Diagnosis didasarkan pada analisis gejala yang menyeluruh seperti kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, faktor lingkungan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang serta pengamatan lebih lanjut untuk menentukan masalah pada fisik maupun mental. Faktor-faktor penting saat melakukan self-diagnose akan terlewati dan membuat kesimpulan diagnosa menjadi salah. Gejala yang dialami tidak bisa hanya dicocokkan dengan gejala yang terdaftar tanpa pemeriksaan lebih lanjut.
2. Salah penanganan
Diagnosis yang salah cenderung mengarah pada perawatan yang salah. Obat-obatan yang dibeli atau yang diberikan setelah self-diagnose bisa berakibat fatal. Self-diagnose dapat menyebabkan efek samping yang berbahaya karena setiap penyakit memiliki penanganan, jenis, dan dosis yang berbeda-beda.
3. Membuat gangguan kesehatan yang lebih parah
Self-diagnose dapat memperburuk penyakit yang diderita dan menambah masalah baru (komplikasi). Obat atau pengobatan yang salah tidak akan menyembuhkan rasa sakit, tetapi bisa menyebabkan penyakit yang lain.
4. Menyebabkan cyberchondria
Cyberchondria merupakan kondisi ketika seseorang mencari dan mendapatkan banyak informasi di internet dan media sosial tentang penyakit yang kemudian menyebabkan ketakutan dan kepanikan.
Demikian tulisan-tulisan yang perlu diperhatikan dan diingat oleh masyarakat terutama para remaja. Hubungi pihak profesional seperti psikolog atau psikiater jika kalian merasa ada yang tidak benar pada diri kalian, supaya tidak terjadi kesalahan yang berulang mengenai kesehatan mental terutama pada self-diagnose.
Â
Referensi :
Sadida, S. (2021). Perancangan Informasi Fenomena Self-Diagnosis Kesehatan Mental Remaja Generasi Z Di Media Sosial Melalui Media Buku Ilustrasi. Retrieved September 17,2022 from unikom.ac.id.