Mohon tunggu...
Maulidya Fitriani
Maulidya Fitriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa semester 4 di Institut Ummul Quro Al Islami Bogor

Dengan mendaftar diri di Kompasiana ini, saya ingin menulis tentang banyak hal yang berkaitan dengan pendidikan, diharapkan semakin majunya teknologi via membaca tak hanya lewat buku, tapi bisa juga lewat jejaring sosial media.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran Pendidikan menurut Al-Ghazali

12 Juli 2024   20:59 Diperbarui: 12 Juli 2024   21:14 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan menurut al-Ghazali adalah sebuah usaha untuk menghilangkan akhlak yang buruk dan menanamkan akhlak yang baik. Dengan demikian, pendidikan  merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk melahirkan perubahan-perubahan yang progresif pada tingkah laku manusia. 

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa al-Ghazali menitikberatkan pada perilaku manusia yang sesuai dengan ajaran Islam, sehingga di dalam melakukan suatu proses diperlukan sesuatu yang dapat diajarkan secara indoktrinatif atau sesuatu yang dapat dijadikan mata pelajaran.

Sedangkan tujuan pendidikan yang diinginkan oleh al-Ghazali adalah Mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah dan kesempurnaan manusia untuk mencapai tngkat kebahagian di dunia dan akhirat. Pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan, yang dalam hal ini lebih dikhususkan pada pendidikan Islam adalah untuk menonjolkan karakteristik religius moralitas dengan tidak mengabaikan urusan keduniaan. 

Sehingga hal ini akan menjadikan sistem pendidikan berjalan secara seimbang dan memberikan hasil yang sempurna berupa terdidiknya insan yang kaffah.Al-Ghazali adalah orang yang banyak mencurahkan perhatiannya terhadap bidang pengajaran dan pendidikan. 

Oleh karena itu, ia melihat bahwa ilmu itu sendiri adalah keutamaan dan melebihi segala-galanya. Menguasai ilmu baginya termasuk tujuan pendidikan dengan melihat nilai-nilai yang dikandungnya dan karena ilmu itu merupakan jalan yang akan mengantar-kan kepada kebahagiaan di akhirat serta sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Bagi al-Ghazali, pendidikan adalah proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap di mana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat. 

Karenanya, sistem pendidikan itu haruslah mempunyai filsafat yang mengarahkan kepada tujuan yang jelas. Di antara tujuan pendidikan yang dimaksud al-Ghazali adalah sebagai berikut:
a. Mendekatkan diri kepada Allah, yang wujudnya adalah kemampuan dan kesadaran diri melaksanakan ibadah wajib dan sunah.
b. Mengali dan mengembangkan potensi atau fitrah manusia.
c. Mewujudkan profesionalitas manusia untuk mengemban tugas keduniaan dengan sebaik-baiknya.
d. Membentuk manusia yang berakhlak mulia, seuci jiwanya dari kerendahan budi dan sifat-sifat tercela.
e. Mengembangkan sifat-sifat manusia yang utama, sehingga menjadi manusia

Al-Ghazali mendefinisikan kecerdasan spiritual menggunakan istilah Qalb yang merupakan hakikat hakiki dari manusia, karena sifat dan keadaannya yang bisa menerima, berkemampuan, berpikir, mengenal, dan beramal. Hati merupakan tempat kebaikan, seperti kesalehan, ketegasan, kelembutan, keluasan, perdamaian, cinta, dan taubat. Secara esensi, hati sesungguhnya lebih tertarik kepada Tuhan dan hanya mencari kenikmatan pada Tuhan. 

Hati dalam pengertian spiritual ini, begitu sentral dalam kehidupan manusia. Hati secara langsung bereaksi atas setiap pikiran tindakan manusia. Karena itu, setiap perkataan dan tindakan baik akan memperlembut hati.Di dalam makna yang kedua inilah pengertian hati yang menjadi pusat kecerdasan spiritual manusia sebagaimana hati adalah lathifah (sesuatu yang amat halus dan lembut, tidak kasat mata, tak berupa dan tak dapat diraba) bersifat rabbaniyah, ruhaniyah, dan merupakan inti manusia. Hati yang dimaksud adalah hakikat spiritual yang dimiliki setiap orang bukan hati dalam pengertian fisik sebagaimana makna pertama yang dikemukakan al-Ghazali. 

Hati inilah yang mempunyai makna sebagai sumber cahaya batin, inspirasi, kreatifitas, dan belas kasih. Karena itu, orang yang hatinya hidup, selalu terjaga, dan dilimpahi cahaya adalah manusia sejati yang hidupnya bermakna dan berkualitas.Kecerdasan spiritual mempunyai visi (tujuan) yang bersifat umum dan khusus. Tujuan umumnya adalah pembentukan keharmonisan hubungan jiwa manusia dengan Allah Swt, dengan sesama manusia serta masyarakat dan lingkungan. 

Sedangkan tujuan khususnya adalah pembentukan jiwa manusia yang 'alim (berilmu), mukmin, abid (suka beribadat), muqarrib (suka mendekatkan diri kepada Allah Swt), mau beramal, berdoa, sadar akan keterbatasannya, serta berkemampuan menjadikan seluruh aktivitas hidupnya bernilai ibadah kepada Allah Swt.

Begitu pula halnya, kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan untuk memberikan makna (meaning) atas sesuatu yang berpusat pada hati (qalb) serta bertujuan untuk membentuk (mendidik) jiwa menjadi bersih yang terwujud dalam ketaatan daan kegiatan beramal saleh dalam hidupnya atau mendidik keseimbangan, baik dalam beribadah (hubungan vertikal) maupun dalam berkeluarga dan bermasyarakat (hubungan horizontal).

Kecerdasan spiritual memegang peranan penting dalam mencapai keberhasilan di segala bidang, karena pusat kecerdasan itu terletak pada hati nurani manusia. Potensi kecerdasan spiritual akan terus cemerlang selama manusia mau mengasahnya.Bila ditinjau dari segi kebutuhan manusia, menurut Maslow, kebutuhan spiritual sebagai kebutuhan yang tertinggi. Hal ini karena hakikatnya manusia bukanlah apa yang dilihat dari badan kasarnya, namun dilihat dari potensi ruhaniyah. 

Dengan kata lain, manusia adalah makhluk Ilahiyah karena ia datang dan akan kembali kepada Sang Penciptnya, Allah Swt. Berikut urutan kebutuhan manusia, yaitu:
1. Kebutuhan fisiologis, meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan, maupun kebutuhan biologis.
2. Kebutuhan keamanan, meliputi bebas dari rasa takut dan merasa aman dimana pun berada.
3. Kebutuhan rasa memiliki sosial dan kasih sayang, meliputi kebutuhan berkeluarga, persahabatan, dan menjalin interaksi serta berkasih sayang.
4. Kebutuhan akan penghargaan, meliputi kebutuhan akan kehormatan, status, harga diri, maupun mendapatkan perhatian dari orang lain.
5. Kebutuhan aktualisasi diri, meliputi kebutuhan untuk eksistensi diri dalam kehidupan. Kebutuhan aktualisasi diri ini adalah kebutuhan yang berkaitan erat dengan kejiwaan dan merupakan kebutuhan spiritual seorang manusia.

Banyak contoh di sekitar yang membuktikan bahwa orang yang memiliki kecerdasan otak, memiliki gelar tinggi, belum tentu sukses dalam dunia pekerjaannya. Seringkali, justru orang yang berpendidikan formal yang lebih rendah ternyata lebih sukses. 

Banyak orang yang memiliki persepsi bahwa kecerdasan itu merupakan suatu yang biasa, tetapi bagi orang yang ahli dalam bidang kecerdasan manusia, kasus di atas tergolong luar biasa karena pada kenyataannya siswa yang pintar di sekolah belum tentu menjadi orang yang sukses dalam pekerjaan maupun di masyarakat. 

Untuk mencapai atau memperoleh kecerdasan spriritual manusia memerlukan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional yakni menggunakan akal dan menggunakan kematangan emosi untuk menerapkan prinsip-prinsip tauhid secara tepat dan sempurna sehingga tujuan akhir dari kehidupan di dunia yakni bertemu dengan Ruh Ilahiah akan tercapai. Perbedaan antara kecerdasan spiritual, intelektual dan emosional dapat dilihat dari sumber inspirasi, teknik memahami objek dan pemahaman akan jati diri manusia itu sendiri. 

Kecerdasan spiritual sumbernya berasal dari tatanan ilahiah.Kecerdasan intelektual dan emosioanal sumbernya adalah pada tatanan logis dan fenomenal. Kecerdasan spiritual merupakan teknik dalam memahami objek tidak hanya bersifat kuantitatif dan fenomenal tetapi pada tatanan epistemik dan ontologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun