Mohon tunggu...
Mauliah Mulkin
Mauliah Mulkin Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

"Buku adalah sahabat, guru, dan mentor". Ibu rumah tangga dengan empat anak, mengelola toko buku, konsultan, penulis, dan praktisi parenting. Saat ini bermukim di Makassar. Email: uli.mulkin@gmail.com Facebook: https://www.facebook.com/mauliah.mulkin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sepenggal Memori tentang Bapak

15 Mei 2016   18:40 Diperbarui: 15 Mei 2016   19:02 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bapak dan Ibu guru kami sewaktu masih SMP. Bapak keempat berdiri di belakang, berbaju batik.

Hari ini tepat 16 tahun lalu. Masih sangat pagi. Rasanya baru saja terjadi. Kami telah mengikhlaskan kepergiannya, setelah sakit yang berbulan-bulan jadi teman setianya. Tuhan mencukupkan batas waktu 63 tahun baginya.  Seumur dengan kehidupan Nabi. Ia tak pernah mengeluh bahkan justru menciptakan syair lagu hasil olah rasanya sendiri. Betapa sakit baginya justru dimaknainya sebagai anugerah.

            Baru sekarang

            Aku merasakan

            Sakit yang lama

            Anugerah dari Tuhan

            Tiada tempat

            Aku memohon

            Kecuali Allah Pengasih dan Penyayang...

Bapak senang menyanyi. Kadang untuk menghibur hari-harinya yang panjang di pembaringan rumah sakit atau di rumah, ia menyanyi atau saya diminta mengaji di sampingnya. Beliau teladan kesabaran dalam merangkul penyakitnya. Hanya air mata yang sesekali mengalir di pipinya saat merenungi perjalanan sakit yang menderanya.

Sebagai orangtua beliau tak luput dari salah. Tapi saya hanya ingin mengenang semua memori yang manis dan indah saat hidupnya. Ada pun khilaf dan kekurangannya sudah lama kami kunci dalam kotak indah yang bernama maaf. Jika ada perilakunya yang kurang berkenan semogalah jadi pembelajaran buat kami agar tidak melakukan hal yang sama. Dan kami tak akan henti-hentinya memohonkan ampun baginya.

Bapak tipe pemikir yang jarang berbicara jika tidak penting-penting amat. Ia tipe pendengar yang baik, pengamat, sekaligus perenung. Tak salah jika banyak orang datang ke rumah untuk membicarakan masalah-masalahnya kepada Bapak. Ia irit kata-kata, tapi sekali bicara kami semua akan menyimak dan berusaha menjalani setiap petuahnya. Jika nadanya mulai meninggi, itu pertanda buruk bagi seisi rumah. Namun itu jarang terjadi.

Betul kami segan pada Bapak, tapi bukan berarti hubungan kami juga renggang. Justru kami lebih senang jalan dengannya. Karena ia sangat royal jika mengajak anak-anaknya jalan dan belanja. Beda dengan ibu. Namanya juga manajer keluarga, semua perlu diperhitungkan baik-baik dan direncanakan dengan matang. Pengeluaran tidak boleh seenaknya. Karena perencanaan keuangan yang baik itulah yang akhirnya berhasil mengantarkan kami mampu bersekolah hingga jenjang-jenjang tertinggi.

Setiap hari libur, saat fajar mulai merekah, kami sering diajak berenang ke danau. Inilah momen yang paling ditunggu. Dengan ban besar dikalungkan di leher, kami beramai-ramai jalan kaki menuju danau yang hanya berjarak kurang dari 1 kilometer. Butuh waktu sekitar 10 menit saja untuk tiba di sana. Jika sudah ketemu air kami sering lupa waktu. Perut yang keronconganlah biasanya jadi penanda untuk kami segera mengakhiri kesenangan ini. Tiba di rumah, makan seberapa piring pun jadi tak terasa karena lapar.

Di rumah tidak ada tukang kebun. Makanya kami yang enam perempuan ini plus hanya satu laki-laki berbagi tugas. Sebagian di halaman membantu bapak mencangkul dan mencabuti rumput-rumput liar, sebagian lagi di dapur menyiapkan makan untuk seisi rumah. Biasanya kerja bakti berakhir menjelang magrib tiba. Selesai membersihkan diri, kami sholat berjamaah bersama bapak. Jika malam tiba, lampu di halaman depan dan taman dinyalakan, rasanya puas memandangi hasil kerja kami sepanjang sore tadi. Sering orang-orang lewat bertanya, apa di rumah kami mempekerjakan campboy(tukang kebun keliling, red)? Bapak akan dengan bangga menjawab kalau taman yang indah itu hasil kreasi kami seisi rumah.

Tidak setiap sore kami harus keluar membersihkan pekarangan. Hanya kalau sempat atau saat libur saja. Selebihnya rumput-rumput gajah dan bunga-bunga di halaman cukup disiram saja. Terkadang hasil siraman air menyisakan titik-titik bening di ujung-ujung daun dan kelopak bunga. Bak biji-biji kristal yang indah dalam sorotan lampu taman.

Saat pagi hari, adalah waktu-waktu yang genting. Karena tugas-tugas di rumah yang mesti diselesaikan sebelum kami semua berangkat ke sekolah. Dan itu kerap bikin panik. Antara tugas yang belum selesai dengan waktu sekolah yang sudah pasti tidak dapat dikompromikan. Konsekuensinya kami harus bangun lebih awal agar semua bisa terselesaikan dengan baik. Dalam hal ini ibu cukup ketat mendisiplinkan kami. Tak ada celah yang bisa dilanggar.

Sore hari jika bapak dan ibu tidak ada agenda untuk keluar rumah, kami akan menikmati momen kumpul bersama di beranda. Ruangan paling depan rumah, biasanya untuk menerima tamu. Ada rak buku dan beberapa tanaman bunga dipajang di sini. Sesekali jika tidak ada tamu, ia digunakan sebagai tempat kami ngopi dan ngeteh sore. Ngobrol apa saja. Diselingi dengan bermain musik. Bapak main gitar, saya kebagian pianika, ada pula yang main rekorder dan harmonika. Jika ada yang hafal syairnya, ikutlah menyanyi. Jika tidak, kami cukup menikmatinya dalam bentuk ensamble musicsaja.

Bapak seorang figur ayah yang sederhana, baik, dan bijaksana, sekaligus guru agama, musik, tajwid, akuntansi, menulis steno, huruf lontarak, bahasa Inggris,  mengetik sepuluh jari, dan guru etiket. Bersama sosok ibu dengan karakter dan kelebihannya masing-masing, kami tumbuh dan menjadi dewasa dalam bentuk seperti sekarang. Sumbangsih mereka berdua sangat berarti dan menentukan tahun-tahun yang kami lalui.

Bapak akan selalu hadir dalam doa-doa dan ingatan kami.

Kurebahkan tubuhku

Memandang bintang-bintang

Ingatanku kembali pada masa silam

Kami semua bersaudara

Duduk di beranda

Mendengar cerita ayah tentang kehidupan...

(Kita Semua Sama, Franky & Jane)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun