Oleh : Maulana Ahadi
Siapa yang tidak pernah mengalami sakit ?. Tentunya semua orang di dunia ini pernah mengalaminya, suatu kondisi yang paling tidak disenangi bahkan tidak diinginkan setiap orang. Akan tetapi kondisi ini bisa terjadi kapanpun dan terhadap siapapun.
Sakit bisa terjadi disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya daya tahan tubuh yang menurun sehingga virus atau bakteri dapat menyerang metabolisme pertahanan tubuh. Bisa juga terjadi karena kelelahan, makan makanan atau minum berlebihan, kurang tidur atau tidak menjaga kebersihan.
Jika tubuh sudah menderita sakit, maka segala bentuk kegiatan sehari-hari akan terganggu, baik aktivitas dirumah maupun aktivitas luaran. Namun bagaimana jika sakit terjadi kepada isteri kita dirumah ?, maka pasti jawabannya segala kegiatan dirumah tangga akan terbengkalai. Saking urgentnya peran ibu dirumah tangga. Maka peran suami berkewajiban harus menjaga, memperhatikan dan harus bertanggung jawab akan kesehatan isteri dan keluarganya.
Ada berbagai jenis kasus penyakit yang terjadi di masyarakat, dari kebanyakan kasus bisa terdeteksi dengan cara cek dan observasi kesehatan sedini mungkin. Namun di Banjar, ada sakit yang dipercaya berkembang dari pitua (petuah) sejak dahulu dan menjadi momok yang begitu  mengahawatirkan, terutama untuk perempuan yang baru saja melahirkan.
Penyakit itu dikenal dimasyarakat Banjar dengan sebutan Kalalah. Akan tetapi ternyata dikalangan orang Banjar pun tidak semua orang mengenal istilah penyakit ini. Apalagi generasi Z, atau pasangan muda yang baru menikah dan menjalani biduk rumah tangga. Jika merujuk kata atau istilah kalalah, maka akan kita dapati beberapa referensi bahwa kalalah merujuk kepada salah satu pengertian dalam hukum waris, yaitu seseorang yang meninggal dunia tanpa meninggalkan asbah atau pewaris.
Istilah kalalah ini sangat berbeda serta berbanding terbalik dalam masyarakat Banjar, karena maksud kalalah menurut orang Banjar adalah Garing Maiyun (Sakit-sakitan). Menurut beberapa narasumber menerangkan bahwa kalalah biasanya diderita perempuan yang baru melahirkan dan masih dalam masa nifas, atau belum bersih.
 Hal ini bisa diakibatkan kada pamaasian (kurang patuh) terhadap larangan Pitua (perkataan larangan) orang tua, salah satu diantara penyebabnya adalah melanggar pantangan berhubungan suami isteri ketika masih belum genap masa nifas, selayaknya pasangan muda yang baru merasakan indah dan nikmatnya bulan madu, maka terkadang mereka lalai dan melanggar pantangan, alasannya dikarenakan tidak tahan menahan nafsu untuk berhubungan suami isteri selama masa nifas itu. beberapa kejadian pernah terjadi pada pasangan muda yang mencari tatamba kampung (obat) untuk penyakit itu, karena tak kunjung sehat dari beberapa kali berobat, kalalah ini biasanya menyerang kondisi tubuh, yaitu tubuh menjadi kurus, kurang nafsu makan, tidak bertenaga, lemas, (maiyun) bahkan yang fatal karena sakit yang sudah berlangsung lama hingga berujung kematian.
Melihat fenomena kalalah diatas, maka sangat selaras dengan anjuran agama Islam bahwa larangan berhubungan suami isteri yang masih dalam masa nifas, atau isteri yang sedang haid, meskipun tidak secara jelas digambarkan penyakit apa yang akan terjadi kepada orang yang melanggarnya.
Penyebab lain kalalah menurut orang tua di Banjar adalah karena melanggar pantangan makanan, yaitu memakan Jaring (jengkol), memakan belut dan memakan daging kambing. Beberapa makanan diatas sangat tidak disarankan untuk dikonsumsi waktu masih nifas. (ahd)
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H