Mohon tunggu...
Maulana Ahadi
Maulana Ahadi Mohon Tunggu... Dosen - Dambung

Mencurahkan rasa gejolak pikiran dalam kata-kata, bermesraan dengan hati selagi pantas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kunyit "Janar" Simbol kekuatan dan kemewahan pada masyarakat Banjar

21 September 2024   21:49 Diperbarui: 22 September 2024   07:57 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi image : Maulana Ahadi

Oleh : Maulana Ahadi

Hal-hal berharga yang ditinggalkan dan diwariskan oleh orang tua dari generasi ke generasi, seolah tidak ada habisnya, ia adalah kekayaan budaya yang tidak terhingga, terus berakar bagi kami orang Banjar sebagai salah satu ciri khas identitas diri.

Meskipun terkadang budaya tersebut tidak bersifat Empiris namun nyatanya selalu menjadi bagian yang tidak akan terpisahkan dalam perjalanan kehidupan masyarakat Banjar hingga saat ini. Berawal dari cerita dongeng sebelum tidur, orang tua dahulu menanamkan nilai-nilai luhur dari peristiwa yang dianggap sudah ada dan diwarisan dari masa-kemasa.

Keahlian orang tua dahulu dalam menuturkan berbagai cerita kepada anak-anaknya, ketika makan, atau sebelum tidur adalah salah satu media hiburan tersendiri pada masanya, selain sebagai metode edukasi yang sangat ampuh, tak heran generasi zaman bercerita ini menelurkan orang-orang yang ahli dalam memaparkan satu narasi cerita, karena mereka mendapatkan keahlian bercerita langsung dari ibu atau bapak mereka, bahkan tak segan orang dahulu setelah malamnya diceritakan, besoknya langsung diajarkan, melihat dengan mempraktikkan apa yang diceritakan.  

Salah satu simbol nyata yang sampai hari ini akan terus menjadi bagian dari orang Banjar, adalah hal-hal yang terkadang sangat sepele, bahkan bisa berasal dari hal kecil tanaman yang termasuk dalam kategori rempah-rempahan. yang di Indonesia dijadikan tanaman "TOGA" yaitu termasuk tanaman obat keluarga.

Namun apakah kalian tahu ?, bagi masyarkara Banjar "Janar"(Kunyit) adalah salah satu diantara tanaman memiliki lambang kesakralan yang begitu tinggi. Jika umumnya semua sepakat bahwa kunyit adalah salah satu rempah untuk berbagai masakan ataupun pengobatan alami, maka di Banjar ada berbagai kepercayaan menarik dibaliknya. Apa saja berbagai kepercayaan itu, mari kita paparkan.

Menjadi salah satu media pengobatan pada "Kapidaraan"

Kita tidak akan membahas lebih mendalam masalah "kapidaraan". Sebab fokus kita ke media kunyitnya. Adalah sakit panas, flu  atau lesu adalah hal yang sering diderita bagi semua orang, dari bayi hingga dewasa.  kondisi dimana suhu badan berubah, bisa disebabkan cuaca atau adaptasi tubuh yang sensititfi, namun sudah menjadi suatu kebiasaan jika orang Banjar sakit "garing", maka orang tua dahulu menyarankan agar bakasai "mengusapkan" terlebih dahulu dengan media janar "kunyit.  Anak yang kena flu, maka diparutkan kunyit, lalu parutannya diusapkan ditengah hidung disela mata, ini diyakini  ampuh untuk flu anak. Ada juga bagi orang yang kapuhunan dirawa datu (diganggu makhluk gaib) kepercayaan orang Banjar, maka dilakukanlah bapidara dengan media janar, terkait masalah bentuk pidara dengan berbagai simbol tidak kita bahas disini. Namun kunyit adalah media yang dinggap memiliki kekuatan sakral.

Legenda mashur masyarakat Daha Hulu Sungai tentang hadiah janar "kunyit", dan beberapa legenda lain di Hulu Sungai tentang janar.

Dahulu sering diceritakan suatu kejadian, yang entah nyata atau tidak, namun telah beredar turun temurun sebagai salah satu bentuk cerita rakyat asli pahuluan.

Diceritakan bahwa ada suatu kejadian didaerah Daha, dimasa transportasi utama masih menggunakan jukung, bahkan sepeda pun hanya beberapa orang yang punya. Kemudian penerangan listrik pun belum ada seperti sekarang. Alkisah datanglah seorang pemuda dengan menggunakan jukung banjar (perahu khas) yang hanya muat untuk dua orang yang dikayuh pada malam hari dengan menggunakan lampu lilin, datang dari arah yang gelap menuju beberapa perumahan dipinggiran bantaran Sungai.

