Menghadapi Tantangan Identitas: Peran ITPM di Era Agile
Manajemen proyek dalam pengembangan Information System (IS) yang gesit telah mengalami transformasi signifikan seiring dengan semakin populernya metodologi agile. Berdasarkan artikel oleh Mueller et al. (2024), para Information Technology Project Manager (ITPM) kini harus beradaptasi dengan peran baru yang penuh dengan ketegangan identitas di tengah transisi dari struktur tata kelola tradisional ke pendekatan gesit.Â
Artikel ini mengungkapkan bahwa sekitar 86% fungsi pengembangan perangkat lunak telah mengadopsi prinsip dan praktik agile, sementara 94% organisasi mengklaim mempraktikkan agile dalam beberapa bentuk (Digital.ai, 2021). Meskipun data ini mencerminkan penerimaan luas terhadap agile, ada keraguan yang terus berkembang tentang relevansi dan keberlanjutan peran ITPM dalam lingkungan kerja yang didominasi oleh tim otonom dan swakelola.
Penelitian ini menggarisbawahi ketegangan identitas yang dihadapi oleh ITPM yang bekerja dalam pengaturan proyek hibrida. Di satu sisi, ITPM tetap bertanggung jawab kepada manajemen puncak untuk memastikan pencapaian tujuan proyek, seperti kepatuhan anggaran dan ketepatan waktu. Namun, di sisi lain, mereka harus berhadapan dengan tim ISD (Information Systems Development) gesit yang memiliki otonomi penuh dalam pengambilan keputusan sehari-hari.Â
Penulis artikel ini menggunakan teori identitas peran untuk mengidentifikasi aktivitas pekerjaan identitas yang dilakukan oleh ITPM untuk menavigasi ketegangan ini. Di tengah ketidakjelasan ini, ITPM berfungsi sebagai "boundary spanners" yang harus menjembatani kesenjangan antara struktur tata kelola tradisional dan gesit untuk mendorong transformasi digital.
Situasi ini menjadi semakin menantang mengingat kenyataan bahwa ITPM sering kali tidak memiliki deskripsi peran yang jelas dibandingkan dengan anggota tim gesit lainnya, seperti Scrum Master (SM) atau Product Owner (PO), yang memiliki tanggung jawab yang jelas dan tugas yang pasti. Kekosongan peran ini menciptakan ketidakpastian dan ketegangan yang bisa berdampak negatif pada kinerja proyek dan kesejahteraan individu ITPM. Dalam artikel ini, para penulis menyarankan pentingnya memahami bagaimana ITPM menghadapi ketegangan ini dan mengembangkan strategi yang lebih baik untuk mendukung mereka dalam lingkungan yang terus berubah.
###
Â
Ketegangan identitas peran yang dialami oleh Information Technology Project Manager (ITPM) dalam konteks pengembangan sistem informasi gesit adalah refleksi dari perubahan mendasar dalam cara organisasi beroperasi dan mengelola proyek. Di satu sisi, ITPM bertanggung jawab terhadap manajemen puncak untuk memberikan laporan kemajuan, kepatuhan anggaran, dan penyampaian hasil sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Namun, dalam lingkungan tim gesit yang otonom, peran ini menjadi ambigu dan sering kali tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dasar agile yang menekankan kolaborasi tim tanpa hierarki yang jelas.
Data dari artikel Mueller et al. (2024) menunjukkan bahwa ketegangan ini diperparah oleh ekspektasi manajemen puncak yang tetap mengharapkan laporan berkala dari ITPM, meskipun dalam lingkungan yang sangat gesit. Ini menciptakan situasi "in-betweenness," di mana ITPM diharapkan untuk beroperasi secara simultan dalam dua logika tata kelola yang berbeda. Dalam kasus seperti ini, 70% dari ITPM yang diwawancarai merasa peran mereka diabaikan atau diartikan secara keliru oleh anggota tim gesit dan manajemen senior, yang sering kali menimbulkan friksi di antara kedua kelompok tersebut (Mueller et al., 2024).
Selain itu, menurut penelitian Digital.ai (2021), 86% dari fungsi pengembangan perangkat lunak telah mengadopsi prinsip dan praktik agile. Namun, adaptasi ini tidak serta-merta menghilangkan peran ITPM. Sebaliknya, peran mereka menjadi lebih kompleks karena harus menjembatani kesenjangan antara struktur yang gesit dengan struktur tradisional.Â
Artikel ini mengungkapkan bahwa beberapa ITPM mencoba membentuk identitas peran baru dengan mengurangi keterlibatan mereka dalam kegiatan operasional sehari-hari dan lebih fokus pada peran fasilitator yang menghubungkan manajemen puncak dengan tim gesit. Mereka memfasilitasi komunikasi, memastikan manajemen atas memahami dinamika tim gesit, dan pada saat yang sama, melindungi tim dari tuntutan yang tidak sesuai dengan prinsip agile.
Sebaliknya, beberapa ITPM memilih untuk mempertahankan identitas peran mereka yang lama, dengan tetap memegang kendali penuh atas tugas-tugas tradisional seperti distribusi tugas dan pelaporan. Mereka berargumen bahwa pengurangan peran mereka dalam proyek justru dapat menyebabkan hilangnya fokus dan akuntabilitas, yang pada akhirnya dapat merugikan proyek itu sendiri. Bahkan, ada ITPM yang menganggap transformasi ini sebagai "penurunan pangkat" yang signifikan, merasa bahwa mereka kehilangan otoritas dan kontrol yang selama ini menjadi bagian penting dari pekerjaan mereka.
Pada saat yang sama, penting untuk diakui bahwa ada juga ITPM yang meninggalkan pekerjaan mereka karena tidak dapat beradaptasi dengan perubahan peran yang menantang ini. Ketidakmampuan untuk menegosiasikan identitas peran baru di tengah ketegangan antara dua struktur tata kelola yang berbeda mengakibatkan tingkat turnover yang tinggi di kalangan ITPM. Data dari Mueller et al. (2024) menunjukkan bahwa lebih dari 30% ITPM yang diwawancarai merasa bahwa peran mereka telah berubah menjadi lebih seperti "koordinator" atau "fasilitator" yang tidak memiliki otoritas formal yang jelas, dan ini berdampak negatif pada kepuasan kerja dan motivasi mereka.
###
Â
Dalam menghadapi ketegangan identitas peran yang muncul dalam pengembangan sistem informasi yang gesit, Information Technology Project Manager (ITPM) berada dalam posisi yang tidak nyaman tetapi penting. Mereka memainkan peran kunci sebagai penghubung antara struktur tata kelola tradisional dan pendekatan gesit, yang sangat penting untuk kesuksesan transformasi digital.Â
Namun, agar peran ini tetap relevan dan efektif, organisasi perlu mengakui tantangan unik yang dihadapi oleh ITPM dan menyediakan dukungan yang memadai untuk membantu mereka menavigasi peran yang kompleks ini. Salah satu cara untuk mengurangi ketegangan ini adalah dengan mendefinisikan ulang peran ITPM secara lebih jelas dalam konteks tim gesit, serta memberikan pelatihan yang tepat untuk mengembangkan keterampilan baru yang diperlukan dalam lingkungan kerja yang gesit dan otonom.
Penelitian ini menunjukkan bahwa keberhasilan adaptasi ITPM terhadap peran baru mereka tidak hanya bergantung pada keterampilan teknis atau manajerial, tetapi juga pada kemampuan mereka untuk menyesuaikan diri dengan dinamika identitas yang berkembang. Organisasi harus mempertimbangkan untuk mendukung ITPM melalui program pelatihan dan pengembangan yang menekankan keterampilan interpersonal, seperti empati dan komunikasi, yang sangat penting dalam lingkungan kerja yang gesit. Hanya dengan demikian ITPM dapat sepenuhnya berkontribusi pada keberhasilan tim gesit dan, pada akhirnya, pada transformasi digital yang lebih luas.
Dengan memahami dan menangani ketegangan identitas ini, organisasi tidak hanya dapat menjaga ITPM yang berharga tetap termotivasi dan terlibat, tetapi juga memastikan bahwa mereka dapat memanfaatkan keahlian mereka untuk mendorong inovasi dan keberhasilan proyek di era digital yang dinamis ini.
Referensi
Mueller, L., Albrecht, G., Toutaoui, J., Benlian, A., & Cram, W. A. (2024). Navigating role identity tensions --- IT project managers' identity work in agile information systems development. European Journal of Information Systems. https://doi.org/10.1080/0960085X.2024.2371813Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H