Mohon tunggu...
Maulana Rajabasa
Maulana Rajabasa Mohon Tunggu... -

Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan. Mari berdiskusi untuk memperbaiki situasi. Sebagai sebuah dedikasi untuk membangun negeri ini.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kekasaran Fundamentalis Kasebul di Keraton Mataram Islam Perlu Dijewer

18 Mei 2015   13:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:52 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Seri kedua)

Oleh: Kyai Noto Sabdo Nderek Sunan Kali

(Tulisan ini dikirim lewat kurir ke redaksi Save Mataram Islam)

Assalamungalaikum

Salam waras sederek sedoyo. Saya berterimakasih kepada semua orang, terutama penganut Islam Jawa atas apresiasinya terhadap tulisan saya sebelumnya, Soal Menebak Sabdaraja Sultan HB X dan J. Kristiadi. Dalam tulisan saya itu, saya telah menyebutkan bahwa pertarungan kultural di dalam kraton Mataram, terjadi antara para fundamentalis Kasebul dan kalangan muslim Jawa. Kalangan muslim Jawa semakin terdesak, dan sebagian yang tidak kuat, kemudian beralih haluan. Keterdesakan ini dipicu oleh Fundmentalis Kasebul, yang kuat baik dari sudut dana ataupun cantelan kekuasaan yang bermain secara kasar, yaitu di sekitar permaisuri Kraton.

Merespon fenomena itu, dan masih berkaitan dengan Sabdaraja itu, beberapa waktu lalu, tepatnya hari Minggu (17 Mei 2015), di tugu Golong Gilik Jogjakarta, kembali JNM (Jamaah Nahdliyin Mataram) menggelar acara. Kali ini bertajuk Ruwatan Bumi Mataram dan Mendoakan Sri Sultan Hamengku Buwono X (bukan Bawono). Dalam pernyataannya, pada item 3, JNM  menjelaskan: Mengajak secara baik-baik kepada kelompok jaringan tertentu yang ingin menjadikan mataram Islam-Jawa diubah fondasinya sebagai Mataram yang bukan Islam-Jawa, untuk segera kembali ke jalan yang benar sesuai dengan dunia batin dan sejarah kraton Mataram; untuk segera menempuh jalan berbudi dengan tidak mengkhianati persahabatan; dan untuk segera bersama kembali menjaga  keharmonisan yang telah terjalin baik selama ini.

Dengan tepat JNM mampu mengendus kekuatan yang ada di Kraton. Tentu JNM memiliki informasi yang cukup untuk sampai pada kesimpulan demikian. Ini cocok dengan apa yang telah saya tulis dalam Menebak Sabda Raja Sultan Hamengku Buwono X dan J. Kristiadi. Hanya JNM tidak secara eksplisit menyebutkan siapa kelompok itu.

Merujuk tulisan saya sebelumnya, dan informasi yang saya terima dari para desertir Kasebul, kelompok itu adalah para fundamentalis Kasebul di kalangan Katholik. Mereka ini, berkepentingan hilangnya Keraton Mataram yang bersandarkan pada Islam Jawa, yang hal ini sebenarnya tidak disetujui oleh para intelektual Katholik lain yang baik.

Fenomena ini juga belum diungkap dalam tulisan Ninoy Karundaeng, yang menganalisis Sabdaraja, dalam tulisan Sabda HB X Akhiri Mataram., dawuh Allah dan ambisi GKR Hemas (Kompasiana.com, 9 Mei 2015). Meski begitu Ninoy dengan telak menyebutkan ambisi kekuasaan Tatik Drajad (adalah nama permaisuri sebelum bergelar GKR Hemas) yang memang sangat kuat, yang mensyaratkan menjadi permaisuri kraton ketika menjadi istri Sultan itu, bisa menjembatani untuk melihat hapusnya Mataram Islam ini. Lingkaran fundamentalis Kasebul yang bersandarkan pada sang permaisuri inilah yang menjadi kelompok kepentingan kuat, terutama dari segi dana. Lingkaran ini, dengan tidak malu-malu, dapat dibaca misalnya dalam diskusi (13/5/2015) di gedung Dewan DPD Jakarta. Jaringan ini, lewat J. Kristiadi yang juga menjadi salah satu rujukan pembicara di situ; ditambah Paulus Yohanes Sumino, menjadi pengartikulasi dari kelompok ini. Bahkan Paulus Yohanes Sumino mengkritik dengan keras mereka yang ingin menjelaskan Sabdaraja dan tidak mau menerimanya, dan dia menyumpahinya: Kalau begitu bisa kualat nanti (m.suara.com., 13 Mei 2015).

Sungguh aneh, sebuah Mataram Islam, ketika didiskusikan di DPD tidak ada representasi dari kalangan muslim Jawa. Itu saja sudah menjelaskan kuatnya arus ini dan kekasarannya dalam bermain. Mestinya, permainan dari kalangan fundamentalis Kasebul ini tidak vulgar begini, karena ini benar-benar melukai kalangan muslim Jawa yang toleran, dan khususnya menjadi penyangga bumi alas Mentaok. Tampaknya mereka ini sudah kesurupan  setan, sehingga bermimpi bahwa dalam jangka panjang antara 50-100 tahun Jawa sudah bisa menjadi Katholik dengan cara inkulturasi, yang keyakinan itu juga dipicu oleh kuatnya basis kultural di gunung gunung dan perbukitan di sekitar bumi Mataram. Mereka dalam jangka itu ingin dikenal para pahlawan Katholik Jawa.