Adapun niat pemuda tersebut adalah untuk mencari bidan kampung untuk meminta pertolongan. Karena dahulu keberadaan bidan kampung sangat dibutuhkan, apalagi tidak banyak orang yang ahli dibidangnya, sangat susah untuk mencarinya, maka pemuda tersebut sampailah kesebuah rumah, mengetuk dan bertanya, apakah ada dirumah yang disinggahinya terebut seseorang yang ahli sebagai bidan kampung.

Niatnya adalah jika bertemu dengan bidan kampung tersebut, sudilah kiranya agar bersedia menolongnya, maka mendengar permohonan pemuda tersebut ada ibu tua yang bersedia, kebetulan ibu tersebut memang dikenal sebagai bidan kampung. Meskipun tidak memiliki keahlian medis sebagaimana bidan sekolah khusus pada umumnya, namun keberadaan bidan kampung di Banjar sudah ada sejak dahulu. Dan dipercaya memiliki pengalaman dalam menolong orang yang akan melahirkan.

Gumam pemuda tadi, apakah ibu bersedia ikut kerumahnya karena dia sangat memerlukan pertolongan, isterinya sedang dalam keadaan hamil tua, sendirian dirumah. Karena mendengar cerita itu, ibu bidan kampung tadi iba dan kasihan, bermodal yakin maka ibu tadi brsedia ikut dengan pemuda tadi dengan jukung perahu dari rumahnya menuju suatu tempat, hanya menggunakan penerangan lilin.

Kayuhan demi kayuhan jukung mengarungi aliran sungai, suara gemercik air, suara hewan malam mengiringi sepanjang perjalanan bidan kampung dan pemuda menuju rumahnya, hingga akhirnya terlihat ada setitik cahaya lilin  ditepi Sungai nan jauh, maka pemuda yang tadi membawa bidan kampung berkata, kita sudah sampai bu.

sesampainya ditepian, maka bidan kampung itupun dipersilakan pemuda untuk masuk rumahnya dan melihat kondisi isteri pemuda tersebut, ternyata benar saja ada seorang wanita muda sendirian yang sedang menunggu, terbaring dalam keadaan hamil tua sudah dekat melahirkan, maka tanpa banyak bicara bidan kampung tersebut mengerahkan segala keahliannya  untuk membantu persalinan isteri pemuda tersebut.

Tidak berapa lama terdengarlah suara tangisan bayi, pertanda lahirnya seorang anak, maka bidan kampung tersebut sangat lega karena berhasil menolongnya, singkat cerita, selesai segala pembersihan pasca melahirkan, bidan kampung pamit kepada isteri pemuda tersebut, mohon diri, dengan senangnya pemuda tersebut berterima kasih, namun sebelum pulang sang pemuda berkata, mohon maaf ibu, sebagai tanda terima kasih, saya tidak memiliki apa-apa sebagai balas jasa, saya hanya punya beberapa biji janar "kunyit" sebagai tanda hadiah. Bidan kampung itu mengiyakan, karena dari awal beliau hanya berniat menolong, bukan meminta imbalan.

Setelah itu ibu bidan kampung itupun bersiap pulang dengan diantar pemuda itu lagi dengan jukung hingga sampai rumah. Pemuda pun Kembali mengantar dengan jukung kecilnya sembari mengayuh menuju tempat tinggal bidan kampung.dan Kembali pulang setelah selesai mengantar.

Singkat cerita sampailah ibu bidan kampung tadi kerumahnya dengan selamat, karena sudah larut malam sampai kerumahnya, maka kantukpun menjadi, maka hadiah  beberapa kunyit tadi diletakkannya disebuah bakul, keesokan harinya ketika bangun alangkah terkejutnya bidan kampung itu mendapati bahwa kunyit yang diberikan pemuda yang meminta pertolongan malam tadi berubah menjadi emas.

Bahkan yang membingungkan, entah desa apa yang sudah didatangai ibu bidan kapung tersebut malam tadi, banyak spekulasi bahwa pemuda dan isteri yang ditolong tersebut adalah buaya dari dunia ghaib, atau orang sebelah. Begitulah cerita masyur yang sering diceritkan orang dahulu kepada anaknya. (Aha)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun