Peperangan ini bagi mereka telah menang manakala simbolnya berhasil direbut dengan penghapusan Kraton Mataram. Akan tetapi, justru di sinilaah letak blundernya para fundamentalis Kasebul itu. Mereka mengira kalau sudah melakukan hal itu pasti akan menang, apalagi dengan mendapat cantelan kekuasaan yang kuat lewat permaisuri.
Dunia Jawa Islam tidak sesederhana itu. Apalagi mereka benar-benar ditantang oleh JNM (Jamaah Nahdliyin Mataran), yang menyebut mereka mengkhinati persahabatan, memanfaatkan ide-ide toleransi secara baik, tetapi menusuk dan membegal dari belakang. Informasi yang saya terima dari informan di JNM, bahwa sejak kasus ini, mereka akan mulai mundur selangkah. Tidak akan lagi bersifat aktif dalam kerjasama dangan mereka. Ini juga tergantung bagaimana kalangan Katholik yang baik dan bukan bagian dari Kasebul merehabilitasi ini. Silahkan mereka berhadapan sendiri dengan kelompok garis keras Islam di berbagai front.
Orang-orang JNM membedakan antara toleransi sebagai kejujuran yang harus diperjuangkan, dan toleransi yang dimanfaatkan Fundamentalis Kasebul ini untuk tujuan politik-ekonomi jangka panjang. Dan, yang terakhir ini, bagi JNM membahayakan keseimbangan sosial. Kalau ini dibiarkan, tentu peringatan yang diberikan dalam statemen-statemen JNM, tidak bisa dianggap remeh. Apalagi jelas, JNM tidak ikut campur soal pertarungan suksesi Kraton, dan JNM sendiri mempersilahkan: Sultannya bisa laki-laki atau perempuan.
JNM juga tidak menjadi bagian dari adik-adik Sultan, dan karenanya JNM tidak satu garis dengan KH. Abdul Muhaimin dan kelompok muslim yang berada di blok adik-adik Sultan yang berurusan dengan suksesi. Â Hanya saja, satu hal, kalipatullah yang menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia Jawa Islam, jangan dihilangkan. Dan ini telah dihapuskan, yang oleh JNM telah digali informasinya, ada kelompok kekuatan tertentu di belakangnya. Siapakah mereka yang dianggap sebagai para fundamentalis Kasebul, yang secara vulgar bermain politik di kraton ini, dan memperoleh cantelah dengan permasiuri yang kuat ini?
Infromasi yang saya peroleh dari para desertir Kasebul dan para aktivis pegiat toleransi di Yogyakarta, menyebutkan suatu yang gamblang. Mereka ini ternyata ada di dalam lingkaran Methodius Kusumahadi (yang biasa disebut dengan Pak Met), dengan penasehat-pnasehat spiritualnya dari Katholik Kasebul, seperti Romo T, yang bersimbisosis dengan para Kasebul di Jakarta dan lingkaran di Jogja-Jateng. Mereka ini yang mengorganisir dan memiliki dana kuat, yang sangat berpengaruh dan dekat dengan permaisuri.
Jadi, tidak semua orang Katholik ada di lingkaran ini, karena di kalangan Katholik juga ada orang-orang yang baik, dan ini bagi saya clear. Oleh karena itu, fenomena ini mestilah menyadarkan orang-orang Katholik yang baik, agar menjewer sekeras-kerasnya kepada lingkaran Fundamentalis Kasebul ini. Agar masa depan dan harmoni yang selama ini terjalin di antara orang Katholik dan Muslim Jawa tidak mengalami keretakan. Kalau mereka tidak mau menjewer sekaras-kerasnya, akan dapat disalahartikan dan ini tidak baik dalam kerjasama yang selama ini telah terjalin, dan dalam hal ini kelihatannya JNM (yg setau saya di belakangnya ada ormas terbesar di Indonesia yaitu NU) tidak akan tinggal diam dan main-main dengan ancamannya.
Walhamdulillah. Mugi Gusti Allah paring ridho lan kekiyatan.
Wassalamungalaikum.
Yogyakarta, 18 Mei 2015. [Kyai Noto Sabdo Nderek Sunan Kali]
Isi diluar tanggungjawab peng-upload.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H