Musim Semi 2022 -- Gyeongju, Korea Selatan
Ke sinilah aku berlari dari kegelapan. Ketika sinar mentari tak lagi menerangi, aku bahkan tak peduli. Hanya bintang ... hanya cahaya bintang yang kunanti. Hingga malam menyelimuti, aku tetap tak menyadari. Ternyata, bintangku tak pernah kembali menghampiri. Aku rindu ... aku rindu bintangku.Â
Kebahagiaan hanya bertahan sesaat karena cahaya bintangku meredup dan tak pernah bersinar lagi. Orang yang kuanggap berharga pergi tanpa pernah pulang kembali. Ia adalah bintang yang kucintai, bintang yang selalu menerangi. Kini, hidup pun terasa tak berarti. Ia, sebut saja Polarisku. Kehilangan sosok yang sangat berarti, sama saja rasanya dengan mati.
Benakku terus mengarah pada masa itu. Aku tersentak ketika pak sopir mengerem secara tiba-tiba. Ternyata, kami telah sampai di tujuan akhir, Taman Nasional Gyeongju.
"Situs sejarah ini disebut Cheomseongdae. Menara ini merupakan observatori bintang yang didirikan pada masa kerajaan Silla."
Pandanganku teralihkan ketika melihat benda berkilau yang tergeletak di tanah, tidak jauh dari tempatku berpijak. Merasa tertarik, aku pun memungutnya.
Dwikkoji? motif bulan dan bintang ... kombinasi yang cantik.
Tanpa kusadari, segalanya menjadi gelap seketika.
***
Musim Semi 647 M -- Seorabeol, Silla
"Bu, apakah ia akan segera bangun?"
 "Ia pasti bangun, Nak. Byeol adalah gadis yang kuat. Kita berdoa saja."
Â
Kudengar suara orang berbincang. Hanya beberapa patah kata yang kupahami, salah satunya adalah Byeol. Itu jelas namaku---Seo Han Byeol.
"Ibu, lihat! doa kita terkabul!"
Kelopak mataku akhirnya terbuka perlahan. Kulihat seorang pria muda dan wanita paruh baya yang mengenakan Hanbok, membanjiri kepalaku dengan berbagai pertanyaan.
"Nak Byeol, apakah kau baik-baik saja?"
"Siapa kalian?"
 "Byeol, kenapa? apakah kepalamu terbentur saat terjatuh di Bukit Bintang?"
Bukit Bintang ... bukit apa yang pria ini maksud?
"Namamu Byeol dan aku Kim Seondal, tunanganmu. Kau ingat itu, kan?"
"Nak, coba kau ajak Byeol menghirup udara segar di pekarangan. Mungkin itu dapat membantunya."
Â
***
Aku tak pernah melihat pekarangan seindah ini. Bunga-bunga cantik bermekaran, pepohonan rindang, kicauan burung yang merdu, serta hembusan angin yang sejuk. Namun anehnya, pekarangan ini dibatasi oleh tembok batu setinggi tubuh orang dewasa dan dikelilingi oleh rumah bermodel Hanok.
"Yang tadi kau ucapkan ... apa yang kau maksud dengan Bukit Bintang?"
"Maafkan aku, Byeol. Seharusnya aku tak mengajakmu pergi ke sana untuk melihat menara Cheomseongdae sehingga kau terjatuh. Aku merasa bersalah."
"Menara Cheomseongdae yang dibangun lebih dari 1.300 tahun lalu itu?"
"Kau bercanda? pembangunan Cheomseongdae baru selesai beberapa tahun lalu!"
"Apa maksudmu ... t-tunggu, di mana kita sekarang?"
"Di mana a-apa? rumahku? Seorabeol?"
Â
***
Sembari menyusuri jalan setapak, aku berbincang dengan Seondal, tunanganku di dunia ini. Terasa aneh untuk meyakinkan diri bahwa kini aku berada di tempat yang sama sekali berbeda. Aku mengajak Seondal pergi ke Bukit Bintang untuk membuktikan ucapannya. Saat tiba, hari telah gelap. Dari atas bukit, kami melihat menara Cheomseongdae dan langit Silla yang bertabur bintang.
"Ini ... milikmu. Aku menyimpannya sejak kau jatuh sakit."
Seondal menyerahkan benda yang kukenal, Dwikkoji berbentuk bulan dan bintang.
"Ini milik Byeol? cantik sekali."
"Kau berkata seakan dirimu bukanlah Byeol ... dan oh, jelas itu cantik. Aku yang membelinya sebagai simbol pengikat janji. Jangan pernah lupakan janji itu, ya. Aku pasti akan menikahimu."
Senyum yang terlukis pada wajah Seondal setelah berkata demikian sungguh membuatku ingin ikut tersenyum.
Namun maaf, aku bukanlah Byeol yang kau maksud.
"Kau lihat bintang yang paling terang itu? aku sangat menyukainya ... dulu. Di duniaku, kami menyebutnya Polaris. Kita dapat melihatnya sepanjang tahun di belahan langit utara."
"Bukankah itu Bintang Utara? Sepertinya aku pernah membaca sesuatu tentang Bintang Utara."
Â
***
Seondal menyerahkan buku lusuh yang bertuliskan karakter Hanja. Aku mengenali tulisan tersebut, namun tak tahu apa maknanya.
"Di halaman terakhir, terdapat sebuah ramalan mengenai Bintang Utara. Kubacakan, ya."
Â
Langit memahami jiwa-jiwa yang terpuruk oleh waktu---jiwa-jiwa yang tak dapat bergerak, tak mampu berbicara, seakan mematung di tempat yang sama dengan mata tertutup---Baginya, kegelapan telah menjadi sahabat. Namun, cahaya itu tetap ada. Ia tak beranjak ke mana pun atau kapan pun. Karenanya, gelap tak lagi menakutkan. Cahaya dalam gelap itu menjadi kesempatan bagi jiwa-jiwa yang menginginkannya.Â
Kesempatan tak akan datang berkali-kali, tak akan pula mustahil untuk dipatahkan. Semua itu tentang pilihan jiwa-jiwa pemberani---jiwa-jiwa yang merelakan siang atau malam---Sebelum musim berganti, para pemberani harus menentukan hatinya. Saat itu, matahari atau rembulan pun akan diam. Namun, bintang paling terang di langit utara akan siap untuk mengantar.
Bintang paling terang itu adalah Polaris.
Jiwa-jiwa terpuruk itu ... akulah salah satunya.
Â
***
Hari berganti hari, bunga-bunga yang tadinya bermekaran, kini mulai tak terlihat. Daun-daun pun menggugurkan dirinya. Satu musim hampir berganti. Selama itu pula, aku masih menetap di kediaman keluarga Kim. Entah mengapa, aku merasa begitu bahagia ketika bersama Seondal dan Bibi Kim. Jika aku kembali, mungkinkah aku dapat merasakannya?
"Nak Byeol, apa yang kau lakukan di pekarangan? cuaca sudah mulai dingin. Masuklah, nanti terkena flu."
"Aku ingin memandangi langit malam sebentar saja, Bibi Kim."
"Panggil aku ibu. Kau akan segera menikah dengan Seondal, anakku. Kau mencintainya, bukan?"
Ingin rasanya aku berkata 'ya'. Namun, kata itu tertahan di mulutku.
"Seondal sangat mencintaimu. Begitu pula ibu. Kami sangat bersyukur kau hadir dalam hidup kami."
Â
Di saat itulah, aku menemukan pilihanku.
"Byeol dan Dal. Kalian pasti jodoh yang dipertemukan oleh langit."
Â
***
Kutemukan diriku berjalan menuju Bukit Bintang. Di sinilah semua berawal. Di bawah sana dapat kulihat menara Cheomseongdae. Di langit malam, dapat kulihat Polaris yang bersinar dengan terang. Inilah waktunya. Dengan menggenggam Dwikkoji pemberian Seondal, kupenjamkan mata. Dengan segenap hati, aku pun berdoa.
Aku tak ingin kembali.
Mungkin, ini adalah kesempatan yang dianugerahkan kepadaku untuk kembali merasakan cinta dan memeluk bintang.
Catatan Kaki:
- Gyeongju: Kota pesisir laut timur yang terletak di sudut tenggara Provinsi Gyeongsang Utara, Korea Selatan.
- Taman Nasional Gyeongju: Situs pariwisata Gyeongju yang di dalamnya terdapat berbagai peninggalan sejarah Kerajaan Silla (tahun 57 SM - 935 M).
- Cheomseongdae: Menara observatori bintang yang didirikan pada abad ke-7 M (masa Kerajaan Silla).
- Dwikkoji: Aksesori tradisional Korea yang disematkan pada rambut wanita.
- Seorabeol: Ibukota Kerajaan Silla yang berlokasi di Gyeongju masa kini.
- Hanbok: Pakaian tradisional Korea. Pada masa Kerajaan Silla, tampilannya masih menyerupai Hanfu (pakaian tradisional Tiongkok) karena pengaruh budaya.
- Hanok: Rumah tradisional Korea. Lantai dan tembok terbuat dari kayu, atap tersusun dari genteng tanah liat, setiap ruangan dibatasi oleh kertas tradisional Korea dan biasanya memiliki pekarangan.
- Hanja:Â Aksara Tiongkok yang digunakan dalam sistem penulisan tradisional bahasa Korea.
- Byeol: Dalam bahasa Korea berarti bintang.
- Dal: Dalam bahasa Korea berarti bulan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H