Mohon tunggu...
Maulana Fajri Adrian
Maulana Fajri Adrian Mohon Tunggu... Penulis - Menulis Untuk Abadi

Tulisan merupakan hasil pandangan pribadi. Silakan baca dan tinggalkan komentar apabila terdapat silang pandangan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Maksud Melaksanakan Perintah Jabatan sebagai Alasan Penghapus Pidana

4 Februari 2023   20:02 Diperbarui: 4 Februari 2023   20:21 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"id damnum dat qui iubet dare; eius vero nulla culpa est, cui parere necesse sit"

Adagium hukum di atas relevan dengan sistem kerja yang bersifat garis komando antara bawahan dan atasan, terhadap bawahan kerap dihadapkan dengan perintah yang harus dilaksanakan dan dipenuhi untuk dilakukan. Pada sistem kerja garis komando tentu dimana perintah dipegang utuh atasan untuk memerintah bawahan. Dengan sistem kerja garis komando ini juga, bagi bawahan akan menjadi suatu pelanggaran apabila tidak melaksanakan atau memenuhi perintah atasan tersebut.

Pada prinsipnya suatu perintah atasan selaku pemangku jabatan atau yang memiliki kewenangan (selanjutnya disebut melaksanakan perintah jabatan) apabila menginstruksikan suatu perintah ada 2 (dua) hal yang mesti diperhatikan : 1). Perintah tersebut berdasarkan dan tidak bertentangan dengan undang-undang dan 2). Perintah tersebut disampaikan oleh orang/pihak yang memangku jabatan.

Secara yuridis persoalan melaksanakan perintah jabatan (ambtelijk bevel) sebagai alasan penghapus pidana yang diatur dalam Pasal 51 KUHPid. Pada ayat 1 pasal tersebut dijelaskan bahwa barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana. Selanjutnya pada ayat 2 pasal tersebut diuraikan bahwa perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya. Sehingga pada Pasal 51 KUHPid terkait perintah jabatan terbagi 2 (dua) yaitu perintah jabatan dan perintah jabatan tanpa wewenang. Lantas yang menjadi pertanyaan, bagaimana kerangka penerapan pasal tersebut yang nantinya menjadi alasan pembenar sehingga dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana seseorang ?

Kerangka Penghapusan Pidana Karena Menjalankan Perintah Jabatan

Mengenai apakah suatu perintah merupakan perintah yang sah atau tidak, menurut Satochid Kartanegara harus ditinjau dari sudut undang-undang yang mengatur kekuasaan/kewenangan pejabat yang bersangkutan, apakah perintahnya tersebut masuk dalam koridor wewenang yang dimiliki dan dipangku oleh jabatannya.

Berdasarkan pasal 51 ayat (1) KUHPid, penerapan pasalnya dapat dikonstruksikan dalam hal eksekusi pidana mati terhadap terpidana mati. Pada eksekusi pidana mati yang dilakukan oleh algojo/eksekutor, secara perbuatannya tersebut telah menghilangkan nyawa seseorang dan tentu bertentangan dengan Pasal 338 atau 340 KUHPid, namun dikarenakan eksekusi tersebut berdasarkan perintah jabatan dari pejabat yang berwenang dan pejabat yang memerintahkan melaksanakan amanat dari undang-undang. Sehingga terhadap algojo/eksekutor tidak dapat dikenakan sanksi pidana karena terhadap perbuatannya berlaku alasan pembenar yang mana telah menghapuskan sifat melawan hukum dari perbuatannya tersebut.

Kerangka Penghapusan Pidana Karena Perintah Jabatan Tanpa Wewenang

Lain halnya dengan ketentuan Pasal 51 ayat (2) KUHPid. bahwa suatu perintah jabatan tanpa wewenang atau kapasitasnya, maka hal tersebut tidak dapat dijadikan sebagai penghapusan pidana, namun terdapat pengecualian apabila 2 (dua) kondisi ini terpenuhi, yaitu Pertama, seseorang yang menjalankan perintah dengan itikad baik dan ia mengira bahwa perintah tersebut akan menjadi sah diberikan oleh perintah jabatan yang berwenang dan Kedua, dalam melaksanakan suatu tindakan seseorang tersebut melakukan tindakan atau perbuatan yang mana dalam ruang lingkup perkerjaanya.

Secara sederhana dapat dipahami bahwa apabila terdapat perintah jabatan tanpa wewenang yang dilaksanakan oleh seseorang dengan itikad baik yang mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan kerjanya, maka terhadap perbuatannya tersebut tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana. Dalam hal ini baginya berlaku alasan pemaaf yang meniadakan unsur kesalahan (schuld) dari dalam diri orang yang melaksanakan perintah tersebut. Sehingga diluar dari 2 (dua) kondisi tersebut sudah jelas pertanggungjawaban pidana dapat dituntut terhadap orang yang melaksanakan perintah jabatan tanpa wewenang.

Meluruskan Kembali Pemahaman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun