Mohon tunggu...
Maulana Hasanudin
Maulana Hasanudin Mohon Tunggu... Wiraswasta - LBH Bintang Muda Indonesia - Program Magister Hukum Pascasarjana Universitas Galuh Ciamis

Legal Research-Konsultant

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Keterbukaan Informasi Publik: Mencegah Korupsi, Meningkatkan Demokrasi

15 Oktober 2020   20:17 Diperbarui: 15 Oktober 2020   20:24 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perkembangan zaman telah memberikan dialektika kehidupan yang tidak statis, sangat dinamis, terus bergerak melalui gagasan pembaharuan dan perubahan dalam setiap aspek kehidupan zaman, dimana perhelatan sejarah telah membuktikannya. 

Era dimana zaman telah merasakan suatu keterbatasan telah berubah menjadi era tanpa batas, ketertutupan bergerak melakukan pembaharuan menjadi keterbukaan, era kegelapan yang berevolusi menuju zaman keemasan, dimana semua berada pada genggaman tangan. 

Perkembangan zaman ini berkat kerja keras umat manusia yang tiap harinya selalu memunculkan penemuan-penemuan baru yang dapat mengubah dunia.

Di era globalisasi akses terhadap segala informasi sangat terbuka. Terbukanya informasi untuk publik merupakan jantung dari konsistensi mutu suatu demokrasi dan merupakan jaminan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, serta instrumen untuk mengukur sejauh mana pemerintah bebas dari korupsi. 

Urgensi keterbukaan informasi publik telah mendorong terciptanya Undang- Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Untuk kepentingan implementasi terhadap UU ini telah dibentuk Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2010 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik dengan berpijak pada Kontitusi sebagai norma dasar yakni UUD NRI 1945 Pasal 28F. 

Keterbukaan Informasi Publik merupakan suatu upaya besar menjamin hak konstitusional rakyat dan membuka culture of secrecy dimana    diketahui "penyelewengan menjadi lebih aman" ketika masih ada culture of secrecy.

Keterbukaan Informasi Sarana Pencegahan Korupsi

Korupsi adalah sebuah kejahatan extra ordinary yang terbukti telah membawa dampak luar biasa dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 

Korupsi telah masuk menggerogoti sendi-sendi kehidupan demokrasi dan secara sistematis terlembaga dari tingkat bawah (desa) sampai dengan elite di tingkat pusat. Pada tanggal 25 Januari 2017, International Transparency menyampaikan laporan tahunan tentang pemberantasan korupsi yang dilakukan 176 negara, dalam Indeks Prestasi Korupsi menempatkan Indonesia di peringkat ke 90 dengan skor 37. (Transperancy International:2017). 

Dari sisi skor ada kenaikan satu poin dari 36 menjadi 37, tetapi dari sisi rangking terjadi penurunan dua tingkat dari 88 menjadi 90. Ini menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi negara koruptif dengan penilaian yang sangat rendah yaitu 37 poin.

Mengapa demikian? Bukankah penegakan hukum melalui pembentukan substansi hukum (regulasi) dan pembentukan struktur hukum
melalui Kepolisian, Kejaksaan bahkan KPK telah diupayakan secara maksimal?   

Tapi mengapa korupsi semakin melembaga? Kenyataannya, hal itu seperti jauh panggang dari api. Korupsi tetap menjadi budaya, dan bahkan semakin menggurita.

Seorang peneliti dari International Transparency, Fin Heinrich menyatakan bahwa, "Dibutuhkan upaya serius dari pemerintah untuk menangani masalah korupsi sampai pada akarnya. 

Pemerintah perlu melakukan reformasi fundamental, dengan memaparkan secara terbuka hubungan sektor pemerintah dan bisnis, buka semua informasi kepada publik". (VOA Indonesia, 2017).

Pernyataan ini menunjukkan bahwa, pembentukan hukum dan penegakan hukum saja masih belum cukup untuk mengatasi persoalan korupsi di Indonesia.

Perlu keterbukaan informasi publik sebagai bentuk pertanggungjawaban hukum, moral dan sosial, karena korupsi sangat berkaitan erat dengan sektor usaha dan bisnis. 

Banyak suap dan gratifikasi yang dilakukan oleh para pelaku bisnis dan menjadi iming-iming bagi para birokrat agar birokrasi terbeli. Karena ketertutupan akan memberikan ruang bebas bagi mengguritanya praktik korupsi. 

Namun, beda halnya dengan keterbukaan yang akan menutup ruang bagi praktik korupsi itu sendiri, sehingga mampu mencegah perilaku koruptif di masyarakat. 

Francis Fukuyama dalam bukunya "The End of History" menyatakan bahwa keterbukaan informasi adalah tuntutan sejarah dan keniscayaan evolusi. 

Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan good governance dan menjadi indikator pemerintahan yang demokratis dan bersih dari praktik korupsi. 

Oleh karena itu, upaya pembersihan dari praktik korupsi tidak hanya dilakukan dengan upaya represif. Kebijakan penanggulangan pidana dapat dilakukan melalui dua kebijakan, yaitu kebijakan non penal dan kebijakan penal.

Keterbukaan informasi publik adalah salah satu kebijakan non penal sebagai upaya antisipasi preventif untuk mencegah terjadinya praktik korupsi. Komisi Informasi Pusat dan Daerah, agar dapat mengambil peran sentral sebagai garda terdepan dalam mengumpulkan informasi, memverifikasi dan mempublikasikan kepada masyarakat dengan benar dan tepat setiap kasus korupsi yang ada.

Keterbukaan Informasi Publik Jaminan Negara Demokrasi  yang Berkualitas

Pernyataan Indonesia sebagai Negara Demokrasi secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945: Kedaulatan berada  di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. 

Istilah demokrasi berawal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan. Yang mana bila digabungkan, artinya adalah kekuasaan rakyat, maka berarti Istilah demokrasi ini telah dikenal sejak abad ke-5 SM, yang pada mulanya merupakan bentuk reaksi terhadap kediktatoran negara, negara Yunani kuno (Masykuri Abdillah, 1999:71).

Menilik ke belakang sebelum adanya UU Keterbukaan Informasi Publik ketiadaan aturan yang melindungi hak-hak publik, maupun pejabat informasi publik, maka praktis berkaitan dengan informasi publik amat bergantung pada kemurahan hati para pejabat. Sebab itulah bila publik meminta informasi kemudian ditolak, praktis tidak ada hak untuk banding terhadap penolakan tersebut. 

Padahal dalam perspektif governability Negara dituntut untuk mampu memberikan fungsi secara efektif dan efisien tanpa mengesampingkan prinsip-prinsip demokrasi. (Gabriel Lele: 2009)

Demokrasi dan partispasi masyarakat ibarat dua sisi mata uang yang saling melekat. Semakin rendah daya partisipasi maka cita demokrasi semakin tak berarah. 

Ann Florine penulis buku The Coming Democracy  :  New Rules For  Running a  New World (diterbitkan  Island  Press,  2003) mengatakan keterbukaan merupakan komponen esensial dalam demokrasi dan menjadi bagian pemberdayaan sebuah masyarakat dimana salah satu didalamnya adalah keterbukaan informasi publik dan hal ini merupakan mantra sakti bagi negara yang sedang berjuang menjadi demokratis.

Penyelenggaraan good governance di negara demokrasi didasarkan pada amanat rakyat. Pelaksanaan penyelenggaraan negara bertanggungjawab kepada rakyat. 

Masyarakat sebagai pemilik kedaulatan memiliki hak untuk memperoleh informasi atas segala hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara sekaligus memiliki kewajiban untuk mengawasi pemegang kedaulatan rakyat dan pemerintah sebagai pelaksana dari kedaulatan rakyat. 

Dengan demikian, keterbukaan informasi publik  sejalan dengan  prinsip-prinsip  demokrasi,  dimana rakyat  bebas  menentukan dan  menilai kebijaksanaan negara yang menentukan kehidupan rakyat. (Mahfud M.D., 2000 : 20). 

Maka dari itu, sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk membuka ruang bagi rakyat berpartisipasi aktif dalam ruang demokrasi dan pemerintahan melalui keterbukaan informasi publik, yang dikawal langsung oleh Komisi Informasi Pusat sebagai pengawal kedaulatan rakyat dalam memperoleh kedaulatan informasi publik.

Keterbukaan informasi merupakan hak dari masyarakat yang telah dijamin konstitusi. Lahirnya UU 14 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menjadi pintu masuk era keterbukaan informasi dengan mengedepankan prinsip akuntabilitas yang tinggi. 

Pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas demokrasi akan teraktualisasi nyata apabila keterbukaan informasi publik dilaksanakan konsekuen dan berkelanjutan. Sehingga mampu menciptakan struktur dan kultur masyarakat yang terbuka, bertanggungjawab, harmonis, humanis dan demokratis. 

Sebagai perwujudan dukungan pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia melalui keterbukaan informasi publik untuk mewujudkan good governance diperlukan upaya yang sistematis dalam pengadaan sarana prasarana, peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan serta pelatihan yang berkualitas dan tuntas, penggalangan komitmen bersama antar lembaga negara di semua tingkatan, memaksimalkan peran Komisi Informasi Pusat dan Daerah dalam peningkatan keterbukaan informasi publik melalui memasyarakatkan Komisi Informasi kepada seluruh elemen masyarakat.

#MH 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun