Sejak kemerdekaannya pada 1945 hingga saat ini, Indonesia di setiap masa pemerintahannya terkenal seringkali mengadakan proyek pembangunan (Kurnia, 2019). Pembangunan secara besar-besaran dilakukan pada masa Soeharto yang membuat dirinya memiliki julukan sebagai 'Bapak Pembangunan Indonesia'. Pembangunan gencar dilakukan setelah disahkannya UU Investasi Modal Asing yang membuat Indonesia mendapatkan dana melalui investasi dari negara lain, selain dari hutang luar negeri (Mukthi, 2015). Dengan bantuan dana dari luar negeri, Indonesia kerapkali mengadakan pembangunan dengan dalih untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun pengadaan proyek pembangunan tersebut tak luput dari kritikan para pengamat, aktivis, dan masyarakat lainnya.
      Terdata pada paruh pertama 2021 jumlah investasi yang sudah terealisasi sebesar Rp 442,7 triliun, terdapat 10 negara yang menjadi langganan investasi di Indonesia, yaitu Singapura, Hong Kong, Tiongkok, Belanda, Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat, Malaysia, Swiss dan Thailand (Al Hikam, 2021). Melansir dari data peningkatan investasi asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) pada 10 tahun Terakhir tersalurkan ke Indonesia meningkat sebanyak 6,4 persen dari tahun ke tahun menjadi Rp105,3 triliun, atau setara dengan 7 miliar USD yang terjadi pada kuartal keempat di tahun 2019, dan sudah melampaui lonjakan 17,8 persen pada periode tiga bulan sebelumnya (Mahadiansar et al., 2021). Meningkatnya suntikan investasi asing ke Indonesia membuktikan bahwa dari tahun ke tahunnya Indonesia tidak pernah menutup pintu investasi masuk, sehingga dapat dinilai bahwa Indonesia sangat bergantung dengan bantuan dana. Menurut Aviliani selaku Ekonom Senior dari Institute for Development Economics and Finance (Indef) bahwa Indonesia masih tergolong dalam kategori negara berkembang dikarenakan berdasarkan parameter Bank Dunia untuk menjadi negara maju adalah memiliki pendapatan nasional bruto per kapita di atas 12 ribu USD, sedangkan di Indonesia masih berada di angka 3.500 USD (Nordiansyah, 2020).
Ketergantungan pembangunan
      Pemerintah mempunyai peran yang jauh lebih penting dalam memperkecil hingga menghilangkan jurang kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat. Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi upaya tersebut adalah pemerataan pembangunan (Putri, 2021). Pembangunan seharusnya tersebar ke seluruh daerah, bukan hanya terpusat di satu daerah saja. Pemerintahan Indonesia di masa kepemimpinan Joko Widodo memiliki visi peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional dengan menekan pembangunan infrastruktur (Saputri, 2021). Dengan adanya pembangunan infrastruktur, Indonesia diharapkan dapat bersaing dengan negara-negara lain dalam bidang prasana logistik hingga perluasan lapangan kerja bagi masyarakat. Pola pikir 'pembangunan adalah pertumbuhan' dapat mencerminkan bahwa pemerintah Indonesia sangat tergantung terhadap pembangunan sehingga dapat dikatakan bahwa Indonesia menganut paham developmentalis.
      Lancaster (2007) memiliki pandangan terhadap teori developmentalisme atau teori pembangunan yang dapat didefinisikan sebagai cara untuk mengurangi angka kemiskinan yang ada di negara dunia ketiga melalui pembangunan sosial dan ekonomi yang didukung oleh pertumbuhan ekonomi.
Pada teori developmentalisme dapat dilakukan melalui salah satu strategi dalam pengembangan sebuah negara yaitu dengan melakukan intervensi, perwujudan dari intervensi tersebut adalah salah satunya foreign aid (bantuan luar negeri). Kesejahteraan dalam bidang ekonomi merupakan salah satu tujuan yang seringkali dianggap sebagai penghargaan untuk suatu negara yang ada di dunia. Sehingga developmentalisme dapat diartikan sebagai salah satu cara untuk mengembangkan kondisi perekonomian yang ada di negara dunia ketiga dengan menggunakan bantuan luar negeri yang diberikan oleh negara maju atau dengan kata lain, situasi ini adalah upaya negara dunia pertama membantu negara dunia ketiga dalam perekonomiannya. Hal tersebut membuat terjalinnya hubungan antara satu negara dengan negara lainnya terutama negara maju dan negara dunia ketiga. Dapat dilihat juga betapa menguntungkannya hubungan tersebut bagi negara dunia ketiga, namun sangat disayangkan negara yang seringkali menerima bantuan luar negeri tersebut akan terus bergantung dan tidak dapat mandiri dalam pengembangan perekonomian negaranya.
      Hickle dalam Affiat (2018) menyatakan bahwa international development atau pembangunan internasional adalah kegagalan industri global dalam mengatasi kemiskinan dunia, walaupun Bank Dunia menyatakan sebaliknya dengan tolak ukur yang problematis, bahkan pembangunan ini sama sekali tidak menyasar pada akar masalah yang sebenarnya.
      Pembangunan baru gencar dilakukan ketika masa Soeharto dengan menjadikan pembangunan sebagai tolak ukur dalam mencapai sesuatu, dengan aliran dana pinjaman dari luar negeri, pemerintahan pada waktu itu dapat membangun kemewahan yang dilimpahkan pada sarana dan prasarana yang secara tidak sadar bahwa hal itu sebenarnya akan membawa negara Indonesia jatuh ke dalam lubang jurang hutang yang akan mencekik ke depannya (Basir, 2015). Pembangunan pada masa pemerintahan Soeharto dilakukan secara besar-besaran tanpa memperhatikan aspek lain, contohnya dalam bidang ekologi yang dijadikan ladang eksploitasi bagi para pemangku kepentingan. Pembangunan kerapkali menimbulkan konflik terhadap masyarakat dan juga bencana terhadap lingkungan. Hal tersebut menjadi kritik para aktivis yang ada di Indonesia, terutama kelompok penekan di bidang lingkungan.
Penentang pembangunan
      Kelompok penekan merupakan salah satu bentuk institusi politik informal. Duverger dalam Suwadji (2005) berpandangan bahwa kelompok penekan memiliki konsep yang merujuk kepada organisasi dan aktivitas yang terjadi pada kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Kelompok penekan ini berusaha secara langsung dan tidak langsung untuk ikut andil dalam menentukan kebijakan dan juga mendapatkan kekuasaan. Struktur politik informal ini hadir dikarenakan struktur politik formal dirasa sudah tidak mampu mengartikulasi kepentingan yang ada di masyarakat. Maka dari itu, di Indonesia terdapat banyak kelompok penekan mulai dari serikat buruh, gerakan mahasiswa, gerakan aktivis HAM, gerakan lingkungan, dan lain sebagainya.
      Salah satu kelompok penekan yang aktif dalam mengkritisi kebijakan pemerintah adalah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). WALHI berdiri sebagai lembaga swadaya masyarakat yang bertujuan untuk mewujudkan suatu tatanan sosial, ekonomi dan politik yang adil dan juga demokratis dan di dalamnya menjamin hak-hak rakyat serta lingkungan hidup yang sehat dan berkelanjutan (Mardatila, 2021). WALHI memiliki fokus terhadap hak asasi manusia dan juga lingkungan karena pada pelaksanaannya lembaga ini kerapkali mendesak kebijakan dalam pengelolaan sumber-sumber kehidupan yang harus berpihak kepada rakyat dan menghilangkan eksploitasi serta penindasan. Berdasarkan situs WALHI, lembaga ini sudah melakukan penentangan kepada pemerintah sejak masa Orde Baru hingga saat ini.
Rezim, pelanggaran dan tuntutan
      Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto, terkenal sebagai masa dimana pembangunan gencar sekali dilakukan. Soeharto berhasil membangun berbagai pengadaan pembangunan mulai dari jalan nasional, tol, dan jalan layang hingga jaringan telekomunikasi di Indonesia (Kurnia, 2019). Pada saat kepemimpinan Emmy Hafid selaku Direktur Eksekutif WALHI, lembaga tersebut menangani dua kasus penting yaitu Freeport dan Proyek Lahan Gambut sejuta hektar (Widyanto, 2021). Seperti yang kita ketahui bahwa kedua proyek tersebut merupakan megaproyek yang memberikan dampak yang besar kepada masyarakat sehingga WALHI melayangkan tuntutan yang memfokuskan kepada aspek lingkungan hidup dan hak asasi manusia (HAM). Pada akhirnya, WALHI memenangkan gugatan dan majelis hakim memutuskan PT Freeport terbukti melanggarakan hukum dengan melakukan pencemaran lingkungan hidup (Junaedi, 2003). Selain itu, seiring Soeharto tumbang dari kursi kepresidenan, Proyek Lahan Gambut pun ikut dihentikan pada tahun 1999 dengan alasan proyek tersebut gagal diakibatkan cacatnya perencanaan dan perancangan, serta pelaksanaan dan pemberdayaan proyek tersebut (Karana, 2003).
      Jatuhnya Orde Baru dengan rezim otoritarianismenya menumbuhkan semangat demokratisasi yang ditandai oleh hadirnya Reformasi dalam sistem politik di Indonesia. Perubahan rezim tersebut tentunya menumbuhkan harapan baru atas terpenuhinya hak asasi manusia, meliputi kebebasan berpendapat, menentukan keputusan, dan lain sebagainya.
      Rezim politik demokratis pada masa Reformasi yang sudah berlangsung dari tumbangnya Soeharto pada tahun 1998, ternyata masih tersisa residu-residu otoritarianisme pada kenyataannya. Terlebih lagi, terus berjalannya pembangunan yang kerapkali mengeksploitasi sumber daya alam dan juga menimbulkan konflik agraria yang melanggar hak asasi manusia. Portal berita South China Morning Post menerbitkan artikel yang menilai Jokowi sebagai 'Little Soeharto' dikarenakan Jokowi yang menempatkan orang-orang terdekatnya untuk mengisi posisi-posisi strategis di pemerintahan yang dirasa akan menumbuhkan kembali kroniisme Orde Baru (Febrian, 2020). Hal yang membuat Jokowi mirip dengan Soeharto antara lain adalah keinginan ambisius untuk menarik investor asing secara besar-besaran melalui hukum baru, yaitu Omnibus Law.
      Tercatat sebanyak 2.291 kasus konflik agraria yang terjadi selama kepemimpinan Joko Widodo dari tahun 2015-2020 yang meliputi sektor perkebunan, properti, kehutanan, pertanian, pertambangan, pesisir dan pulau-pulau kecil, pembangunan infrastruktur, dan fasilitas militer (CNN, 2021). Sebagian besar dari konflik yang terjadi pada kasus tersebut adalah perampasan lahan tanah milik warga yang digunakan untuk alokasi lahan pembangunan. Salah satu proyek pembangunan yang menjadi perbincangan para aktivis adalah Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
      Sebelumnya, Direktur Eksekutif WALHI Nur Hidayati mengatakan bahwa sumber daya alam di Indonesia hanya dimanfaatkan untuk para pengusaha dan juga oligarki (Sari & Raharjo, 2021). Hal serupa terjadi pada proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang nantinya akan menjadi keuntungan bagi para pelaku usaha yang ingin melakukan ekspansi bisnis ke depannya (Fernandez, 2021). Dengan adanya kereta cepat ini, waktu perjalanan antar dua kota tersebut hanya akan memakan waktu selama 30 menit sehingga dapat menjadi alternatif transportasi yang ada.
      WALHI Jawa Barat merupakan kelompok yang mengkritisi proyek pembangunan kereta cepat ini dikarenakan akan berdampak besar, seperti hilangnya sawah, kebun dan juga permukiman. Tak hanya itu, mereka menilai AMDAL proyek tersebut masih banyak kekurangan (Siswadi, 2016). Selain itu, permasalahan dari proyek ini antara lain ketidakjelasan terhadap persoalan pembebasan lahan, kerusakan lingkungan akibat limbah, banjir dan kerusakan pada rumah warga (Nugraha, 2019). Hingga akhirnya warga terdampak memutuskan untuk pergi ke Jakarta untuk menemui Kementerian LHK serta Komnas HAM bersama WALHI Jabar, namun belum ada respon (Nugraha, 2020). Hingga pada akhirnya desakan kembali dilakukan oleh warga bersama WALHI Jabar membuahkan hasil bahwa akan dilakukan peninjauan oleh pihak KLHK (Ramadhan, 2021). Banjir bandang juga terjadi di pengerjaan tunnel kereta cepat Walini, hal tersebut berujung pada desakan WALHI untuk menghentikan pengerjaan proyek ini (Pradana, 2020). Tercatat terdapat 23 kasus terkait pengerjaan proyek kereta cepat ini, 133 KK yang terdampak di Komplek Tipar Silih Asih dan banyaknya warga yang tidak bisa bekerja serta bertahan hidup (WALHI Jabar, 2021).
Tanggung jawab pemerintah
      Pertanyaan yang seringkali dilontarkan terhadap kasus-kasus tersebut adalah dimanakah tanggung jawab pemerintah. Seperti yang kita ketahui, tanggung jawab pemerintah adalah memenuhi hak-hak yang dimiliki warga negara. Berdasarkan UUD 1945, hak warga negara meliputi pasal 27 ayat (2) hingga pasal 28A -- 28J yang dimana warga negara berhak mendapatkan kehidupan yang layak ketika hidup di negara tersebut. Namun sayangnya, hak-hak tersebut seringkali bentrok dengan kepentingan para oligarki pemangku kepentingan sehingga teriakan warga hanya akan berakhir menjadi angin lalu.
      Terkadang pemerintah pun memberikan respon terhadap konflik yang terjadi pada proyek pembangunan, namun cenderung represif. Seperti yang terjadi pada proyek pembangunan bandara di Yogyakarta, Jokowi membuat peraturan presiden yang di dalamnya berisikan tentang diperbolehkannya aparat keamanan mengambil andil dalam konflik yang sedang terjadi (Astarina, 2018). Segala pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah menggunakan dalih kepentingan nasional padahal pada pelaksanaannya terkesan hanya mementingkan bisnis dan para pemangku kepentingan lainnya. Seharusnya pemerintah Indonesia meninggalkan tradisi developmentalisme ini dan lebih menekankan pembangunan di bidang pendidikan, politik dan juga hukum.
Â
Referensi
Affiat, A. R. (2018). Developmentalisme, Otoritarianisme dan Nasionalisme: Menggagas Studi Pembangunan Radikal di Indonesia. Islambergerak.Com. https://islambergerak.com/2018/11/developmentalisme-otoritarianisme-dan-nasionalisme-menggagas-studi-pembangunan-radikal-di-indonesia-bagian-1/
Al Hikam, H. A. (2021). Bukan China , Ini Negara yang Paling Banyak Investasi di RI. Finance.Detik.Com. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5745235/bukan-china-ini-negara-yang-paling-banyak-investasi-di-ri
Astarina, N. T. (2018). Keadilan Sering Dilupakan Dalam Pembuatan Kebijakan Pembangunan Infrastruktur. Theconversation. https://theconversation.com/aspek-keadilan-sering-dilupakan-dalam-pembuatan-kebijakan-pembangunan-infrastruktur-di-indonesia-105584
Basir, M. (2015). Gagalnya Penerapan Developmentalism pada Masa Orde Baru. Kompasiana.Com. https://www.kompasiana.com/manhaj/55011adf8133116819fa82cf/gagalnya-penerapan-developmentalism-pada-masa-orde-baru
CNN. (2021). KPA: Konflik Agraria 5 Tahun Jokowi Lampaui 2 Periode. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210913173635-20-693660/kpa-konflik-agraria-5-tahun-jokowi-lampaui-2-periode-sby
Febrian, R. (2020). Jokowi " Soeharto Kecil ": Artikel South China Morning Post Melihat Pemberian Kursi BUMN Kepada Influencer. VOI.Id. https://voi.id/en/bernas/19576/jokowi-little-suharto-south-china-morning-post-article-looking-at-giving-away-soe-seats-to-influencers
Fernandez, M. N. (2021). Kereta Cepat Jakarta Bandung Pacu Ekspansi Bisnis di Indonesia. Ekonomi.Bisnis.Com. https://ekonomi.bisnis.com/read/20211025/98/1458222/kereta-cepat-jakarta-bandung-pacu-ekspansi-bisnis-di-indonesia
Junaedi, C. (2003). Hakim Menangkan Gugatan Walhi Terhadap Freeport. Tempo.Co. https://nasional.tempo.co/read/1369321/kepergian-brigjen-prasetijo-dan-djoko-tjandra-ke-kalbar-didalami
Karana. (2003). Proyek Lahan Gambut Sejuta Hektar, Gagal. Tempo.Co. https://nasional.tempo.co/read/20664/proyek-lahan-gambut-sejuta-hektar-gagal/full&view=ok
Kurnia, T. (2019). Daftar Infrastruktur yang Dibangun Bung Karno hingga Jokowi. Liputan6. https://www.liputan6.com/bisnis/read/3906184/daftar-infrastruktur-yang-dibangun-bung-karno-hingga-jokowi
Lancaster, C. (2007). Foreign Aid: Diplomacy, Development, Domestic Politics. The University of Chicago Press.
Mahadiansar, M., Setiawan, R., Darmawan, E., & Kurnianingsih, F. (2021). Realitas Perkembangan Investasi Asing Langsung di Indonesia Tahun 2019. Matra Pembaruan, 5(1), 65--75. https://doi.org/10.21787/mp.5.1.2021.65-75
Mardatila, A. (2021). Walhi adalah Organisasi Gerakan Lingkungan di Indonesia , Ini Tujuannya. Merdeka.Com. https://www.merdeka.com/sumut/walhi-adalah-organisasi-gerakan-lingkungan-di-indonesia-ini-tujuannya-kln.html
Mukthi, M. F. (2015). Riwayat Masuknya Modal Asing Ke Indonesia. Historia.Id. https://historia.id/politik/articles/riwayat-masuknya-modal-asing-ke-indonesia-DWVy1/page/1
Nordiansyah, E. (2020). Indonesia Belum Tergolong Negara Maju. Medcom.Id. https://www.medcom.id/ekonomi/mikro/yNLGApyK-indonesia-belum-tergolong-negara-maju
Nugraha, A. (2019). Catatan Walhi Jabar soal Proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung. Liputan6.Com. https://www.liputan6.com/regional/read/4114153/catatan-walhi-jabar-soal-proyek-kereta-cepat-jakarta-bandung
Nugraha, A. (2020). Gara-Gara Proyek Kereta Cepat , Ratusan Rumah Warga Perum Tipar Silih Asih Padalarang Rusak. Era.Id. https://era.id/nasional/36019/gara-gara-proyek-kereta-cepat-ratusan-rumah-warga-perum-tipar-silih-asih-padalarang-rusak
Pradana, W. (2020). Tunnel Kereta Cepat Sebabkan Banjir, Walhi Jabar: Evaluasi Amdal. News.Detik.Com. https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5087348/tunnel-kereta-cepat-sebabkan-banjir-walhi-jabar-evaluasi-amdal
Putri, V. K. M. (2021). Upaya Mengatasi Kesenjangan Sosial. Kompas.Com. https://www.kompas.com/skola/read/2021/11/16/130000569/upaya-mengatasi-kesenjangan-sosial
Ramadhan, A. S. (2021). Ratusan Warga Dihantui Bencana akibat Pengerjaan Proyek Kereta Cepat Indonesia China. Jabar.Suara.Com. https://jabar.suara.com/read/2021/10/22/174118/ratusan-warga-dihantui-bencana-akibat-pengerjaan-proyek-kereta-cepat-indonesia-china?page=all
Saputri, D. S. (2021). Jokowi Ingin Terus Lanjutkan Pembangunan Infrastruktur. Republika.Co.Id. https://republika.co.id/berita/r4ihja485/jokowi-ingin-terus-lanjutkan-pembangunan-infrastruktur
Sari, R. R. N., & Raharjo, D. B. (2021). Walhi: Sejak Orde Baru hingga Sekarang SDA Indonesia Dikelola Tidak Adil. Suara.Com. https://www.suara.com/news/2021/01/29/131350/walhi-sejak-orde-baru-hingga-sekarang-sda-indonesia-dikelola-tidak-adil
Siswadi, A. (2016). Walhi Jawa Barat Memprotes Proyek Kereta Cepat. Bisnis.Tempo.Co. https://bisnis.tempo.co/read/738521/walhi-jawa-barat-memprotes-proyek-kereta-cepat/full&view=ok
Suwadji, J. (2005). Kajian tentang Kelompok Penekan/Kelompok Kepentingan. In Sosiologika: Jurnal Sosiologi Pembangunan Indonesia (Vol. 1, Issue 4). http://journal.unas.ac.id/sosiologi/article/view/355
Walhi. (2022). Sejarah WALHI. Www.Walhi.or.Id. http://www.walhi.or.id/sejarah
WALHI Jabar. (2021). Selamatkan Lingkungan Dan Rakyat, Bukan Proyek Kereta Cepat. https://walhijabar.id/selamatkan-lingkungan-dan-rakyat-bukan-proyek-kereta-cepat/
Widyanto, U. (2021). Catatan Seorang Jurnalis: Emmy Hafild dan Metamorfosis Gerakan Lingkungan Hidup Indonesia. Mongabay.Co.Id. https://www.mongabay.co.id/2021/07/13/catatan-seorang-jurnalis-emmy-hafild-dan-metamorfosis-gerakan-lingkungan-hidup-indonesia/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H