Oleh: Kyai Noto Sabdo Nderek Sunan Kali
Tulisan keempat
(Penganut Islam Jawa, bersama para pesuluk Islam Jawa sedang melakukan revitalisasi kebudayaan Islam Jawa)
Sabdaraja yang dikeluarkan oleh Sultan Hamengku Buwono X membawa implikasi menyudahi Islam Jawa sebagai basis tatanan dan fondasi kerajaan Mataram Islam. Inilah yang diinginkan oleh lingkaran kuat yang menjadi inti dari kekuatan munculnya Sabdaraja itu. Sebagian pendukung grup ini, memanfaatan Jangka Jaya Baya Sabdo Palon untuk memperkuat keyakinan mereka di kalangan masyarakat awam dan pemirsa kebangkitan Jawa yang tanggung, entah namanya dengan istilah Grup Majapahitan atau grup sejenis.
Ramalan Sabdo Palon
Ramalan Sabdo Palon, sering merujuk pada Serat Jangka Jayabaya Sabdo Palon, yang banyak diakui para pengkaji Jawa sebagai karangan RNG Ronggowarsito. Dalam serat ini, ada bagian yang membicarakan Sabdo Palon dan ramalannya. Bagian lain upaya menghidupkan ramalan Sabdo Palon, dieksploitasi sedemikian rupa oleh Serat Dharmogandul, yang ditulis dengan tanpa nama pengarang sekitar tahun 1900-an.
Yang paling mutakhir, ramalan Sabdo Palon diinterpretasi oleh dua grup: Grup Kebatinan dalam seminar-seminarnya memunculan ramalan Sabdo Palon untuk menjadi cantelan lahirnya grup-grup kebatinan, yang menyebutan 500 tahun setelah runtuhnya Majapahit, akan muncul agama budi, yang diinterpretasi sebagai kebatinan; Grup Nashrani diwakili hubungan ini di antaranya oleh Bambang Noorsena (tokoh Kristen Ortodoks Syiria), dalam bukunya Menyongsong Sang Ratu Adil: Perjumpaan Iman Kristen dan Kejawen, juga menggunakan jangka Sabda Palon ini sebagai nubuatan Nashrani di Jawa.
Dalam interpretasi mutakhir tentang ramalanSabdo Palon itu, diinterpretasikan surutnya Islam dan hancurnya Islam dengan munculnya agama budi, agama kaweruh. Pada umumnya, grup-grup yang meramalkan Islam akan hancur itu dengan mendasarkan pada ramalan Sabdo Palon, justru merujuk pada bacaan-bacaan di Serat Dharmogandul, tidak langsung ke Jangka Jaya Baya Sabdo Palon. Kutipan dari Serat Dharmogandul itu, di antaranya "Wong Djowo ganti agomo, akeh tinggal agama Islam bendjing, aganti agama kawruh …”
Kutipan lain yang sangat disukai oleh grup-grup semacam itu dari Serat Dharmogandul adalah “Klawan Paduka sang Nata, wangsul maring sunya ruri, mung kula matur petungna, ing benjang sak pungkur mami, yen wus prapta kang wanci, jangkep gangsal atus tahun, wit ing dinten punika, kula gantos kang agami, gama Buda kula sebar tanah Jawa”.
Dengan merujuk Serat Dharmogandul yang sangat digandrungi sebagai bacaan kontra Islam Jawa itu, terus menerus direproduksi dan diulang-ulang, yang bermuara pada penancapan akan muncul zaman kehancuran Islam Jawa dan munculnya agama kawaruh, agama budi. Bagi yang hanya berhenti membaca dengan dan dari Serat Dharmogandul, jelas akan terjebak dalam lingkaran kontra Islam Jawa.
Akan tetapi bagi mereka yang kritis akan mencari dari rujukan lebih awal daripada Serat Dharmogandhul ketika mengeksploitasi ramalan Sabdo Palon, yaitu dari Jangka Jayabaya Sabdo Palon. Dalam Jangka JayaBaya Sabdo Palon itu justru menggambarkansebaliknya dari para pengekor Serat Dharmogandul.
Dalam Jangka Jaya Baya Sabdo Palon disebutkan begini: Thathit kliweran ing nusa Jawa, pratandhane wong nuduhna, sampurnakna agamane, yeku agama rasul, anyebarna Islam Sejati, duk jaman Brawijaya, ingsun datan purun, angrasuk agama Islam, marga ingsun uninga agama niki, nlisir saking kang nyata. Dalam kata-kata yang lain Sabdo Palon mengatakan: Sampurnakna agamane, yeku agama Rasul, Islam kang sejati… Ngelingana he pra umat sami, yen sira tan ngetut kersaning wang, yekti abot panandhange, ingsun pikukuhipun, nuswantara ing saindenging.
Dalam kutipan-kutipan ini justru Sabdo Palon yang masih belum Islam itu akan masuk Islam, manakala Islam sudah dijalankan dengan benar, Islam sejati. Lalu kenapa terjadi distorsi? Kenapa Sabdo Palon diinterpretasikan membuat ramalan hancurnya Islam Jawa dan diganti dengan agama budhi, agama kaweruh, yang merujuk pada Serat Dharmogandhul? Ini menunjukkan adanya pertarungan pengetahuan, dan adanya upaya menggiring masyarakat Jawa awam dan para pemirsa budaya Jawa yang tanggung dengan merujuk Sabdo Palon dari Serat Dharmogandul.
Pertarungan Belum Selesai
Di sinilah, tampak sekali hubungan secara tidak langsung bahwa pertarungan itu berlanjut dalam perwujudan kontemporernya. Lingkaran-lingkaran yang memainkan fantasi hancurnya Islam Jawa itu, dengan keluarnya Sabdaraja yang berimplikasi mendirikan Kraton baru Mataram purba, memperoleh kanalisasinya. Tetapi angka 500 tahun dalam serat Dharmogandul sudah terlewati, dan itu menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam fantasi ramalan yang dibuat di dalamnya, justru dengan adanya Sabdaraja yang sudah melewati angka 500 tahun itu.
Kalau demikian, kepentingan apakah ini? Serat Dharmogandul, yang sangat kontra terhadap Islam Jawa memiliki tendensi yang sangat buruk terhadap Islam Jawa dalam menceritakan keruntuhan Majapahit, dan memperoleh tujuan-tujuannya dalam mengarahkan Jawa untuk berhadapan dengan Islam. Tendensi itu digunakan untuk mempengaruhi massa awam Jawa yang gandrung dengan Jawa. Tujuan yang sebenarnya adalah untuk memisahkan Jawa dan Islam. Lalu, siapakah yang akan mengambil untung dari pemisahan ini?
Saya memperoleh kode dalam kutipan Serat Dharmogandhul, yang isinya di antaranya ada yang menyinggung: Lamun seneng bukti, woh wit kadjeng kawruh, Anyebuta asmane Djeng Nabi, Isa kang kinaot, mituruta Gusti agamane (Jika suka dengan bukti, buah pohon kayu pengetahuan, sebutlah nama beliau Nabi Isa yang termuat, turutilah agamanya). Kutipan ini adalah kode sangat samar, yang menandaskan Serat Dharmogandul ini ditulis oleh mereka yang berkepentingan mengaitkan dengan agama Nabi Isa. Bahwa yang dieksploitasi sedemikiran rupa adalah Jawa dan agama kaweruh, adalah strategi untuk memisahkan Jawa dan Islam, agar dapat diterima di kalangan awam Jawa dan cendekiawan Jawa tanggung. Setelah itu kelompok ini akan mudah masuk ke dalam pengetahuan dan masyarakat Jawa.
Dengan menyinggung agama Nabi Isa, maka sudah jelas, serat ini lahir pada zaman misi zending sedang bergeliat hebat. Hal ini juga menjadi masuk akal ketika Belanda dan para tokoh missi agama Nabi Isa ini, mendirikan Lembaga Bahasa Jawa. Namanya Instituut voor de Javaansche Taal (Lembaga Bahasa Jawa), didirikan pada 27 Februari 1832 di Surakarta. LBJ didirikan oleh JF Carl Gericke, utusan zending dari Netherlands Zending Genootschap (NZG). Dari sinilah rekonstruksi Jawa dilakukan, dan dampaknya bisa dilihat sampai sekarang dalam kajian-kajian dan kebijakan-kebijakan missi yang sangat mempribumi, yang melibatkan pertarungan pengetahuan.
Lalu, tidakkah para cendekiawan Islam Jawa atau muslim Jawa segera sadar, bahwa Sabdaraja adalah bagian dari pertarungan ini?
Yogyakarta, 29 Mei 2015
Sumber:
Serat Jangka Jayabaya Sabdo Palon
Serat Dharmogandul
Bambang Noorsena. Menyongsong Sang Ratu Adil: Perjumpaan Iman Kristen dan Kejawen.
G. W. J. Drewes. The Struggle Between Javanism and Islam as Illustrated by the Serat Dermagandul.
Hari Soewarno. Ramalan Jayabaya Versi Sabda Palon.
Dll.
(Isi di luar tanggungjawab peng-upload)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H