Ikhtiar Mengembalikan Wajah Demokrasi
Pada hakikatnya, watak utama demokrasi adalah mempersilakan. Demokrasi seperti perawan yang merdeka dan memerdekakan. Semua makhluk penghuni kehidupan berhak "memperkosanya"; yang melarang "memperkosa" bukanlah demokrasi itu sendiri melainkan "sahabat"-nya bernama moral dan hukum. Money Politic tidak diawasi oleh demokrasi, karena yang bertugas adalah undang-undang. Yang mengurusi dan mewaspadai pemilu dan golput adalah pertandingan kekuasaan dan akses politik.
Meminjam juga ungkapan dari caknun salah seorang budayawan indonesia bahwa, "Demokrasi adalah perawan suci yang yatim piatu, tak punya bapak dan ibu, nasibnya belum pernah diperjelas. Ia memerdekakan manusia sepenuhnya. Semua dan setiap manusia membutuhkan kesucian demokrasi, sebagian untuk tempat berlindung, dan sebagian lain untuk melakukan eksploitasi dan subversi pengkhianatan nilai".
Maka sudah seharusnya setiap manusia "menikahi" demokrasi, memperistri si perawan, tetapi ajaklah ia tinggal di rumah hukum, yang berpondasi ilmu, di lingkungan moral, dengan menjaga nurani, serta pemeliharaan rahasia iman dan hubungan sunyi dengan Tuhan. Dengan begitu maka proses /iklim demokrasi diharapkan dapat berjalan dengan sehat karena adanya integrasi dan kompromi antar berbagai instrumen dan pihak. Pada akhirnya hal ini menjadi pekerjaan kolektif yang membutuhkan konsistensi dan waktu yang tidak singkat.Â
Selain itu diperlukan kesadaran berbagai elemen masyarakat untuk terus mengawal proses penyelenggaraan dan pelaksanaan demokrasi di negeri kita tercinta, agar produk serta kebijakan yang dihasilkan nantinya dapat berdampak secara merata sehingga keadilan rakyat bagi seluruh rakyat indonesia dapat terealisasi secara nyata bukan justru melahirkan kondisi keadilan yang hanya menyejahterakan kalangan rakyat kelas atas saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H