Mohon tunggu...
Maulidya Adzkya
Maulidya Adzkya Mohon Tunggu... Freelancer - Hallo Panggil aja KYA

Menulis sebagai teman penamu. Salam kenal yaa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perempuan dan Buntutnya

21 Januari 2022   22:28 Diperbarui: 21 Januari 2022   22:37 789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perempuan, sebutan yang indah dan lembut. Tapi, dibalik sebutan itu ada harga yang harus mereka bayar, ada beban yang mereka tanggung, ada pandangan yang slalu mengikuti mereka, dan ada buntut dibelakang mereka. 

Buntut? omongan-omongan orang tentang merekalah wujud buntut itu. Rasa benci, sesak, kekesalan, tidak seharipun tidak dirasakan. Tidak perlu jadi mereka untuk tau semua perasaan itu, cukup coba pahami, bersimpati, dan jaga tanpa harus terlalu dekat. 

Umur 20 adalah perawalan kehidupan yang melelahkan bagi perempuan, mungkin tidak semua mengalami hal yang sama, hanya beberapa? atau lebih? Lelah, kehidupan dengan pertanyaan yang sepatutnya tak perlu dijawab, karena tidak penting. 

"Kenapa kuliah? Perempuan mah harusnya...."

"Mau jadi wanita karir? Serius?"

"Jangan sekolah tinggi-tinggilah, nanti cowo minder"

"Liat temen-temen kamu sudah pada nikah lho"

"Perempuan kok senang main, kelayapan"

"Coba itu bajunya, terlalu pendek, ngundang!"

"Make up-an berlebihan gitu, mau godain siapa?"

"Sudah perempuan nurut aja, laki-laki emang begitu"

Lucu, memang, kehidupan begitu berisik bagi perempuan, apalagi ketika belum menikah. Namun, jangan salah ketika menikah pun, kehidupan mereka tidak ada tenangnya. 

"Sudah nikah segini tahun masih belum punya anak?"

"Jadi irt? kasihan suami"

"Wanita karir? kasihan anaknya"

"Anaknya kenapa masih belum bisa jalan?"

"Anak keduanya kapan?"

Komentar-komentar cari perhatian yang ingin dipentingkan, dengan jawaban yang semuanya salah adalah buntut buat perempuan. Mengikuti kemanapun langkah yang mereka pilih, atau hidup yang mereka jalani.

Lucu emang, saking lucunya tidak bisa ditertawakan. Padahal di dunia ini, kalau mau bicara manusia yang paling kuat sudah tentu jawabannya adalah perempuan. Ketika mereka memutuskan menikah, kemudian hamil, melahirkan, menyusui, lalu masih bisa bekerja di kantor ataupun mengurus rumah, mengurus suami, mengurus ibu mertuanya, bahkan mungkin masih mengurus keperluan adik-adiknya, mereka mampu, jadi, sekali lagi, apakah ada manusia sekuat itu selain perempuan? 

Tapi, dunia begitu tidak layak buat tempat tinggal mereka. Ketika menjadi seorang istri yang seharusnya terlindungi, beberapa dari mereka harus mengalami kekerasan dalam rumah tangga, harus jadi tulang punggung ketika laki-laki yang seharusnya menjadi sosok imam tidak bisa menjadi pemipin dan penjaga. 

Berita pemerkosaan dan pelecehan seksual tidak ada habisnya, dalam sehari kita bisa baca berita dengan masalah yang sama terus- menerus. Seharusnya orang-orang sadar, ada yang salah dengan cara pemahaman, dan cara penilaian terhadap perempuan. Mereka bukan manusia lemah, memang manusianya saja yang lebih jahat dibanding setan. 

Kita perempuan menantikan dunia yang begitu aman untuk ditinggali, entah kapan itu? mungkin memang hanya surga yang pantas ditinggali buat perempuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun