[caption caption="https://hansganteng.files.wordpress.com/2013/11/komunikasi-keluarga.png"]Bertaburan jargon dan slogan tak kan dapat melebihi seruan untuk membenahi diri dan keluarga sendiri. Bukan tak boleh peduli pada masalah orang lain, namun dengan membereskan diri dan keluarga sendiri adalah jauh lebih bermanfaat daripada mengurusi lingkungan luar sementara keluarga sendiri tak terurus, anak-anak kehilangan figur dan kasih sayang, yang pada akhirnya akan menjadi beban pula bagi masyarakat dan negara. Sudah banyak contoh langsung yang dapat kita lihat sehari-hari.
Memang benar manusia butuh pengakuan atau aktualisasi diri di tengah lingkungannya, sesuai dengan gambaran dari hierarkhi kebutuhan Maslow. Akan tetapi ia ditempatkan di puncak piramida setelah kebutuhan-kebutuhan yang lainnya terpenuhi, seperti kebutuhan fisiologis, rasa aman dan perlindungan, rasa cinta memiliki dan dimiliki, juga harga diri. Hendaknya setiap orang dapat menempatkannya sesuai dengan urutannya masing-masing. Tidak terbolak-balik sesuai dengan keinginan pribadinya.
Masyarakat Indonesia dikenal dengan masyarakat yang pada banyak pekerjaan sosial kemasyarakatannya selalu diwarnai dengan budaya tolong-menolong dan gotong -royong. Itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia yang sangat terasa kekentalannya dalam kehidupan warga yang tinggal di desa-desa. Jika budaya  tersebut dapat kita praktekkan dalam usaha membangun bangsa yang kuat lewat upaya membangun keluarga, maka bisa dipastikan bangsa Indonesia akan kuat secara fisik dan mental. Karena keluarga adalah cikal bakal terbentuknya masyarakat luas atau negara.
Â
Bergotong-royong membangun keluarga
Jika bergotong-royong kerap dimaknai sebagai kegiatan kerja bersama-sama demi memudahkan sebuah pekerjaan, maka kali ini saya ingin pula menggunakan istilah gotong-royong untuk bersama-sama membangun dan memelihara keluarga, dimana keluarga yang dibangun terrsebut adalah keluarga kita masing-masing. Hasilnya akan bisa kita lihat dan nikmati baik dalam jangka waktu singkat maupun dalam jangka panjang ke depan.
Mengapa harus bergotong-royong padahal yang dikerjakan adalah urusan diri masing-masing? Tidak pula melakukan pekerjaan yang sama? Menurut pendapat penulis, di sinilah esensi dan makna gotong royongnya. Karena membenahi bangsa bukanlah perkara kecil dan menjadi urusan satu atau dua pihak saja, tetapi mesti menjadi urusan dan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia. Maka dari itu, ia harus menjadi sebuah gerakan yang menyeluruh yang sifatnya terus-menerus demi mencapai hasil yang terbaik.
Kira-kira gambarannya seperti ini, jika pembenahan keluarga tidak dilakukan secara bersama-sama dan dalam waktu yang bersamaan. Sebagai ilustrasi, sebuah keluarga yang sudah terdidik dan dibenahi dengan baik serta-merta akan menampilkan perilaku-perilaku dan teladan yang baik dalam kehidupan sehari-harinya. Yang tentu akan berefek juga pada lingkungan masyarakatnya. Kualitas kehidupan masyarakat yang dihuni oleh keluarga-keluarga yang terdidik dan terpelihara dengan baik tentu akan sangat berbeda kondisinya dengan masyarakat dengan kualitas ala kadarnya. Sehingga menjadi sangat penting untuk setiap kita menampakkan kepedulian pada urusan pembenahan keluarga.
Olehnya itu sangat tepatlah langkah-langkah BKKBN (Badan Kependudukan dan  Keluarga Berencana Nasional) dalam mencanangka tema gerakan: Revolusi Mental Melalui 8 Fungsi Keluarga Menuju Bahagia Sejahtera. Di mana di dalamnya disebutkan bahwa perubahan tersebut hendaknya dimulai dari diri sendiri dalam hal ini orangtua dalam sebuah keluarga. Untuk itu BKKBN rupanya sudah menyiapkan perangkat-perangkat yang dibutuhkan dalam mengawal programnya tersebut, berupa modul untuk menjadi orangtua hebat dalam mendidik anak.
Menurut penulis yang selama ini berkecimpung dalam dunia pengembangan keluarga dan pendidikan anak, belum ada program serupa ini yang pernah ditawarkan oleh lembaga pemerintah manapun di negeri ini. Padahal kebutuhan akan hal tersebut meningkat dan mendesak seiring laju pertumbuhan penduduk. Karena banyak terjadi pasangan-pasangan muda yang menikah dan berkeluarga seolah menganggap proses tersebut sebagai sebuah hal yang biasa dan alami terjadi, sehingga nampak tak perlu ada persiapan ke arah sana. Maka tak heran jika problem rumah tangga dengan mudahnya melibas keluarga-keluarga ini.
Jika modul ini nantinya dapat diaplikasikan dalam kehidupan menjelang dan selama proses menjalani kehidupan dalam keluarga berlangsung, maka penulis optimis akan banyak perubahan yang bisa terjadi. Karena persiapannya sudah dimulai sejak sebelum menjadi orangtua hingga bagaimana membentuk karakter anak sejak dini dari dalam rumah. Jika semuanya dapat berjalan dengan baik, maka niscaya generasi masa depan akan jauh lebih baik daripada generasi sebelumnya. Begitupun fungsi keluarga (fungsi agama, fungsi pendidikan, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, fungsi sosial dan budaya, fungsi ekonomi, dan fungsi lingkungan) yang diperjuangkan di tengah masyarakat dan dalam kehidupan perorangan akan tercapai seperti yang dicita-citakan.
Revolusi mental adalah sebuah gerakan yang diwacanakan oleh Presiden Joko Widodo untuk bangsa ini, yang berarti perubahan yang paling mendasar yang harus dilakukan bangsa ini untuk menjadi besar. Dan keluarga adalah unit terkecil dan mendasar dari sebuah negara untuk dilakukannya revolusi ini.
          Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H