"Saat seperti ini? Bukankah sudah telat untuk membahas sesuatu yang serius sekarang? Aku bahkan tidak tahu harus merespon seperti apa, melihat kamu yang datang tiba-tiba setelah berselingkuh!" Kesabaranku sudah tidak bersisa. Emosi yang memuncak di kepala, membuat mataku seperti akan berair.Â
"Maaf." Pria itu mengucapkan kata itu terdengar seolah karena terdesak, bukan karena penyesalan agar wanita di depannya tidak menangis.
"Simpan kata maaf mu itu Bin. Aku tidak bisa menerimanya. Bagiku itu tidak mengubah fakta bahwa kamu telah menyakiti aku. Dan aku benar-benar bukan manusia yang lapang menerima kesalahan mu, apalagi memaafkanmu". Â Kalau memang itu sebuah penyesalan, harusnya dia katakan setelah melakukan perselingkuhan yang jelas-jelas diketahui olehku.Â
Aku mengaduk-aduk minuman yang tidak bersalah dengan sedikit kasar. Kini kita kembali diam, ucapanku tidak segera dia balas. Ya, karena memang benar, dia mengakui bahwa fakta membuat aku terluka tidak mudah di obati dan dianggap angin lalu oleh kata maaf.Â
Aku yang sudah merasa sesak, memutuskan untuk beranjak dari bangku cafe dan bergegas pulang. Sampai sesaat kemudian dia memanggilku dengan nama lengkap.
"Reyhujana Mahnura.. Apakah kau sudah tidak mencintaiku? Aku tau aku salah, kelakuanku kemarin telah melukaimu, tapi aku tidak pernah berniat sedikitpun melukaimu, itu benar-benar di luar kendaliku. Aku mohon kita kembali menjadi sepasang kekasih lagi, aku masih mencintaimu."
Ucapan pria itu kini terdengar tulus, dan bersungguh-sungguh. Dan An tau itu. Tapi itu semua sudah tidak berarti lagi untuknya. Apalagi dia sempat menghilang selama seminggu seolah memutuskan hubungan secara sepihak setelah ketahuan selingkuh.
"Bintang Estha. Rasa kepercayaanku sudah hilang dibanding rasa cintaku, dan aku tidak bisa melanjutkan hubungan sepasang kekasih dengan berpura-pura baik-baik saja setelah di selingkuhi. Mungkin akan berat bagiku melupakan perasaan ini, tapi aku yakin aku lebih mampu melaluinya sendiri daripada menjalin hubungan karena perasaanku masih ada. Aku harap kamu belajar dari kejadian ini."
Aku pun mengucapkannya sambil berdiri untuk berlalu pergi, tidak ingin duduk bersama lagi dalam waktu yang lama, karena kepercayaan ku lebih rapuh dari perasaaan cintaku.Â
Kini hanya tinggal Bintang yang ada di meja tersebut. Benar, dia mengakui bahwa rasa percaya Hujan untuknya sudah tidak bersisa sama sekali. Hanya tinggal penyesalan dan rasa cinta Bintang yang menguap di cafe itu bersamaan dengan langkah Hujan yang sudah memilih meninggalkannya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H