Al-Qur'an adalah kalamullah yang berisi petunjuk bagi umat manusia, khususnya bagi umat muslim. Guna mendapatkan petunjuk kehidupan dari al-Qur'an, manusia harus mengupayakan penggalian-penggalian makna terhadapnya, karena al-Qur'an tidak dapat memberikan petunjuk bagi umat manusia secara proaktif tanpa adanya peran serta manusia.
Aktivitas penggalian makna inilah yang kita kenal sebagai aktivitas penafsiran. Aktivitas penafsiran sendiri sudah terjadi sejak zaman Rasulullah SAW, yang juga menandakan bahwa beliaulah mufasir pertama dalam sejarah umat muslim. Kendati istilah tafsir, penafsiran, atau mufasir itu sendiri belum diformulasikan secara baku pada waktu itu.
Dunia penafsiran teruslah berkembang. Dalam sejarah perkembangan tafsir, para sejarawan mengklasifikasikannya ke dalam tiga masa. Yang pertama adalah Tafsir Era Klasik, yang kedua adalah Tafsir Era Pertengahan, dan yang ketiga adalah Tafsir Era Kontemporer.
Salah satu mufasir Era Klasik yang karyanya bisa dibilang cukup fenomenal adalah karya dari seorang filsuf dan teolog kenamaan yakni Fakhruddin al-Razi. Ia lahir di suatu daerah di wilayah selatan Iran bernama Rey pada 25 Ramadan tahun 544 H/1148 M.
Fakhruddin al-Razi merupakan salah seorang tokoh yang tidak hanya ahli dalam bidang tafsir, namun ia juga ahli dalam berbagai bidang keilmuan lainnya. Ia seorang imam dalam bidang Ilmu Tafsir, Ilmu Kalam, Filsafat, Ilmu Logika, dan Ilmu Bahasa. Ia diberi julukan 'Fakhruddin' karena kecerdasannya dalam Ilmu Filsafat.
Kecerdasan dan kealimannya itulah yang membuatnya menjadi populer dan banyak didatangi ulama dari berbagai penjuru negeri. Banyak orang yang mendatanginya untuk meminta nasehat.
Bahkan kabarnya, al-Razi sering memberikan nasehat pada tamu-tamunya menggunakan Bahasa Arab dan Bahasa non-Arab. Hal ini menunjukkan kemahirannya dalam bidang ilmu kebahasaan yang tak hanya terbatas pada Bahasa Arab saja.
Al-Razi hidup pada tahun keenam Hijriah. Masa ini adalah masa kesempitan dalam kehidupan umat muslim, baik dalam hal politik, sosial, keilmuan maupun akidah. Dan kelemahan ini telah sampai pada puncaknya pada masa Daulah Abbasyiah.
Pada masa itu juga terjadi perselisihan mazhab dan akidah, dan di Ray sendiri ada tiga golongan, yaitu Syafi'iyah, Hanafiyah, dan Syi'ah. Banyak pula bermunculan golongan kalam dengan perdebatan-perdebatannya, di antaranya adalah golongan Syi'ah, Mu'tazilah, Murjiah, Bathiniyah dan Kurrasiyah.
Mafatih al-Ghaib  ditulis oleh Fakhruddin al-Razi sebagai respon atau tanggapan terhadap tafsir ideologi karangan Zamakhsyari (Kitab Tafsir al-Kasyaf). Di mana Fakhruddin al-Razi yang beraliran Asy'ariyah berusaha mempertahankan alirannya (Madzhab Syafi'i) dan menyusun dasar-dasar aqliyah untuk membenarkannya.
Dalam mengonter berbagai sanggahan terhadap apa yang diyakini al-Razi pula, ia lantas menyusun karyanya dengan argumen-argumen logis yang rasional dan kuat.