Bagi yang sering berkutat dan memiliki minat di dunia IT khususnya programming dan software engineering, tentu tak asing lagi dengan istilah Bahasa Pemrograman. Tak dapat dipungkiri, tren Bahasa Pemrograman ikut berkembang seiring perkembangan teknologi. Bahasa pemrograman sendiri memiliki peran yang sangat penting dalam dunia pengembangan perangkat lunak. Berbagai bahasa pemrograman hadir untuk memudahkan para programmer dan software engineer untuk menciptakan berbagai jenis aplikasi dan sistem berbasis komputer.
Pesatnya perkembangan teknologi inilah yang secara tidak langsung berkontribusi dalam terciptanya begitu banyak Bahasa Pemrograman. Bukan tanpa tujuan, Bahasa Pemrograman yang berbeda-beda dibuat dengan tujuan dan fungsinya masing-masing. Dengan kata lain, setiap Bahasa Pemrograman memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing dan hadir untuk memudahkan manusia menciptakan aplikasi dan perangkat lunak. Namun, ada kalanya sikap fanatik terhadap salah satu bahasa pemrograman dapat membawa dampak negatif, terutama bagi dunia software engineering.
Programmer atau insinyur perangkat lunak yang memiliki sikap fanatik biasanya cenderung menolak untuk belajar bahasa pemrograman baru dan menganggap bahwa bahasa favoritnya adalah yang paling sempurna. Padahal untuk terus berkembang dan mengikuti perubahan zaman, seorang ahli teknologi perlu terbuka untuk mempelajari berbagai pilihan dan teknologi baru. Dengan hanya terfokus pada satu bahasa saja, daya saing seseorang dapat menurun ketika industri mulai beralih ke teknologi terbaru.
Kemampuan berpikir terbuka dan objektif menjadi syarat mutlak untuk terus belajar dan berinovasi. Fanatisme akan menghambat seseorang untuk menganalisis kelebihan serta kekurangan masing-masing bahasa pemrograman, sehingga peluang untuk menciptakan solusi perangkat lunak yang lebih baik tidak dapat diraih.
Kerja sama tim antarprogrammer dengan latar belakang beragam sangatlah dibutuhkan dalam pengembangan perangkat lunak modern. Aplikasi modern cenderung menggunakan bahasa dan teknologi yang berbeda untuk berbagai komponen yang kompleks. Oleh karena itu, kerja sama tim hendaknya didasarkan pada keahlian masing-masing, bukan ketertarikan pribadi terhadap satu bahasa saja. Selain itu sikap keterbukaan dan mau mempelajari hal baru juga perlu diterapkan agar kolaborasi antaranggota tim dapat berjalan dengan baik.
Dampak negatif sikap fanatisme dapat menyebabkan pemilihan bahasa pemrograman tidak didasarkan pada kesesuaian kebutuhan bisnis dan arsitektur teknis proyek. Padahal pemilihan bahasa pemrograman yang tepat sangat mempengaruhi kualitas, keamanan, skalabilitas, dan biaya pemeliharaan perangkat lunak. Misalnya, menggunakan bahasa Python untuk membangun sistem berbasis mikroservices mungkin bukan pilihan yang bijak dari sudut pandang arsitektur.
Fanatisme berlebihan juga dapat menghambat adopsi bahasa dan teknologi baru, meskipun sebenarnya solusi baru tersebut dapat meningkatkan produktivitas pengembangan perangkat lunak. Seorang insinyur perangkat lunak hendaknya mampu menilai manfaat dan kelemahan dari berbagai pilihan teknologi, bukan hanya bersikukuh pada satu pilihan saja. Terbuka pada perubahan sangat penting untuk mengikuti perkembangan zaman.
Sebagai contoh, programmer yang terlalu fanatik pada bahasa Java akan sulit untuk menerima bahwa bahasa lain juga memiliki kelebihan tersendiri. Mereka cenderung menutup diri untuk belajar bahasa baru dan tetap bersikukuh bahwa Java adalah yang terbaik. Hal ini tentu saja akan menghambat pertumbuhan pengetahuan dan keterampilan sebagai seorang programmer.
Dalam proyek pengembangan perangkat lunak berbasis tim, sikap fanatik ini juga dapat sangat menimbulkan masalah bahkan perselisiha. Misalnya, programmer Java fanatik akan sulit bekerja sama dengan tim yang menggunakan bahasa lain seperti C#, Python, JavaScript, atau PHP. Mereka cenderung bersikeras untuk menggunakan Java meskipun pada kasus tertentu bahasa lain lebih tepat. Sikap seperti ini dapat menghambat kelancaran proses development, terutama jika proyek digarap dalam bentuk tim dan dapat menyebabkan perselisihan antaranggota tim.
Selain itu, pengaplikasian bahasa pemrograman semata-mata hanya karena fanatisme bukan karena kesesuaian kebutuhan bisnis atau teknis juga dapat menghasilkan perangkat lunak yang kurang optimal. Padahal dalam pengembangan perangkat lunak, pemilihan bahasa pemrogramman yang tepat sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil akhirnya.
Oleh karena itu, sikap terbuka dan objektif merupakan hal yang sangat penting bagi seorang programmer maupun software engineer. Fanatisme berlebihan hanya akan menghambat fleksibilitas dan inovasi dalam pemecahan masalah. Padahal pada kenyataannya, kemampuan menganalisis keunggulan masing-masing bahasa akan membuka peluang untuk menciptakan solusi perangkat lunak yang lebih baik lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H