19 tidak berefek apapun, kelompok inilah yang dikenal dengan istilah OTG, orang tanpa gejala.
Seseorang dapat tertular COVID-19 melalui berbagai cara, yaitu tidak sengaja menghirup percikan ludah (droplet) yang keluar saat penderita COVID-19 batuk atau bersin, memegang mulut atau hidung tanpa mencuci tangan terlebih dulu setelah menyentuh benda yang terkena cipratan ludah penderita COVID-19 atau kontak jarak dekat dengan penderita COVID-19.
Cara mencegah penularan Virus Corona telah digaungkan dari awal penyakit ini tersebar di Indonesia, yaitu dengan 3 M, menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun/handsanitizer, dan menjaga jarak atau menghindari kerumunan. Cara ini akan efektif jika  masyarakat benar-benar disiplin dan tertib menerapkan protokol kesehatan.
Penggunaan masker tidak secara sembarang asal menggunakan, tetapi dipilih jenis masker yang mampu memfilter virus agar tidak masuk ke pernafasan, disertai cara pemakaian yang benar, masker benar-benar berfungsi melindungi hidung hingga menutupi dagu. Mencuci tangan hingga bersih sangat perlu dilakukan sebelum memegang makanan/minuman, menyentuh hidung ataupun mulut, karena virus yang mungkin sudah menempel di tangan akan dengan mudah masuk ke tubuh kita jika tangan tidak dibersihkan terlebih dulu.
Menggunakan masker dan mencuci tangan juga harus dipadukan dengan disiplin menjaga jarak dan menghindari kerumunan, karena seberapapun baiknya implementasi penggunaan masker dan mencuci tangan tetapi jika kita selalu berdekatan dengan orang-orang yang mungkin membawa virus, maka peluang kita tertular Virus Corona pun, besar.
Di kalangan masyarakat muncul pertanyaan-pertanyaan apakah penanggulangan bencana COVID 19 cukup dengan penerapan protokol kesehatan 3 M? Apakah tidak ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit akibat Virus Corona? Tentunya kita telah mendengar dan melihat di media bahwa di awal munculnya penyakit ini, ada beberapa klaim produk yang dapat mengobati COVID 19. Â Tetapi hingga saat ini, belum ada obat yang dapat menyembuhkan COVID 19, pengobatan bagi penderita COVID 19 hanya bersifat meningkatkan imunitas tubuh dan menyembuhkan gejala, misalnya pemberian oksigen untuk membantu pernafasan, melonggarkan rongga hidung ketika flu, atau obat yang dapat mengurangi demam. Untuk obat yang berkhasiat membunuh Virus Corona secara langsung, masih dilakukan penelitian lebih lanjut.
Satu-satunya cara yang dapat digunakan untuk membasmi Virus Corona adalah dengan pemberian Vaksin, yang mulai diberlakukan oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia.  Vaksin  COVID 19 bukanlah obat, vaksin ini berisi antigen yang mendorong pembentukan kekebalan tubuh secara spesifik terhadap Virus Corona, sehingga apabila terpapar, seseorang akan kebal terhadap Virus Corona dan dapat terhindar dari penularan dan sakit yang ditimbulkannya.
Idealnya, setiap produk vaksin harus memiliki izin edar dari BPOM sebelum diedarkan dan digunakan secara luas di masyarakat. Tetapi pada masa pendemi ini, untuk mendukung dan menyukseskan program pemerintah dalam penyediaan vaksin COVID 19, Badan POM mengeluarkan kebijakan terkait penjaminan keamanan, mutu dan khasiat vaksin COVID 19, yaitu dikeluarkannya Emergency Use Authorization (EUA) atau persetujuan penggunaan dalam kondisi darurat bagi Vaksin Sinovac.
Kebijakan penerbitan EUA bagi vaksin Corona tidak hanya dilakukan oleh Badan POM, tetapi dilakukan oleh semua otoritas regulatori obat di seluruh dunia untuk mengatasi pandemic COVID 19. EUA vaksin Corona dari Badan POM dikerluarkan setelah melalui serangkaian tahap pengujian, kajian ilmiah, evaluasi data internal maupun data eksternal yang memenuhi aspek keamanan, khasiat dan mutu. Â
Vaksin Corona telah menunjukkan kemampuan membentuk antibodi dalam tubuh dan kemampuan antibodi dalam membunuh atau menetralkan virus (imunogenisitas).
Vaksin Corona juga telah menunjukkan efikasi atau khasiat  dari uji klinik di Bandung sebesar 65,3%, yang telah memenuhi persyaratan WHO dengan minimal efikasi 50%. Ini berarti dengan vaksinasi, berpotensi menurunkan seseorang terinfeksi Virus Corona.
Kejadian efek samping yang ditimbulkan vaksin Corona bersifat ringan, hingga sedang, dan tidak berbahaya sehingga dapat pulih kembali. Â Â
Setelah terbitnya EUA vaksin Corona, vaksin tersebut juga telah mendapat sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Status penjaminan keamanan dari Badan POM dan penjaminan halal dari MUI untuk vaksin Sinovac sangat penting diketahui masyarakat luas untuk memfasilitasi isu yang beredar selama ini. Mitos-mitos terkait vaksin membuat beberapa pihak ragu dan tidak mau divaksin, diantaranya adalah mitos bahwa vaksin tidak aman karena mengandung zat berbahaya dan terkait status halal-haram vaksin yang belum jelas. Penolakan penggunaan vaksin di masyarakat lebih ramai lagi menjelang waktu diberlakukannya vaksinasi yang semakin dekat, yaitu Januari 2021.
Presiden Jokowi adalah orang pertama yang divaksin  pada hari Rabu, tanggal 13 Januari 2021. Ini juga menjawab keraguan di masyarakat akan ketidakamanan dan status halal vaksin Sinovac. Kecurigaan apakah vaksin yang disuntikkan kepada Presiden akan sama dengan vaksin yang diberikan kepada masyarakat, juga ramai diperbincangkan. Jawabannya adalah, tentu vaksinnya sama, karena sekarang ini vaksin yang tersedia di Indonesia dan telah diterbitkan persetujuan penggunaan dalam kondisi darurat dan telah tersertifikasi halal hanyalah vaksin Sinovac. Dengan demikian tidak ada lagi alasan bagi masyarakat untuk menolak  dilakukan vaksinasi.Â
Pihak yang tidak mau divaksin, selain merugikan diri sendiri juga merugikan orang lain, bukan hanya dari aspek kesehatan tetapi juga aspek ekonomi dan sosial. Diharapkan setelah mencapai 70% dari penduduk Indonesia telah mendapatkan vaksin, maka akan terjadi kekebalan komunal sehingga penularan maupun keparahan suatu penyakit dapat dicegah.
Walau Vaksin Corona telah ada dan jadwal vaksinasi telah dirancang, bukan berarti kita lalai dan bebas dalam beraktivitas. Protokol kesehatan harus tetap diterapkan secara baik dan benar, tidak boleh kendor. Maskerku melindungimu, maskermu melindungiku, masker kita melindungi seluruh masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H