Manusia sebagai mahluk sosial ditakdirkan untuk tidak bisa hidup sendiri dan selalu membutuhkan orang lain untuk berinteraksi. Interaksi dengan orang lain sangat erat kaitanya dengan komunikasi. Seiring berjalanya waktu kemajuan teknologi informasi dan komunikasi juga sangat membantu manusia untuk mengakses informasi dan berkomunikasi jarak jauh dengan mudah. Komunikasi dan interaksi yang dilakukan hampir setiap saat haruslah memperhatikan nilai etika dan norma kesopanan, agar tidak terjadi konflik ditengah-tengah masyarakat.
Etika dan norma yang berlaku disetiap tempat selalu bebeda, sehingga diharapkan seseorang mampu untuk beradapatasi dengan lingkungan agar mampu memahami nilai-nilai yang berlaku didalam masyarakat tempatnya tinggal. Masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa dikenal memiliki nilai etika dan norma tersendiri yang mengatur tata kehidupan masyarakat Jawa.Â
Di Jawa terdapat unggah-ungguh atau sikap yang sebaiknya ditunjukan, yaitu selalu memperhatikan ucapan, bahasa dan tingkah laku untuk menghargai dan menghormati orang lain. Unggah-ungguh dalam masyarakat Jawa menyangkut pada aspek berbahasa dan aspek pergaulan atau tingkah laku. Karena itulah masyarakat Jawa dikenal dengan seseorang yang rendah hari, hormat kepada orang lain bahkan lebih mementingkan kepentingan orang lain dan cenderung mengorbankan diri sendiri agar tercipta kehidupan yang damai.
Dalam kehidupan sehari-hari, untuk menunjukan rasa hormat dan sopan santun masyarakat Jawa sering menggunakan istilah Nyuwun Sewu. Istilah Nyuwun Sewu dalam bahasa jawa merupakan ungkapan meminta ijin atau dalam bahasa Indonesia sama artinya dengan kata permisi. Tidak hanya itu, kata Nyuwun Sewu juga sebagai tanda penghormatan kepada orang lain, bahwa seseorang mau untuk menerima dan memberi kepada orang lain  dan mau hidup secara damai tanpa melihat perbedaan suatu golongan. Penerapan secara langsung misalnya ketika seseorang bepapasan dengan orang lain, ketika meminta ijin untuk masuk rumah ketika bertamu, atau ketika hendak menanyakan sesuatu selalu diawali dengan kata Nyuwun Sewu.
Di awal tadi sudah dijelaskan bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berdampak positif bagi kehidupan dan sangat membantu dan memudahkan kita mengakses informasi dan berkomunikasi dengan orang lain. Dengan kemudahan akses internet dan media sosial sangat membantu kita menyebar dan mengakses informasi, berkomunikasi jarak jauh, menjual dan membeli barang secara online juga sebagai sarana bersosialisasi dengan publik.Â
Namun, dibalik kemudahan yang didapatkan, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi juga membawa dampak yang kurang baik, bahkan ketika pemakaianya tidak dilakukan dengan bijak akan cenderung membawa dampak negatif. Dari kurang intensnya komunikasi secara langsung dengan orang terdekat sampai dengan maraknya berita-berita hoaks yang beredar ditengah-tengah masyarakat yang dapat memancing konflik. Sikap dan rasa sopan santun yang kini semakin luntur akibat adanya teknologi tidak dapat terelakan, bahkan cenderung sudah dilupakan dikalangan masyarakat saat ini.
Seperti yang terjadi saat ini, kurang intensnya komunikasi secara langsung membawa dampak sikap acuh tak acuk terhadap orang lain. Tradisi sopan santun dalam masyarakat Jawa seperti tenggelam dimakan zaman. Contoh riilnya adalah semakin hilangnya kebiasaan mengucapkan salam, mencium tangan orang tua sebelum meninggalkan rumah, membungkukan badan ketika melewati orang lain dan juga jarangnya terdengar ucapan Nyuwun Sewu sebagai ucapan meminta ijin. Bahkan, kepada guru yang tengah berjuang mendidik generasi bangsa pun sopan santun tidak lagi diperhatikan.
Ditambah lagi dengan kemudahan akses internet dan media sosial. Penggunaan gadget misalnya untuk bemain game online atau untuk mengakses dunia maya secara berlebihan membuat seseorang cenderung individualis. Karena dia hanya terfokus pada dirirnya dan gadget yang ada digenggaman. Tidak memperhatikan orang disekitar, bahkan saking fokusnya memperhatikan gadget orang bahkan tidak menyadari bahwa ada orang lain dihadapanya. Kemudian banyaknya situs, web dan aplikasi yang tidak mendidik juga berdampak buruk bagi moral masyarakat.
Kebebasan menggunakan sosial media tidak dibarengi dengan sopan santun, tanggungjawab dan kesadaran atas penghormatan kepada orang lain. Hal ini dapat kita lihat dari semakin gencarnya perang di media sosial. Dari mulai menulis atau berkomentar dengan kata-kata kasar, tidak penting, dan tidak memperhatikan perasaan orang lain. Sebenarnya mengkritik tidak salah hanya saja pemilihan kata dan memperhatikan perasaan orang lain harus juga diperhatikan. Bahkan kritik yang sekarang sedang menyeruak lebih cenderung kepada fitnah dengan merebaknya berita hoaks.
Kemudian dengan kemudahan akses media sosial juga memudahkan budaya luar masuk, sehingga membuat lupa adat dan tradisi milik sendiri. Seperti budaya malu yang harusnya selau ada didalam diri setiap orang dan budaya sopan santun masyarakat Jawa yang ditunjukan melalui kata Nyuwun Sewu kini cenderung sudah tidak ada karena pengaruh kebebasan budaya luar. Sehingga rasa segan dan hormat kepada orang lain sudah tidak diperhatikan lagi. Orang bahkan beranggapan bahwa ketika tidak meniru budaya lain dianggap ketinggalan zaman. Hal inilah yang membuat prihatin kita sebagai bangsa yang memiliki tradisi budaya yang tinggi.
Maka dari itu untuk menghadapi hal seperti ini kita dituntut untuk secara bijak menyikapi semua ini dengan secara selektif memilih apa yang baik dan tidak baik untuk kita. Kita harus mampu memperluas wawasan kita agar tidak mudah terpengaruh dengan  budaya luar yang tidak baik. Kita juga dituntut untuk dengan cerdas memilih dan menerima informasi agar tidak mudah percaya dengan kabar burung atau hoaks yang semakin merajalela. Kemudian menambah pergaulan denga banyak orang agar terjalin silaturahmi yang baik juga sangat diperklukan, sehingga kita dapat saling mengingatkan dan bertukar pendapat secara langsung. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat membantu agar kita dapat saling bertukar pikiran dan menambah wawasan.