Mohon tunggu...
simaulss
simaulss Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat Lintas Ruang

Bercakap, Berjabat, Beramal

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Apa untungnya menulis? Inilah 4 jawabannya

10 Oktober 2021   16:18 Diperbarui: 14 Oktober 2021   16:10 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Boleh dikata, tradisi tulis-menulis hampir persis beriringan dengan peradaban zaman. Disebut hampir karena pelajaran sejarah di sekolah mengabarkan kita adanya masa pra aksara, zaman manusia belum mengenal tulisan, meskipun sudah ada kehidupan. 

Percaya atau tidak mengenai itu, tetapi, yang tak terbantahkan ialah perkembangan umat manusia terbawa searus dengan berkembangnya keterampilan tulis-menulis. Kemajuan ilmu pengetahuan di seluruh dunia tak bisa dilepaskan dari banyaknya tulisan para pemikir, yang akhirnya terurai ke level praktis sehingga bisa dipraktikkan di kehidupan sehari-hari.

Pun kita menyadari betul, menulis, adalah satu diantara tiga keterampilan mendasar seseorang: calistung (baca, tulis, hitung). Saat SD kita diminta oleh guru untuk menulis yang ia diktekan, atau mengarang tulisan tentang kegiatan selama liburan semester, meski yang satu ini agak membingungkan kita yang liburannya hanya di rumah saja. 

Saat di perguruan tinggi pun, kita diwajibkan menulis tugas akhir sebagai syarat kelulusan. Memparafrase, menghindari plagiasi, menyusun abstrak, rumusan masalah dan seterusnya. Ini artinya, menulis berperan penting bagi kehidupan seseorang secara khusus dan peradaban secara umum. Disamping dianggap membentuk alur berpikir, menulis dipercaya mampu melesatkan literasi masyarakat. 

Di satu sisi, orang yang menulis lalu tulisannya dibaca orang lain, paling tidak  akan membuahkan dua hal: transfer ilmu dan imajinasi. Di sisi lain, seseorang yang mampu menulis, dianggap lebih cerdas. 

Itu karena dia bisa menuangkan isi pikirannya ke wadah lain, seperti kertas, blog, atau sosial media. Atau jangankan untuk menulis, sebagian dari kita saja masih gugup berbicara di publik. Tidak berlebihan kalo dikatakan menulis itu bukan keterampilan yang biasa-biasa saja. 

Ada 4 alasan kenapa kita harus mulai menulis

1. Memperlancar daya pikir

Menulis itu akan memperlancar daya berpikir seseorang. Bayangkan kita tengah berada di ruangan yang jendela juga pintunya tertutup, minim ventilasi. Apa rasanya? 

Pengap, gerah,  bahkan bau. Pakaian apalagi perabotan pun bisa berjamur karena lembab. Itu karena ga ada sirkulasi. Udara segar yang bertukar itu minum. Sebaliknya, ruangan yang terembus angin luar, bukan kipas, bisa menyegarkan ruangan. Sering kita lihat kok orang-orang betah duduk di outdoor semisal taman, teras rumah? 

Itu karena mereka menikmati betul hembusan angin terhirup segar, menyapa lembut kulit mereka. Menulis pun seperti itu. Menulis akan membuat pikiran kita tersirkulasi dengan baik. 

Saat pikiran kita penuh dengan uneg-uneg, ide, suasana hati, namum tidak segera dituangkan, akan membuat hati jenuh, berat. Persis seperti ruangan yang jendela dan pintunya tertutup tadi. Tetapi, ketika pikiran itu ditulis, sirkulasi pikirannya lancar sehingga pikirannya terstruktur dengan baik. Apalagi semakin hari semakin sering menulis. 

2. Mengatasi emosi

Fitrahnya, manusia itu suka berkeluh kesah.  Di twitter orang sering berkicau, meskipun anonim. Di instagram, tempatnya show off. Di facebook, curhatan teman-teman kita bertebaran. 

Siapapun orangnya, lintas usia. Ini memang sejalan dengan prinsip manusia itu senang diakui keberadaannya. 

Ga heran, ketika kita cerita, alih-alih lawan bicara kita mendengarkan atau memberi solusi, malah mengadu nasib dengan tanggapan "itu masih mending, lah saya lebih parah". Saya teringat teman psikologi saya bilang, emosi negatif hati semisal iri, kesal, dengki, cemas itu seperti racun di tubuh yang mesti dikeluarkan, dan diantara caranya dengan bercerita. Ketika mengeluarkannya lewat bercerita, isi tubuh akan terganti dengan emosi positif hati. 

Apakah ini artinya cukup lewat lisan saja? Bisa saja, tetapi rugi kalo kita kembali membaca alasan pertama: menulis itu untuk memperlancar daya berpikir. Jadi cobalah untuk menulis. Jika terlalu privasi, atur untuk dibaca oleh diri sendiri. Seenggaknya, racun berupa emosi negatif di tubuh kita keluar. 

3. Melewati seleksi

Menulis itu menandakan level kecerdasan seseorang. Alasannya, penguasaan bahasa yang terangkai baik di pikiran, mengalir lancar ke jemarinya, ada koneksi antara akal dengan jari. 

Tidak semuanya mampu berbuat demikian. Hal ini lah yang membuat banyak lembaga mensyaratkan pelamarnya menyerahkan sebuah tulisan agar  lolos seleksi. 

Entah itu beasiswa, seleksi jabatan, konferensi, atau perlombaan. Tak diragukan, sebuah tulisan itu dianggap mewakili bukan hanya cara berpikir, tetapi juga pandangan seseorang mengenai suatu hal; untuk mengukur apakah pelamar yang bersangkutan layak diloloskan.  Semakin baik tulisannya, semakin mungkin pelamar diterima seleksi. 

4. Menginsiprasi

Satu lagi. Menulis itu mudah memancing simpati, bahkan gelombang sosial. Bulan lalu, kita mendapati viralnya kasus dugaan pelecehan seksual di lembaga Komisi Penyiaran Indonesia. 

Hebohnya isu ini berawal dari tulisan korban tentang kasus yang ia alami, timelinennya, bentuk pelecehannya, pun pelakunya. Isu sensitif ini pun jadi buah bibir. 

Atau mungkin kita sering dapati ajakan petisi? Biasanya ini berawal dari tulisan berupa kisah yang menyentuh. Misalnya dari change.org. Tulisan bertaut petisi, seringkali bersambut di konsitusi, minimal kesadaran masyarakat terbentuk.  

Namun, pertimbangan dampak jangan luput dari tulisan-tulisan kita. Inspirasi memang berasal dari penulis, namun baik-buruk, positif-negatif, menjalar ke siapapun yang membacanya. Apakah kita sebagai penulis akan jadi penggerak kebaikan atau sebaliknya, apakah kita meninggalkan jejak keharmonisan atau sebaliknya.

Ada banyak lagi sebetulnya. Namun inilah yang mendasar, prinsipal. 

Demikian 4 alasan kenapa kita harus menulis. Semoga jadi pelecut semangat bagi yang masih ragu untuk mulai menulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun