Kebetulan di dalam gerbong yang saya pilih jumlah penumpangnya cukup banyak. Kursi yang saling berhadap-hadapan sudah penuh dengan penumpang. Meski diantara penumpang terdapat jarak terlihat seperti kursi kosong, namun pada kursi terdapat tanda silang yang menandakan dilarang diduduki untuk menjaga jarak antar penumpang.
Istri saya sempat bingung karena tidak tahu harus duduk dimana, karena tidak mungkin kami berdua harus berdiri sambil bergantian menggendong anak selama perjalanan. Perasaan kesal sempat terlintas dalam benak kami.
Namun tak lama kemudian, datang seorang petugas KAI Commuter Line. Dengan sigap, seorang petugas itu mengarahkan kami agar geser sedikit ke belakang untuk dicarikan tempat duduk. Petugas itu kemudian membungkuk dan meminta maaf kepada salah seorang laki-laki lain yang masih terlihat muda dan sehat sedang duduk di kursi prioritas. Petugas itu berkata agar penumpang laki-laki itu mengalah sebentar karena ada penumpang lain yang membawa balita. Laki-laki itu kemudian berdiri dan mempersilahkan salah satu dari kami untuk duduk. Akhirnya istri saya duduk di kursi sambil menggendong anak kami.
Selama perjalanan, situasi di dalam KRL sangat tenang. Para penumpang terlihat sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, ada yang asik mendengarkan musik menggunakan earphone, ada yang serius membaca buku, ada yang main game online, bahkan ada yang duduk sambil tertidur lelap. Sadangkan saya dan istri memilih menemani anak kami menyaksikan indahnya alam dari balik jendela KRL.
Saking asiknya di dalam KRL, kami terkejut karena sudah hampir sampai Stasiun Lempuyangan. Saya melihat jam di layar handphone dan saat itu menunjukkan pukul 11.35 WIB. Delam benak saya berkata "secepat ini kah menaiki KRL?". Selain hemat biaya, ternyata waktu perjalanan yang dipangkas hampir satu jam. Berbanding jauh dengan mengendarai sepeda motor.
Kami akhirnya turun di Stasiun Lempuyangan. Jarak dari peron rel kereta sampai pintu keluar juga tidak terlalu jauh. Setelah dari stasiun, kami melanjutkan perjalanan ke Sleman dengan menggunakan jasa layanan ojol. Waktu tempuh dari Stasiun Lempuyangan ke rumah orang tua kami sekitar 20 menit. Setibanya di rumah orang tua, saya merasa lebih fit dibanding saat mengendarai sepeda motor. Pasalnya, selama perjalanan menaiki KRL sama sekali tak merasa lelah.
Dari pengalaman pertama itu akhirnya kami mulai jatuh hati dengan KRL Commuter Line. Bahkan akhir-akhir ini kami lebih sering menaiki KRL ketika pulang ke Sleman atau sebaliknya, karena kebetulan anak kami sedang senang-senangnya dengan kereta api. Bahkan suatu ketika anak kami pernah dijemput kakeknya untuk pulang ke Sleman menaiki mobil, dia sempat mengeluh karena perjalanannya terlalu lama. Dia pun ngedumel bahwa lebih nyaman menaiki KRL dibanding mobil.
Saya berharap KRL Jogja-Solo dibawah KAI Commuter terus dipertahankan. Selain untuk mempermudah dan mempercepat perjalanan, keberadaannya juga mampu meningkatkan perekonomian masyarakat seiring dengan dihidupkannya kembali sejumlah stasiun yang semula mati suri sejak belasan tahun yang lalu.
Dalam hati kecil, saya selalu berandai-randai rute perjalanan KRL tidak hanya sampai di Stasiun Yogyakarta, melainkan diperluas sampai ke wilayah Barat dan Utara. Sehingga bagi penumpang yang mengarah ke Sleman maupun Magelang bisa mendapatkan akses layanan KRL Commuter Line.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H