Di tengah eksistensi Kraton Mataram di alam demokrasi dan berintergrasi dengan Republik, mudah sekali untuk menjelaskan bahwa cara-cara fundmentalis Kasebul ini sangat vulgar dan kasar. Andai Kraton Yogyakarta masih memiliki persenjataan lengkap, seperti jaman dulu, fantasi mereka untuk menghapus  Kraton Mataram Islam yang berbasis Islam Jawa ini, mungkin akan dibarengi dengan pertumpahan darah. Tetapi mereka menyadari situasi zaman sekarang berubah dan kraton tidak memiliki penopang itu. Dan yang penting, bagaimana mengambil simbol Mataram Islam dari tangan muslim Jawa.

Peperangan ini bagi mereka telah menang manakala simbolnya berhasil direbut dengan penghapusan Kraton Mataram. Akan tetapi, justru di sinilaah letak blundernya para fundamentalis Kasebul itu. Mereka mengira kalau sudah melakukan hal itu pasti akan menang, apalagi dengan mendapat cantelan kekuasaan yang kuat lewat permaisuri.

Dunia Jawa Islam tidak sesederhana itu. Apalagi mereka benar-benar ditantang oleh JNM (Jamaah Nahdliyin Mataran), yang menyebut mereka mengkhinati persahabatan, memanfaatkan ide-ide toleransi secara baik, tetapi menusuk dan membegal dari belakang. Informasi yang saya terima dari informan di JNM, bahwa sejak kasus ini, mereka akan mulai mundur selangkah. Tidak akan lagi bersifat aktif dalam kerjasama dangan mereka. Ini juga tergantung bagaimana kalangan Katholik yang baik dan bukan bagian dari Kasebul merehabilitasi ini. Silahkan mereka berhadapan sendiri dengan kelompok garis keras Islam di berbagai front.

Orang-orang JNM membedakan antara toleransi sebagai kejujuran yang harus diperjuangkan, dan toleransi yang dimanfaatkan Fundamentalis Kasebul ini untuk tujuan politik-ekonomi jangka panjang. Dan, yang terakhir ini, bagi JNM membahayakan keseimbangan sosial. Kalau ini dibiarkan, tentu peringatan yang diberikan dalam statemen-statemen JNM, tidak bisa dianggap remeh. Apalagi jelas, JNM tidak ikut campur soal pertarungan suksesi Kraton, dan JNM sendiri mempersilahkan: Sultannya bisa laki-laki atau perempuan.

JNM juga tidak menjadi bagian dari adik-adik Sultan, dan karenanya JNM tidak satu garis dengan KH. Abdul Muhaimin dan kelompok muslim yang berada di blok adik-adik Sultan yang berurusan dengan suksesi.  Hanya saja, satu hal, kalipatullah yang menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia Jawa Islam, jangan dihilangkan. Dan ini telah dihapuskan, yang oleh JNM telah digali informasinya, ada kelompok kekuatan tertentu di belakangnya. Siapakah mereka yang dianggap sebagai para fundamentalis Kasebul, yang secara vulgar bermain politik di kraton ini, dan memperoleh cantelah dengan permasiuri yang kuat ini?

Infromasi yang saya peroleh dari para desertir Kasebul dan para aktivis pegiat toleransi di Yogyakarta, menyebutkan suatu yang gamblang. Mereka ini ternyata ada di dalam lingkaran Methodius Kusumahadi (yang biasa disebut dengan Pak Met), dengan penasehat-pnasehat spiritualnya dari Katholik Kasebul, seperti Romo T, yang bersimbisosis dengan para Kasebul di Jakarta dan lingkaran di Jogja-Jateng. Mereka ini yang mengorganisir dan memiliki dana kuat, yang sangat berpengaruh dan dekat dengan permaisuri.

Jadi, tidak semua orang Katholik ada di lingkaran ini, karena di kalangan Katholik juga ada orang-orang yang baik, dan ini bagi saya clear. Oleh karena itu, fenomena ini mestilah menyadarkan orang-orang Katholik yang baik, agar menjewer sekeras-kerasnya kepada lingkaran Fundamentalis Kasebul ini. Agar masa depan dan harmoni yang selama ini terjalin di antara orang Katholik dan Muslim Jawa tidak mengalami keretakan. Kalau mereka tidak mau menjewer sekaras-kerasnya, akan dapat disalahartikan dan ini tidak baik dalam kerjasama yang selama ini telah terjalin, dan dalam hal ini kelihatannya JNM (yg setau saya di belakangnya ada ormas terbesar di Indonesia yaitu NU) tidak akan tinggal diam dan main-main dengan ancamannya.

Walhamdulillah. Mugi Gusti Allah paring ridho lan kekiyatan.

Wassalamungalaikum.

Yogyakarta, 18 Mei 2015. [Kyai Noto Sabdo Nderek Sunan Kali]

Isi diluar tanggungjawab peng-upload.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun