Mohon tunggu...
simaulss
simaulss Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat Lintas Ruang

Bercakap, Berjabat, Beramal

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Apa Salahnya ke Mana-mana Sendirian?

30 September 2021   22:36 Diperbarui: 3 Oktober 2021   12:45 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi traveling sendirian. (sumber: anyaberkut via kompas.com)

Sebagian dari kita cenderung lebih milih beraktivitas di luar rumah asal ada temennya. Lebih semangat kalo ada yang nemenin, lebih antusias kalo ada barengan. 

Entah karena memang temen kita ini punya urusan yang sama ataupun sekadar buat ngusir kesepian lewat bahan obrolan biar kita ga planga-plongo atau pake alasan trendnya, kemana-mana harus ada temen itu biar bisa bikin konten bareng yang nantinya bakal diposting ke instagram or tiktok. 

Kalo ga ada yang nyertain, rasanya mager atau nyari seribu alasan buat tetep di rumah. Ga semuanya sih, tetapi biasanya ini bener. Apalagi untuk urusan yang bisa ditunda, ga mendesak atau ga penting-penting banget, keluar rumah tanpa temen itu ngemalesin.

Siang ini tadi, aku makan di luar, di tempat yang  boleh dikatakan cukup mewah dan bergengsi xixi. Ini memang sudah aku niatkan jauh hari, pastinya juga masuk  rencana anggaran. Itu makanya, aku berani pesan makanan di tempat ini. 

Yaa, hitung-hitung sebagai self reward atas rutinitas harian yang menjenuhkan. 

Nah, ke tempat itu, aku sengaja berangkat sendirian dan makan di tempat, bukan take away. Alasannya, ya suasana luar itu meskipun aslinya riuh, tapi bisa jadi pelepas dahaga bagi orang yang hari-harinya ngeliatin tembok rumah terus. 

Lalu lalang orang kesana kemari bawa urusannya masing-masing itu, kadang jadi potret mendalam bagiku. Maksudku, yang begitu tuh ga sekadar yang terlihat aja. Tapi berisi pesan kalo mau direnungi, kalo sempat juga sih soalnya kan sambil nyetir. 

Ini, maksudku, memandangi sesuatu yang jarang dipandang, kusebut juga berfungsi sebagai peluntur rasa jenuh. Soalnya gini. 

Tiap weekend itu kawasan wisata puncak di Bogor rame terus. Pengunjungnya, hampir dipastikan semuanya berdomisili di jabodetabek, yang rutinitas pekerjaannya di gedung perkantoran. 

Artinya, mereka memburu kawasan puncak untuk berlibur karena pengen dapetin suasananya: asri, tenang, sejuk, menyegarkan. Kontradiktif dengan pandangan rutinitas harian mereka saat bekerja yang jalanannya padat,  berulang, lingkungannya kurang segar untuk dipandang apalagi dihirup. 

Jadi, ini sama aja dengan orang yang sering kerja dari rumah semisal bisnis online, seminar online, mereka jarang keluar rumah. Sekalinya keluar rumah dan mandangin beragam kegiatan orang-orang, sekalipun riuh, meskipun terik, bisa jadi obat buat mereka. 

Karena itu pandangan yang jarang mereka dapati. U bisa coba trik ini, trik melakukan/melihat sesuatu yang belum atau jarang dialami kalo lagi bosen.

Oke. Setelah ngendarain 10 menit, motor pun aku parkir di restoran ini. Order, bayar, dan tunggu. Berangkat, jalan, nyampe aku sendirian. 2 dari dari 12 orang yang makan di tempat itu, aku dan si mas-mas bergaya freelancer editor makan sendirian. 

Sisanya berpasangan.  Liatnya ngenes? engga men. kita ga boleh selemah itu xixi meski ya pengen juga, tapi, jangan dulu. serius. Jangan banyak gaya dulu.

Poin tulisanku baru mulai di sini sebenarnya:
Selagi nunggu pesananku datang, aku japri temen buat datang. Dia ketawa "wkwkwk" begitu aku kabari kalo aku makan di luar sendirian. Sebenarnys teks"wkwkwk" ini punya dua makna: beneran tertawa atau mengasihani xixi. 

Dia heran aku seorang diri menyantap makanan di tempat umum begitu. Aku pun heran kenapa dia bisa sampe heran. Memangnya makan sendirian di luar aneh? Apa salahnya bujangan makan sendirian dikelilingi banyak pasangan?

 Menurut temenku ini, makan itu hiburan jadi harusnya ada temen bincangnya. No. makan itu, apalagi di tempat yang diidamkan dengan sajian khasnya, niat murninya itu untuk menyantap makanannya. 

Ngerasain lezat-nikmatnya. Tanpa diganggu siapapun. Menurutku, bisa saja fokus kelezatan makanan tadi teralihkan dengan obrolan topik. Kalau begini, harusnya mah makan di warteg, warkop atau burjo. Lagipula, makan sendirian itu bikin aura seseorang melambung. 

Kharismanya melesat, elegan, berwibawa. Gentle. Alasan utamanya karena orang ini sedang menunjukkan kepercayaan diri dan kemandiriannya berlipat-lipat. 

Dia ga bergantung ke siapapun, dia ga nunggu harus ada temen, harus ada yang nemenin, harus ada yang ajakin ngobrol biar ga planga plongo.

Big No. Pikiran itu ditepisnya. Tekadnya terlalu kuat untuk hambatan seperti itu. Ini pemandangan keren. Serius

Saya jadi teringat pesan almh bu fase, salah satu panutan saya. "Uuntuk memburu cita-cita, menggapai angan-angan jangan tunggu dirimu ditemani oranglain baru menjalankan. 

Mau ke perpustakaan ga jadi karena ga ada temen. Mau ke kampus ga mood karena gada barengan. Mental seperti ini yang menghambat anda menuju impian anda. Jadilah mandiri, tidak bergantung orang lain". Kira-kira begini pesannya sebelum beliau wafat- nasehat yang amat saya renungi

Sendiri dan melesat. Tadinya aku mau pake istilah lone wolf. Tapi setelah riset,term ini merujuk ke kontes terorisme. Tapi bukan kesana maksudku. 

Dari artikel tirto.id Istilah lone wolf  pas untuk mewakili situasi ini. yang kubaca, Serigala itu identik dengan kerja sendiri, cara sendiri, termotivasi diri sendiri. Ga bergantung hal lain. 

Untuk membawa diri kita, memang perlu pandangan seperti ini, ga ada yang salah dengan kesendirian. Ga ada yang aneh menyelesaikan urusan apalagi cita-cita kalo seorang diri. Beneran. 

Kalo aku pikir, benar juga. Kalo kita terus bergantung dan selalu menunggu agar ada yang membersamai kita, kita ga akan berproses banyak men. Kita ga mungkin nunggu yang lain jalan di tempat padahal kita punya sayap. Iya kan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun