Bolak balik Klaten-Sleman menjadi rutinitas saya dan istri hampir setiap bulannya. Pasalnya, semenjak menikah pada tahun 2015 lalu, kami menetap di kota kelaharian saya di Kabupaten Klaten.
Sebelumnya, kami selalu mengendarai sepada motor untuk berkunjung ke rumah orang tua yang ada di Sleman. Namun semenjak dikaruniai seorang anak, kami mulai memikirkan beragam cara agar aman dan nyaman selama perjalanan bolak balik Klaten-Sleman. Hal itu kami lakukan demi kesehatan anak kami.
Jika tetap mengendarai sepeda motor. Waktu tempuh perjalannya cukup lama sekitar 1,5 jam, ditambah debu dan terik panas matahari. Belum lagi jika memasuki musim hujan.
Pada tahun pertama usia anak kami, kami pun memutuskan untuk menggunakan moda transportasi jasa layanan ojek online (ojol). Tarif ojol untuk kendaraan roda empat dari rumah menuju tempat tinggal orang tua kami di Sleman sekitar Rp270.000 untuk satu kali perjalanan, jika bolak balik maka harus merogoh kantong sekitar Rp540.000.
Rutinitas itu kami lakukan selama beberapa bulan. Sampai akhirnya anak kami menginjak usia tahun kedua, kami mendapat informasi bahwa Stasiun Ceper yang sebelumnya tidak beroperasi akan kembali dihidupkan untuk mendukung rute perjalanan KRL Commuter Line relasi Jogja-Solo.
Kami awalnya tidak terlalu menghiraukan informasi tersebut.
Pada pertengahan tahun 2021, ketika saya dan istri sedang berbelanja di Pasar Klepu, Ceper. Kami iseng-iseng datang ke Stasiun Ceper yang kebetulan jaraknya tidak terlalu jauh. Ternyata kondisi Stasiun sudah jauh lebih bagus dibandig beberapa tahun sebelumnya. Dari luar gerbang juga terlihat ada beberapa petugas KAI Commuter yang berjaga.Â
Kami akhirnya masuk ke area stasiun untuk menanyakan mekanisme menaiki KRL Commuter Line relasi Jogja-Solo. Melihat kami yang celingak-celinguk di halaman depan stasiun, salah seorang petugas lantas mendatangai kami. Dengan diselimuti rasa kepo, kami mengajukan beragam pertanyaan dan dijawab antusias oleh petugas.
Disitu, kami diberi penjelasan bahwa untuk menaiki KRL Jogja-Solo harus memiliki Kartu Multi Trip (KMT). Harga KMT kalau tidak salah waktu itu sekitar Rp30.000 dan sudah termasuk saldo Rp10.000. Sementara untuk menaiki KRL Jogja-Solo tarifnya hanya Rp8.000 untuk satu kali perjalanan. Salah satu petugas di stasiun juga menjelaskan bahwa KMT tidak memiliki masa kadaluarsa.
Setelah mendengar penjelasan dari petugas KAI Commuter hampir setengah jam, saya dan istri akhirnya berembuk sebentar. Secara budget, menaiki KRL Jogja-Solo jelas jauh lebih murah dibanding dengan moda transportasi lainnya yang pernah kami naiki. Sesuai hitung-hitungan, dengan tarif Rp8.000 per orang untuk satu kali perjalanan, artinya untuk perjalanan bolak balik Klaten-Jogja hanya Rp16.000 per orang. Sehingga kami berdua hanya perlu merogoh kantong Rp32.000 untuk bolak balik Klaten-Jogja. Tarifnya jauh lebih murah bahkan dibanding dengan menaiki sepeda motor.
Selain itu, berdasarkan jadwal dan estimasi waktu perjalanan KRL Jogja-Solo yang terpasang di dinding stasiun, jarak waktu tempuh dari Stasiun Ceper menuju Stasiun Lempuyangan hanya sekitar setengah jam.
