Mencairnya es di Kutub Utara yaitu laut Arktik telah menjadi fenomena global yang semakin mengkhawatirkan, dengan laju pencairan yang terus meningkat setiap tahunnya. Kejadian ini dapat mengakibatkan pada hilangnya lapisan es yang penting bagi keseimbangan iklim global. Menurut National Aeronautics and Space Administration (NASA), luas es laut Arktik terus menyusut, dengan tren penurunan yang tajam pada abad ke-21 yang mana luas es laut Arktik menurun 12,2% setiap dekade sejak rata-rata luas es tahun 1981-2010. Luas es laut Arktik mencapai luas minimumnya setiap bulan September.

Grafik ini menunjukkan ukuran es laut Arktik setiap bulan September sejak pengamatan satelit dimulai pada tahun 1979. Nilai bulanan yang ditampilkan adalah rata-rata pengamatan harian yang dilakukan setiap tahun selama bulan September. Selain itu, menurut NASA, dari bulan Maret hingga bulan September 2023 lapisan es di laut Arktik menyusut dari luas puncak yang sebelumnya 14,62 juta kilometer persegi menjadi 4,23 juta kilometer persegi. Jumlah es laut yang hilang ini cukup menutupi seluruh daratan Amerika Serikat. Dari data tersebut, dapat menunjukkan bahwa mencairnya es di laut Arktik tidak hanya mempengaruhi ekosistem Arktik, tetapi juga memperlihatkan ancaman besar yang dapat mempengaruhi seluruh bumi.
Proses mencairnya es di Kutub Utara sangat berkaitan dengan perubahan iklim yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, terutama emisi gas rumah kaca akibat pembakaran bahan bakar fosil. Gas-gas tersebut menyebabkan pemanasan global yang mempercepat pencairan lapisan es di wilayah kutub. Ketika suhu udara meningkat, es yang seharusnya memantulkan sinar matahari digantikan oleh lautan yang lebih gelap, yang mana menyerap lebih banyak panas dan memperburuk pemanasan. Fenomena ini menggambarkan dampak besar dari perilaku manusia terhadap perubahan iklim di seluruh dunia.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami dampak dari mencairnya es di Kutub Utara agar dapat meningkatkan kesadaran bersama terkait permasalahan ini. Tanpa adanya pemahaman yang jelas tentang akibat jangka panjang yang ditimbulkan, maka akan sulit untuk mendorong perubahan nyata dalam mengurangi emisi karbon dan menjaga keberlanjutan lingkungan. Kesadaran ini sangat penting untuk mendorong kebijakan yang lebih baik di tingkat global dan untuk menginspirasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam usaha penyelamatan bumi melalui langkah-langkah berkelanjutan yang dapat melawan dampak perubahan iklim.
Dampak Lingkungan: Es yang Hilang, Ekosistem yang Berubah
- Kenaikan Permukaan Air Laut
Salah satu dampak dari mencairnya es di kutub yaitu terjadinya peningkatan volume air laut Bumi. Mencairnya es di kutub secara otomatis menyebabkan kenaikan permukaan laut Bumi. Para ilmuwan bahkan memperkirakan bahwa permukaan air laut Bumi akan meningkat hingga 1 meter pada abad ini jika emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global tidak dapat dikendalikan. Selain itu, para ilmuwan juga memprediksi bahwa pencairan total es kutub bisa menyebabkan kenaikan permukaan air laut hingga 230 kaki (70 meter). Jika hal ini terjadi maka dapat menenggelamkan wilayah-wilayah pesisir secara global sehingga menyebabkan luas daratan berkurang dan pulau-pulau kecil akan tenggelam.
- Perubahan Ekosistem Laut dan Darat
Mencairnya es di kawasan kutub menyebabkan perubahan besar pada ekosistem laut dan darat di Arktik. Satwa atau hewan yang bergantung pada es laut, seperti beruang kutub, anjing laut, dan walrus, terancam kehilangan habitat alaminya dan terancam akan keselamatan hidupnya. Di lautan, akan terjadi perubahan suhu dan salinitas memengaruhi rantai makanan yang mana mengakibatkan perubahan besar pada populasi plankton, ikan, dan predator laut. Ketidakseimbangan ini tidak hanya mengancam ekosistem lokal tetapi juga memengaruhi mata pencaharian nelayan yang bergantung pada sumber daya laut, bahkan di luar wilayah Arktik. Selain itu menurut jurnal yang berjudul "Pemanasan Global Penyebab Efek Rumah Kaca dan Penanggulangannya" tahun 2022 menyatakan bahwa kenaikan suhu air laut menyebabkan terjadinya pemutihan karang (coral bleaching) dan kerusakan terumbu karang di seluruh dunia.
- Fenomena Cuaca Ekstrem
Fenomena mencairnya es juga berkontribusi pada munculnya cuaca ekstrem di berbagai belahan dunia. Hilangnya es yang memantulkan sinar matahari membuat laut menyerap lebih banyak panas, memengaruhi pola angin dan tekanan udara global. Akibatnya, badai menjadi lebih intens, banjir lebih sering terjadi, dan musim menjadi tidak menentu, seperti musim dingin yang lebih parah di beberapa tempat atau gelombang panas yang ekstrem di tempat lainnya. Semua ini menunjukkan bahwa mencairnya es tidak hanya masalah kutub, tetapi juga krisis lingkungan global yang memengaruhi kita semua.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditegaskan bahwa mencairnya es di Kutub Utara berdampak pada aspek lingkungan baik yang ada di sekitar kawasan ataupun yang tidak. Dampak yang ditimbulkan inilah yang menjadi permasalahan global karena merugikan bagi kelangsungan makhluk hidup. Namun, juga perlu di garis bawahi bahwa dampak dari mencairnya es di Kutub Utara juga diakibatkan oleh aktivitas manusia.
Dampak Sosial dan Ekonomi: Mencairnya Es Mempengaruhi Manusia
- Kehidupan Masyarakat di Wilayah Kutub
Berdasarkan artikel yang telah dipuplikasi pada tahun 2021 dengan judul "Perubahan iklim: Masyarakat adat Iupiat, saksi hidup mencairnya lapisan es di Kutub Utara - 'Kamilah yang akan punah' menyatakan bahwa komunitas adat yang tinggal di sana, termasuk Iupiat, dan komunitas adat Inuit di Kanada dan Greenland, mengalami perubahan besar di lingkungannya yang mana dapat mengguncang seluruh budaya dan cara hidup mereka. Akibat mencairnya es kutub menybabkan orang-orang Iupiat sering melakukan perjalanan jauh melintasi es selama musim dingin untuk berburu. Kemudian, dalam beberapa tahun terakhir, warga di sana sering harus berhenti berburu di atas es karena tidak ada lagi lapisan es atau lapisannya terlalu tipis untuk perjalanan yang aman. Selain itu, banyak kejadian warga dari desa-desa terdekat meninggal dunia karena jatuh dalam perjalanan melintasi lapisan es yang tipis.
Dari penjelasan tersebut, dapat ditegaskan bahwa dengan mencairnya es kutub memberikan pengaruh yang besar terutama pada masyarat yang tinggal di sekitar daerah tersebut. Dampak tersebut menyebabkan masyarat harus dapat beradaptasi kembali dengan daerah yang tersebut misalnya saat berburu. Kemudian, dengan mencairnya es kutub, masyarakat perlu berhati-hati dalam beraktivitas karena lapisan es yang tipis.
- Risiko untuk Daerah Pesisir Global
Berdasarkan keterangan World Economic Forum (WEF) terdapat beberapa kota yang akan tenggelam akibat naiknya permukaan air laut yang perlahan-lahan merambah pantainya.
1. Jakarta, Indonesia
Jakarta adalah salah satu kota yang paling rentan, mengalami penurunan tanah hingga 6,7 inci (17 cm) per tahun karena pemompaan air tanah yang berlebihan. Diperkirakan bahwa sebagian besar kota ini dapat tenggelam pada tahun 2050.
2. Dhaka, Bangladesh
Dhaka terancam tenggelam akibat banjir yang meluas. Proyeksi menunjukkan bahwa sekitar 18 juta orang di Bangladesh dapat kehilangan tempat tinggal akibat kenaikan permukaan laut pada tahun 2050.
3. Ho Chi Minh City, Vietnam
Kota ini mengalami penurunan tanah rata-rata 16,2 milimeter per tahun dan menjadi salah satu kota paling cepat tenggelam di dunia. Urbanisasi yang cepat dan ekstraksi air tanah menjadi faktor penyebab.
4. New York, Amerika Serikat
New York menghadapi risiko signifikan dari kenaikan permukaan laut, dengan proyeksi kenaikan hingga satu meter pada akhir abad ini. Banyak infrastruktur kota terletak di dekat pantai, membuatnya rentan terhadap banjir.
5. Lagos, Nigeria
Kota terbesar di Afrika ini terancam oleh erosi pantai dan banjir akibat kenaikan permukaan laut. Garis pantai Lagos yang rendah membuatnya semakin rentan terhadap dampak perubahan iklim.
6. Bangkok, Thailand
Bangkok juga berada dalam risiko tinggi dengan proyeksi kenaikan permukaan laut yang dapat menyebabkan banjir parah dan kerugian ekonomi yang besar.
7. Chittagong, Bangladesh
Sebagai pelabuhan utama di Bangladesh, Chittagong berada pada urutan kedua dalam daftar kota-kota yang tenggelam dengan cepat akibat kenaikan air laut dan penurunan tanah.
8. Ahmedabad, India
Kota ini mengalami penurunan tanah signifikan dan terancam oleh banjir akibat kenaikan permukaan laut.
9. Houston, Amerika Serikat
Houston mengalami penurunan tanah sekitar 5 cm per tahun karena pemompaan air tanah berlebihan, menjadikannya semakin rentan terhadap bencana banjir.
10. Maputo, Mozambik
Maputo juga menghadapi ancaman serius dari perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut, dengan dampak potensial terhadap populasi lokal dan infrastruktur.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditegaskan bahwa naiknya permukaan air laut akibat mencairnya es di Kutub Utara berdampak pada negara kita yaitu Indoensia. Kota yang diprediksi akan tenggalam karena permukaan air laut lebih tinggi daripada daratan yaitu Jakarta. Selain Indonesia, mencairnya es di Kutub Utara juga berdampak pada negara-negara global lainnya. Dengan ini, dapat dikatakan bahwa mencairnya es di Kutub Utara menjadi permasalahan global karena dampak yang ditimbulkan tidak hanya menyerang kawasan Kutub Utara saja melainkan negara-negara lainnya juga terdampak.
- Implikasi pada Ekonomi Global
Kenaikan permukaan laut akibat mencairnya es di Kutub Utara memiliki implikasi ekonomi yang signifikan di seluruh dunia. Berikut adalah beberapa dampak utama yang dapat terjadi:
1. Kerugian Ekonomi Langsung
Kenaikan permukaan laut dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara-negara, terutama yang memiliki populasi pesisir yang padat. Pada tahun 2022, laporan Indonesia Cerah bersama Koaksi Indonesia menekankan dampak ekonomi akibat kenaikan permukaan air laut. Di Indonesia, diperkirakan kerugian ekonomi akibat kenaikan permukaan laut mencapai 3,3 miliar dolar AS per tahun jika kenaikan mencapai 47 cm. Angka ini dapat meningkat menjadi 7,2 miliar dolar Amerika Serikat pada kenaikan 1,12 m dan hingga 10,3 miliar dolar Amerika Serikat jika mencapai 1,75 m. Kemudian, Berdasarkan laporan terbaru Greenpeace Asia Timur, di daerah Asia terdapat tujuh kota besar diperkirakan akan mengalami dampak pada produk domestik bruto (PDB) senilai 724 miliar dolar Amerika Serikat pada tahun 2030 akibat banjir pesisir.
2. Dampak pada Sektor Pertanian dan Perikanan
Kenaikan air laut menyebabkan salinisasi lahan pertanian dan mengurangi produktivitas pertanian. Hal ini berdampak pada ketahanan pangan dan pendapatan petani. Selain itu, sektor perikanan juga terancam karena perubahan suhu laut dapat mempengaruhi habitat ikan, mengurangi hasil tangkapan, dan meningkatkan biaya operasional bagi nelayan
3. Infrastruktur dan Biaya Adaptasi
Banjir yang lebih sering dan parah memerlukan investasi besar dalam infrastruktur untuk perlindungan terhadap banjir, seperti pembangunan tanggul dan sistem drainase yang lebih baik. Biaya untuk memperbaiki atau membangun kembali infrastruktur yang rusak akibat banjir juga dapat membebani anggaran pemerintah dan masyarakat.
4. Migrasi Penduduk dan Krisis Sosial
Kenaikan permukaan laut dapat memaksa jutaan orang untuk meninggalkan rumah mereka, menciptakan krisis pengungsi yang berdampak pada negara-negara penerima. Hal ini dapat menyebabkan ketegangan sosial dan meningkatkan biaya sosial serta ekonomi dalam mengelola migrasi tersebut.
5. Fluktuasi Pasar Global
Perubahan dalam produksi pertanian dan perikanan dapat menyebabkan fluktuasi harga komoditas di pasar global. Gangguan dalam rantai pasokan akibat cuaca ekstrem atau kerusakan infrastruktur juga dapat meningkatkan biaya logistik dan inflasi.
6. Kerugian Ekosistem
Kenaikan permukaan laut mengancam ekosistem pesisir yang penting, seperti terumbu karang dan hutan mangrove, yang berfungsi sebagai perlindungan alami terhadap badai dan banjir. Kerusakan ekosistem ini tidak hanya mengurangi keanekaragaman hayati tetapi juga mempengaruhi industri pariwisata yang bergantung pada keindahan alam tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat ditegaskan bahwa permasalahan mencairnya es di Kutub Utara juga berdampak pada ekonomi global dan krisis sosial. Dampak tersebut tidak hanya dirasakan oleh satu negara saja melainkan beberapa negara lainnya yang terdampak juga merasakannya. Kerugian-kerugian ini menjadi momok baru bagi negara yang mana negara harus dapat mengatur atau mengelola agar kerugian yang dialami tidak berdampak lebih luar kepada kehidupan masyarakatnya.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi atau mengurangi kenaikan permukaan air laut yang diakibatkan dari mencairnya es di Kutub Utara karena pemanasan global.
- Kebijakan International
Kebijakan international yang berfokus untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan adanya perjanjian Paris (Paris Agreement). Perjanjian ini merupakan perjanjian international yang mengikat secara hukum untuk mengatasi perubahan iklim. Salah satu kebijakan international yang terdapat dalam perjanjian ini yaitu membatasi kenaikan suhu global di bawah 2oC di atas suhu pra-industri dan berupaya membatasi kenaikan suhu hingga 1,5oC.
Dilansir dari siaran pers yang berjudul "Indonesia Menandatangani Perjanjian Paris Tentang Perubahan Iklim" pada tahun 2016 menjelaskan bahwa mewakili Presiden Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr. Siti Nurbaya menandatangani Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim pada Upacara Tingkat Tinggi Penandatanganan Perjanjian Paris (high-level Signature Ceremony for the Paris Agreement) yang berlangsung di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, pada hari Jumat, 22 April 2016. Perjanjian Paris merupakan kesepakatan global yang monumental untuk menghadapi perubahan iklim. Komitmen negara-negara dinyatakan melalui Nationally Determined Contribution (NDC) untuk periode 2020-2030, ditambah aksi pra-2020. Perjanjian Paris didukung 195 negara, berbeda dengan periode pra-2015, yang ditandai absennya negara-negara kunci seperti AS dan Australia.
Perjanjian Paris akan berlaku apabila diratifikasi oleh setidaknya 55 negara yang menyumbangkan setidaknya 55% emisi gas rumah kaca. Diharapkan batas tersebut dapat terpenuhi dalam waktu tidak terlalu lama, melihat tingginya tingkat partisipasi dalam Upacara Penandatanganan Perjanjian, yaitu 171 negara menandatangani dan 13 negara (terutama small island developing countries) langsung mendepositkan instrumen ratifikasi. Negara-negara dengan tingkat emisi tinggi seperti Amerika Serikat, Cina, Uni Eropa, Rusia, Jepang, dan India juga menandatangani Perjanjian Paris.
- Teknologi dan Inovasi Hijau
Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul "Peran Teknologi Hijau dalam Mencapai Pembangunan Bekelanjutan di Masa Depan" tahun 2023 menyatakan bahwa teknologi hijau telah memainkan peran yang signifikan untuk mengatasi dampak negative yang ditimbulkan oleh pertumbuhan industri dan populasi manusia terhadap lingkungan. Teknologi hijau, termasuk energi terbarukan, transportasi berkelanjutan, pengelolaan limbah yang efisien, dan pertanian berkelanjutan, telah membantu mengurangi jejak ekologis manusia dan mendukung pembangunan berkelanjutan. Penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan teknologi energi terbarukan telah berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca dan ketergantungan pada bahan bakar fosil. Saat ini, teknologi hijau terus berkembang dan menjadi bagian penting dalam mitigasi perubahan iklim global.
Namun, dalam penerapannya masih ada tantangan yang perlu diatasi. Untuk memaksimalkan efektivitas teknologi hijau di masa depan, diperlukan investasi dan pengembangan lebih lanjut dalam berbagai aspek teknologi hijau, termasuk peningkatan efisiensi dan penyimpanan energi yang lebih baik. Transportasi berkelanjutan, pengelolaan limbah yang efisien, dan pertanian berkelanjutan juga harus menjadi fokus utama. Dukungan kebijakan yang kuat dari pemerintah dan kerjasama global akan menjadi kunci dalam memastikan adopsi teknologi hijau yang lebih luas.
- Tindakan Individu maupun Komunitas
Peran individu dan komunitas sangat penting dalam mendukung upaya mengatasi permaslaahan global ini. Tindakan sederhana seperti mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, menggunakan produk yang ramah lingkungan, serta menghemat energi di rumah dapat berkontribusi pada penurunan jejak karbon. Selain itu, edukasi dan kampanye tentang isu lingkungan menjadi kunci untuk mendorong masyarakat mengadopsi gaya hidup yang lebih berkelanjutan. Dengan sinergi antara kebijakan internasional, inovasi teknologi, dan kesadaran masyarakat, solusi permasalahan global dapat diwujudkan secara lebih efektif.
Meskipun permasalahan mencairnya es di Kutub Utara terjadi juga akibat aktivitas manusia yang menyebabkan pemanasa global sehingga es mencair, maka manusia juga yang harus mengatasi permasalahan tersebut agar dampak yang ditimbulkan dari mencairnya es tidak menjadi parah. Adanya upaya-upaya tang telah dijelaskan di atas, diharapkan mampu mengurangi ataupun mengatasi pemanasan global yang mana menjadi penyebab mencairnya es dik Kutub Utara. Perlunya mengatasi permasalahan tersebut agar dampak yang ditimbulkan tidak meluas dan merugikan lebih banyak lagi. Oleh karena itu, pentinya kesadaran dalam melakukan segala sesuatu agar apa yang kita lakukan tidak berdampak pada lingkungan. Selain itu, pemerintah dan komunitas juga berperan penting dalam mengatasi permasalahan tersebut. Hal ini bertujuan agar upaya yang dilakukan dapat berdampak lebih efektif dalam mengurangi atau mencegah permaslahan global ini. Kemudian, adanya inovasi-inovasi yang dilakukan juga berperan baik dalam mengatasi permasalahan yang terjadi.
Mencairnya es di Kutub Utara yaitu Laut Arktik mengingatkan kita betapa rentannya bumi kita terhadap perubahan iklim akibat pemasan global dan dampak besar yang dapat mengancam kelangsungan hidup generasi mendatang. Naiknya permukaan air laut, hilangnya habitat, dan perubahan ekosistem global bukan lagi sekadar ancaman di masa depan, namun semakin menjadi kenyataan. Oleh karena itu, tindakan nyata harus dilakukan secara bersama-sama, mulai dari langkah kecil yang dilakukan oleh individu, seperti mengurangi jejak karbon, hingga komitmen kolektif dari pemerintah dan komunitas internasional melalui kebijakan yang berani dan inovasi ramah lingkungan. Dengan bekerja sama, kita dapat menjaga kelestarian bumi sebagai rumah bagi seluruh makhluk hidup. Maka dari itu, mari kita jadikan setiap langkah yang kita ambil hari ini sebagai warisan berharga untuk masa depan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI