Nama : Maulidya Farah Ulfiatus Sholeha
NIM Â : 202210230311114
Belakangan ini mental health menjadi banyak perbincangan di internet dan media sosial terutama pada kalangan remaja, hal ini mengartikan bahwa masyarakat sudah mulai sadar dengan kesehatan mental (mental health). Akan tetapi hal tersebut dapat menimbulkan self-diagnose yang didapat dari informasi pribadi dan sumber yang tidak akurat.
Terlebih lagi dengan masa pandemi COVID-19 seperti saat ini, para remaja mengaku mengalami gangguan kesehatan mental di media sosial hanya dengan self-diagnose. Mirisnya hal ini dijadikan sebagai tren untuk mendapatkan simpati dan empati penonton dengan menayangkan video menyakiti diri sendiri seperti self-harm.
Sebelum adanya internet self-diagnose memang sudah sering dilakukan, Teori Talcott-Person menyatakan bahwa self-diagnosis adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang sakit berdasarkan informasi yang diperoleh secara independen dari sumber nonprofesional seperti teman, keluarga, internet, atau pengalaman sebelumnya.
Bijak dalam mengambil informasi!
Informasi tentang kesehatan yang tersedia di majalah, internet, koran, dan buku berguna untuk mengenali penyakit sebagai antisipasi dan gaya hidup sehat. Namun kita juga perlu memilih informasi tersebut, sebab saat ini sudah banyak informasi yang tidak valid beredar. Sebagai individu yang bijak kita perlu melakukan hal tersebut, mengapa? Karena jika kita terburu-buru mengambil keputusan dan tidak dibantu oleh seorang profesional, akan berdampak buruk dan pengobatan yang tidak benar.
Gunakan informasi kesehatan mental yang dibagikan di media sosial untuk pengetahuan dan informasi umum saja jangan sampai melakukan self-diagnose. Diagnosa hanya boleh dilakukan oleh tenaga profesional seperti psikolog dan psikiater, sebab mendiagnosa penyakit terutama penyakit mental membutuhkan proses yang panjang dan kompleks. Â Â Â
Apa saja sih dampak jika kita self-diagnose?
Berikut beberapa dampak buruk yang muncul jika kita melakukan self-diagnose:
1. Salah diagnosis