Mohon tunggu...
Mauliddia Siwi
Mauliddia Siwi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cermin Masa Depanmu

21 Maret 2017   07:54 Diperbarui: 22 Maret 2017   15:00 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Maafin aku, waktu SMP di Kediri dulu aku yang udah jebak kamu!”, ungkap pemuda itu kemudian menghentikan ucapannya karena ada sekumpulan mahasiswi yang lewat dan memperhatikan mereka. “Maaf buat apaan sih? Emangnya kamu lakuin apa? Lagian waktu itu kan kita masih labil juga, jadi wajar kalau kamu sempat gak asik ke aku, udahlah jangan ngerasa bersalah”, ungkap Madhan sambil memegang bahu pemuda itu. “Kamu emang baik Dhan, gak salah kalau kamu di sayang sama guru- guru SMP dulu, aku mau bilang kalau sebenernya aku yang udah masukin bungkus rokok itu ke tas kamu”, jelas pemuda misterius itu kemudian menatap tangan Madhan yang masih memegang bahunya kemudian memegang tangan Madhan dan perlahan melepasnya.  

Mereka tengah duduk di kursi dengan suasana sejuk karena berada tepat di bawah pohon yang rindang. Pemuda yang berada di sebelah Madhan itu terus melihat Madhan dengan rasa sedih. Ia terus melihat orang yang kala SMP sering ia sakiti dengan perbuatannya. “Kamu sekarang kuliah dimana Dhan?”, tanya Tama pada Madhan. Sambil tersenyum, Madhan membalas pertanyaan Tama “Aku kuliah di Universitas Gadjah Mada. Jurusan Matematika. Bulan depan aku wisuda. Doain IPK ku tinggi ya hehehehe”, balas Madhan yang mencoba mencairkan suasana. “kamu sendiri sekarang kuliah dimana? Ambil jurusan apa?”, tanya Madhan penasaran pada teman lamanya. “kuliah? Itu Cuma angan- angan ku aja. Faktanya, gak ada universitas yang mau terima aku Dhan, justru sekarang aku aja jadi buronan di Kediri, makanya aku pindah ke sini. Mungkin ini adalah balasan dari semua perbuatan yang pernah aku lakukan”, ungkapnya dengan rasa malu. “boronan? Maksud kamu apa?”, tanya Madhan dengan wajah kaget dan tidak percaya. Tanpa mengatakan apapun pemuda misterius itu pergi meninggalkan Madhan duduk sendirian.  "kadang, kenyataan itu lebih pahit dari apa yang kita bayangkan", ungkap Madhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun