Penulis : Maulana Mujahid
Prodi : Ilmu Hadis
Instansi : IAIN KUDUS
Museum gusjigang dikelola resmi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dibawah naungan Pemerintah Kabupaten Kudus. Museum yang terletak diJalan Sunan Muria No.33 ini menyimpan berbagai jenis manuskrip Alqur’an kuno, dan diantaranya terdapat manuskrip Alqur’an yang telah berusia 3 abad. Dan selanjutnya museum ini berada dilantai 2 kompleks museum jenang kudus. Kemudian gedung ini bernama Gusjigang X-Building. Konsep gedung ini, “Dari kudus menyapa peradaban dunia “. Sedangkan lantai 1 merupakan outlet jenang kudus mubarok, Pusat oleh-oleh khas kudus, Jawa tengah.
Masuk ke museum Gusjigang X-Building cukup dengan membayar 10 ribu rupiah perorang. Saya dan kawan-kawan prodi ilmu hadis IAIN KUDUS , Datang kesana pada hari senin, 8 Mei 2023/18 Syawal 1444 H dalam acara study tour.
Falsafah “Gusjigang” (Bagus, Ngaji, Dagang) dari Sunan Kudus. Koleksi-koleksi Al Qur’an yang ditulis diatas lontar kulit Sapi kertas dan Qur’an Istambul Turki yang super Mini. Masyarakat Kudus punya falsafah hidup gusjigang akronim dari “Bagus, Ngaji, Dagang.”
Bagus akhlaknya, pintar mengaji, terampil berdagang (Enterpreneurship). Dari “Gusjigang “terdapat beberapa karakter turunan. “ “Bagus” Meliputi : Jujur, Toleran, Disiplin, Tanggung jawab, peduli dan Sosial. “Ngaji” meliputi : Rasa ingin tahu (terutama masalah-masalah agama) dan gemar membaca. “Dagang” berhubungan dengan kerja keras, mandiri, kreatif dan inovatif. Koleksi mushaf mini stambul tersebut didapat dari kolektor di Jombang, Jawa Timur. Mushaf ini ditempatkan di dekat mushaf akbar sesuai namanya, mushaf ini dibuat di istanbul, turki. Mushaf stanbul hampir bisa dipastikan adalah cetakan, bukan tulisan tangan, semua bahannya terbuat dari kertas kuno yang dirangkai seperti tasbih. Covernya terbuat dari bahan kulit, sesuai dengan zaman tersebut. Warna tulisannya bermacam-macam ada yang berwarna kuning keemasan, merah, dan hitam. Dimensi Al-Qur’an 30 juz ini memiliki panjang 25 cm, lebar 2 cm, dan 2 cm.
Manuskrip ini ditulis di atas daun lontar. Muhammad kirom, marketing manager mubarokfood, menjelaskan, “Manuskrip Al-Quran daun lontar ini telah berusia 300 tahun berasal dari kolektor asli salatiga, kemudian diserahkan ke museum gusjigang kudus. Tentu dengan biaya pengganti yang tidak murah. Manuskrip Al-Quran 30 Juz dari daun lontar ini tergolong unik dan langka. Masih dalam kondisi utuh.”
Tulisan di manuskrip ini menggunakan “pengutik”, logam jarum yang dipanaskan, yang biasanya dipakai untuk menulis aksara kawi. Rangkaian ayat ditulis diatas helaian panjang daun lontar kering yang kemudian helaian daun ditautkan dengan tali atau sejenis benang. Helaian daun yang tertaut, terbentuk persis rajut seperti lembaran-lembaran yang kemudian dirajut dengan benang untuk menghasilkan sebuah manuskrip Al-Quran daun lontar utuh. Sampul manuskrip ini sangat kuat, terbuat dari pelepah batang pohon lontar.
Menurut riwayat, manuskrip ini dibuat atas dawuh kyai sepuh pada masanya, sebagai syarat kelulusan santri.
Selnjutnya membutuhkan effort lebih untuk menganalisis aspek filologi manuskrip ini. Rasm tidak bisa diidentifikasi dengan mudah, namun terlihat bahwa manuskrip ini ditulis tanpa harakat. Setiap helain daun lontar terdiri dari tiga baris. Dalam satu lembar, rata-rata terdiri dari 15 helai daun lontar.
Lembaran manuskrip daun lontar terlihat warna coklat muda yang sudah kusam seiring usia manuskrip tersebut. Tulisannyapun sudah mulai memudar, sehingga sangat sulit untuk diidentifikasi.
Daun lontar memiliki serat yang kuat ditambah dengan proses pembuatannya sebagai media manuskrip, membutuhkan waktu yang tidak singkat. Dari proses pemetikan, penyucian, pengeringannya hingga terbentuk lembaran siap di gunakan bisa membutuhkan waktu berbulan-bulan hampir setahun.
Bagi teman-teman yang ingin berkunjung di Museum Gusjigang bisa langsung datang ke tempatnya sesuai alamat di atas, Kemudian pada hari biasanya rata-rata pengunjung di museum gusjigang mencapai sekitar 100-200 pada setiap harinya. Saya dan kawan-kawan merasa senang dapat memetik hikmah tentang manuskrip di museum Gusjigang Kudus.