Erick Thohir, baru baru ini sempat viral dalam berbagai media massa. Erick mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki potensi ekonomi yang luar biasa, terutama dalam sektor digital yang diperkirakan bisa mencapai Rp 4.500 triliun pada tahun 2030-an. Pendapat ini menunjukkan optimisme bahwa Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Dengan proyeksi pendapatan per kapita mencapai USD 10.000 pada tahun 2029, Erick yakin bahwa Indonesia akan sejajar dengan kekuatan-kekuatan besar dunia seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan India pada tahun 2045. Pernyataan dari Menteri BUMN
Namun dalam konteks ini, Erick juga mencatat tantangan yang dihadapi oleh Generasi Z di Indonesia. Ia berpendapat bahwa ada perbedaan mencolok antara Generasi Z di Indonesia dan di luar negeri, di mana banyak dari mereka di negara maju sudah mandiri secara finansial. Menurut Erick, mayoritas Generasi Z di Indonesia masih bergantung pada orang tua. Pandangan ini mencerminkan realitas sebagian yang perlu ditelaah lebih dalam. Apakah pernyataan tersebut benar adanya?
Realita Kemandirian Gen Z
Data menunjukkan bahwa banyak Gen Z di Indonesia yang telah membuktikan kemandirian mereka melalui berbagai cara. Laporan We Are Social dan Hootsuite mencatat bahwa sekitar 90% Gen Z di Indonesia aktif dalam menggunakan media sosial, dan lebih dari 50% mereka telah memanfaatkan platform-platform ini untuk mencari nafkah. Mereka tidak hanya menjadi konsumen konten, tetapi juga produsen yang menghasilkan pendapatan dari pekerjaan online, seperti content creator, streamer, dan influencer.
Beberapa generasi muda telah membuktikan bahwa mereka mampu menghasilkan pendapatan yang signifikan. Contohnya, para content creator seperti Raffi Ahmad dan Atta Halilintar. Mereka bukan hanya menjadi bintang internet, tetapi juga menjalankan berbagai bisnis yang memberikan lapangan kerja bagi orang lain. Influencer Marketing Hub meluncurkan laporan bahwa influencer dengan banyak pengikut bisa menghasilkan hingga ratusan juta rupiah per bulan. Ini menunjukkan bahwa banyak Gen Z yang tidak hanya mandiri, tetapi juga bisa menjadi penggerak ekonomi yang inovatif.
Sebuah penelitian dari McKinsey & Company menunjukkan bahwa Generasi Z di Indonesia merasa yakin untuk menjadi pengusaha dan memulai bisnis mereka sendiri. Menariknya, seperti yang dilaporkan oleh mediaindonesia.com, sekitar 72% dari mereka memiliki cita-cita untuk mendirikan usaha. Hal ini menunjukkan keinginan yang kuat untuk mandiri dan berkontribusi secara finansial. Di samping itu, berbagai inisiatif komunitas yang dipimpin oleh Gen Z, seperti workshop dan seminar tentang kewirausahaan, semakin banyak bermunculan. Ini menandakan bahwa mereka tidak hanya bergantung pada orang tua, tetapi aktif mencari cara untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka.
Tantangan yang Dihadapi
Meskipun ada kemajuan yang signifikan, Generasi Z di Indonesia tetap menghadapi berbagai tantangan yang dapat menghambat kemandirian mereka. Keterbatasan akses terhadap modal, pendidikan yang relevan, dan pelatihan yang memadai menjadi kendala bagi banyak individu yang ingin berinovasi dan berkarier di sektor digital. Menurut laporan Bank Dunia, Generasi Z adalah generasi yang paling terampil dalam teknologi. Namun, masih banyak dari mereka yang tidak memiliki akses ke sumber daya yang dapat membantu mereka untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang nantinya digunakan untuk bersaing di pasar kerja.
Selain itu, stigma yang sering melekat pada Generasi Z sebagai generasi yang "manja" atau "kurang bertanggung jawab" juga dapat memengaruhi persepsi mereka. Tekanan sosial dan ekspektasi yang tinggi dari orang tua dan masyarakat dapat menimbulkan rasa rendah diri dan kekhawatiran untuk mengambil risiko. Ini adalah tantangan mental yang serius yang perlu diatasi agar Generasi Z dapat berkembang dengan baik.
Solusi untuk Mendorong Kemandirian