Meski demikian, istri saya masih sedikit bimbang lantaran saat itu masih pandemi Covid-19. Jika menaiki moda transportasi umum, maka akan berinteraksi dengan banyak orang. Ditengah kebimbangan itu, salah satu petugas KAI Commuter kembali menjelaskan bahwa pihak KAI Commuter Line sudah menerapkan protokol kesehatan selama perjalanan. Diantaranya pembatasan jumlah penumpang dan pengaturan jarak ketika di dalam kereta.
Dari yang awalnya hanya iseng-iseng untuk melihat, kami akhirnya tertarik dan membeli dua KMT. Meski sebetulnya saat itu kami masih belum yakin apakah akan berfungsi atau tidak kedepannya.
Beberapa bulan kemudian, kami mendapat kabar bahwa di rumah orang tua di Sleman akan ada acara. Acaranya mendadak dan mengharuskan kami pulang ke Sleman. Disisi lain, kebetulan saat itu kondisi saya cukup lelah karena baru saja pulang kerja. Sehingga tidak memungkinkan kalau harus menempuh perjalanan dengan menaiki sepeda motor. Apalagi saat itu terlihat cuaca juga mendung dan sepertinya akan turun hujan.
Saya dan istri akhirnya ingat bahwa kami telah memiliki KMT. Mungkin inilah saatnya untuk menaiki KRL Jogja-Solo.
Saat saya melihat jarum jam, saat itu sudah menunjukkan pukul 09.00 WIB. Kemudian saya browsing di internet untuk melihat jadwal perjalanan KRL Jogja-Solo. Jadwal terdekat pemberangkatan dari Stasiun Ceper yang mengarah ke Jogja sekitar pukul 11.00 WIB. Kami akhirnya mempersiapan segala keperluan untuk dibawa ke Sleman. Kami berangkat ke Stasiun Ceper dengan mengendarai sepeda motor. Jarak dari rumah hanya sekitar 4 kilometer.
Setelah menitipkan sepeda motor di tempat penitipan kendaraan yang ada di seberang stasiun, kami kemudian masuk ke area stasiun. Saat itu masih menunjukkan pukul 10.35 WIB. Saya sempat bertanya ke salah satu petugas KAI Commuter Line apakah anak saya bisa naik KRL mengingat saat itu pemerintah masih menganjurkan agar anak dengan usia dibawah lima tahun (balita) tidak diajak bepergian terlebih dahulu kecuali keadaan mendesak. Berdasakan penjelasan dari petugas KAI Commuter Line, Alhamdulillah anak saya bisa naik.
Seperti biasa, sebelum memasuki pintu masuk kami harus menjalani serangkaian protokol kesehatan mulai dari pengecekan suhu tubuh, mencuci tangan dan pemakaian masker.
Tak lama kemudian, sekitar pukul 10.58 WIB terdengar dari pengeras suara bahwa KRL Jogja-Solo akan segera memasuki stasiun. Para penumpang dipersilahkan untuk mempersiapkan diri dan diminta untuk tidak melewati garis kuning demi keamanan.
Setelah KRL berhenti tepat di depan saya. Detak kagum muncul dalam benak saya. Luar biasa... Kondisi kereta-nya jauh diluar dugaan saya. Bersih dan sangat rapi, mirip kereta di luar negeri yang biasa saya lihat di film-film.
Pintu kereta tiba-tiba terbuka dengan sendirinya. Saat menginjakkan kaki masuk ke dalam kereta, udara dingin dari AC sangat terasa. Bagi saya, memang itu adalah kali pertama menaiki kereta. Sesaat kemudian saya melirik anak saya yang kebetulan terjaga dalam gendongan saya. Dia terlihat senyum- senyum seakan sudah tidak sabar merasakan sensasi menaiki KRL.
Kebetulan di dalam gerbong yang saya pilih jumlah penumpangnya cukup banyak. Kursi yang saling berhadap-hadapan sudah penuh dengan penumpang. Meski diantara penumpang terdapat jarak terlihat seperti kursi kosong, namun pada kursi terdapat tanda silang yang menandakan dilarang diduduki untuk menjaga jarak antar penumpang.
Istri saya sempat bingung karena tidak tahu harus duduk dimana, karena tidak mungkin kami berdua harus berdiri sambil bergantian menggendong anak selama perjalanan. Perasaan kesal sempat terlintas dalam benak kami.
Namun tak lama kemudian, datang seorang petugas KAI Commuter Line. Dengan sigap, seorang petugas itu mengarahkan kami agar geser sedikit ke belakang untuk dicarikan tempat duduk. Petugas itu kemudian membungkuk dan meminta maaf kepada salah seorang laki-laki lain yang masih terlihat muda dan sehat sedang duduk di kursi prioritas. Petugas itu berkata agar penumpang laki-laki itu mengalah sebentar karena ada penumpang lain yang membawa balita. Laki-laki itu kemudian berdiri dan mempersilahkan salah satu dari kami untuk duduk. Akhirnya istri saya duduk di kursi sambil menggendong anak kami.
Selama perjalanan, situasi di dalam KRL sangat tenang. Para penumpang terlihat sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, ada yang asik mendengarkan musik menggunakan earphone, ada yang serius membaca buku, ada yang main game online, bahkan ada yang duduk sambil tertidur lelap. Sadangkan saya dan istri memilih menemani anak kami menyaksikan indahnya alam dari balik jendela KRL.
Saking asiknya di dalam KRL, kami terkejut karena sudah hampir sampai Stasiun Lempuyangan. Saya melihat jam di layar handphone dan saat itu menunjukkan pukul 11.35 WIB. Delam benak saya berkata "secepat ini kah menaiki KRL?". Selain hemat biaya, ternyata waktu perjalanan yang dipangkas hampir satu jam. Berbanding jauh dengan mengendarai sepeda motor.
Kami akhirnya turun di Stasiun Lempuyangan. Jarak dari peron rel kereta sampai pintu keluar juga tidak terlalu jauh. Setelah dari stasiun, kami melanjutkan perjalanan ke Sleman dengan menggunakan jasa layanan ojol. Waktu tempuh dari Stasiun Lempuyangan ke rumah orang tua kami sekitar 20 menit. Setibanya di rumah orang tua, saya merasa lebih fit dibanding saat mengendarai sepeda motor. Pasalnya, selama perjalanan menaiki KRL sama sekali tak merasa lelah.
Dari pengalaman pertama itu akhirnya kami mulai jatuh hati dengan KRL Commuter Line. Bahkan akhir-akhir ini kami lebih sering menaiki KRL ketika pulang ke Sleman atau sebaliknya, karena kebetulan anak kami sedang senang-senangnya dengan kereta api. Bahkan suatu ketika anak kami pernah dijemput kakeknya untuk pulang ke Sleman menaiki mobil, dia sempat mengeluh karena perjalanannya terlalu lama. Dia pun ngedumel bahwa lebih nyaman menaiki KRL dibanding mobil.
Saya berharap KRL Jogja-Solo dibawah KAI Commuter terus dipertahankan. Selain untuk mempermudah dan mempercepat perjalanan, keberadaannya juga mampu meningkatkan perekonomian masyarakat seiring dengan dihidupkannya kembali sejumlah stasiun yang semula mati suri sejak belasan tahun yang lalu.
Dalam hati kecil, saya selalu berandai-randai rute perjalanan KRL tidak hanya sampai di Stasiun Yogyakarta, melainkan diperluas sampai ke wilayah Barat dan Utara. Sehingga bagi penumpang yang mengarah ke Sleman maupun Magelang bisa mendapatkan akses layanan KRL Commuter Line.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H