Mohon tunggu...
Maulana Abdi Kurniawan
Maulana Abdi Kurniawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah

Seorang Mahasiswa yang kurang kerjaan, jadi bantulah saya mendapatkan pekerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar

Candi Klero, Tengaran Jawa Tengah

6 Mei 2023   20:08 Diperbarui: 6 Mei 2023   20:09 1782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto via ardyanta.com

Tak bisa kita lupakan begitu saja jika sebelum negara kita ini berdiri dan menjadi kesatuan seperti sekarang, terdapat banyak negara-negara kecil yang berdiri di wilayah nusantara dalam bentuk kerajaan-kerajaan yang memiliki latar belakang sejarah masing-masing, seperti contohnya Majapahit, Singosari, Mataram, Sriwijaya, dan masih banyak lagi tentunya. Sebelum masa-masa kerajaan Islam di Nusantara banyak kerajaan yang menganut agama hindu dan budha karena memang agama itu yang lebih dulu tersebar sampai nusantara. Hal ini dapat kita lihat, dan temukan dari berbagai sumber serta berbagai peninggalan yang masih ada dan masih terawatt dengan baik sampai sekarang. Salah satu bukti keberadaan mereka banyak terdapat candi-candi yang ada di berbagai kawasan Nusantara, salah satunya dan yang memiliki cukup banyak peninggalan candi hindu dan budha adalah di Provinsi Jawa Tengah. Dan yang akan saya jelaskan dibawah ini adalah sebuah candi yang ada di kecamatan saya yaitu Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang.

Candi Klero, bukankah nama candi ini masih sangat asing di telinga kita, kebanyakan masyarakat Indonesia hanya mengetahui adanya beberapa candi yang ada di Jawa Tengah, dan candi-candi yang banyak diketahui hanyalah candi-candi yang besar dan sudah sangat terkenal seperti Borobudur, candi Gedong Songo, dan beberapa candi yang lain. Hal ini tidak mengherankan karena baik dalam cara pengelolaan dan cara penyebaran berita dari keberadaan candi ini memang masih kurang apabila dibandingkan dengan beberpa candi besar lainnya. Hal inilah yang kemudian membuat keberadaan Candi Klero kurang diketahui oleh khalayak luas, dan pada akhirnya membuat masyarakat kurang antusias dalam mengunjungi candi ini.

Candi Klero sendiri oleh masyarakat sekitar disebut juga dengan nama Candi Tengaran, kedua sebutan ini ada tidak lain adalah karena keberadaan candi ini yang ada di wilayah Desa Klero Kecamatan Tengaran. Pada saat pertama kali ditemukan kembali kondisi Candi Klero masih dalam kedaan runtuh pada tahun 1995. kemudian oleh Balai pelestarian Cagar Budaya Candi Klero dipugar agar dapat kembali utuh menjadi sebuah bangunan candi lagi. Candi Klero sendiri merupakan candi yang bercorak hindu, hal ini diperkuat oleh adanya alat upacara berupa Lingga dan Yoni juga adanya Arca Dewa Siwa didalam candi ini, namun untuk alasan keamanan pihak Dinas Purbakala Jawa Tengah kemudian mengabil dan menyimpan arca ini. Candi Klero adalah candi yang cukup unik, jika biasanya candi Hindu lain memiliki beberapa candi dala komplek candinya baik dari segi bangunan pendukung hingga bangunan candi utama, namun Candi Klero hanya memiliki satu bangunan candi saja di dala komplek candinya. 

Candi Klero sendiri berada pada daerah yang sangat strategis sebenarnya, karena candi ini berada di sebelah timur jalan utama antara Kota Surakarta dengan Kota Semarang dan jarak dari jalan raya hanya sekitar 500 meter. Lokasi candi Klero sendiri berada di area tananh seluas 900 meter persegi dan disekeliling area tersebut dipenuhi oleh pepohonan yang sangat rindang dan berbagai tumbuhan hijau yang menambah rasa nyaman dan membuat udara menjadi sejuk dan asri. Untuk alasan keamanan setelah dilakukan pemugaran candi, Candi Klero diberikan peningkatan keamanan yaitu dengan didirikannya pagar tembok permanen yang ada disekeliling bangunan candi ini. Hal ini bertujuan untuk melindungi keberadaan candi ini.

Dari peninggalan lingga dan yoni dan juga arca Dewa Siwa yang ada pada kompleks bangunan Candi klero para peneliti menyimimpulkan bahwa candi ini memang benar beraliran Hindu dan menurut penuturan dari sang juru kunci Sunardi mengatakan bahwa Candi Klero merupakan peninggalan dari kerajaan Singasari. Berdasarkan ciri arsitekturnya dapat diperkirakan bahwa Candi Klero dibangun sekitar abad IX-X Masehi Pada salah satu sudut dinding teras candi terpahat sebuah prasasti dengan aksara kawi atau bahasa jawa kuno dan dengan kondisi yang sudah aus sehingga mempersulit para arkeolog untuk mengetahui makna dibalik prasasti tersebut. Hal inilah yang kemudian membuat sumber-sumber mengenai asal-usul dan berbagai informasi mengenai Candi Klero sulit untuk didapatkan sehingga sampai sekarang sangat minim sekali informasi yang didapatkan.

Pada setiap hari keagamaan banyak sekali para pengunjung yang datang untuk beribadah di candi ini, bahkan banyak dari mereka yang menginap dikawasan Candi Klero ini, tidak sedikit pula dari mereka yang bahkan menginap didalam bangunan candi. Ada hari-hari tertentu yang mana banyak pengunjung yang datang ke Candi Klero ini untuk beribadah seperti setiap selasa kliwon dan jumat kliwon, mereka datang dengan berbagai benda untuk ritual keagamaan baik seperti bunga, dupa dan juga lilin sebagai alat untuk ritual mereka sembahyang. Para pengunjung bukan saja dari warga sekitar Candi Klero naum banyak juga dari berbagai daerah lain yang mengkhususkan datang ke candi untuk beribadah sekaligus berwisata di sekitar Candi Klero ini.

Bentuk bangunan Candi Klero ini unik. Morfologi Candi Klero terdiri atas bagian kaki, bagian tubuh, dan bagian atap. Struktur bangunan candi lebih rendah sekitar satu meter dari tanah sekitar, sehingga sekiling candi dilakukan penggalian yang lebarnya 14 x 14 meter. Bagian kaki Candi Klero adalah teras berbentuk persegi berukuran 14 meter x 14 meter x 1,4 meter. Tingkat pertama sebagai dasar candi yang tingginya sekitar 1.4 meter dengan lebar kurang lebih 4 x 6 meter yang berfungsi sebagai teras. Pada bagian atas teras tersebut terdapat tonjolan-tonjolan yang mengitari bagian tubuh candi. Tonjolan tersebut diduga dahulu merupakan landas (umpak) yang berfungsi untuk menyangga tiang. Pengunjung dapat menaiki teras melalui anak tangga berhias makara yang tampaknya belum selesai dikerjakan. Banyak candi yang sejarahnya bisa dilihat dari prasasti atau pun reliefnya, namun nampaknya hal itu sulit untuk Candi Klero karena selain tidak terdapatnya prasasti yang menerangkan latar belakang dibangunnya candi, relief yang biasanya terukir pada dinding candi pun tidak tampak pada candi ini. Pada dinding bangunan utama candi hanya terdapat satu larik tulisan pada salah satu sudut dinding teras yang terdapat beraksara Kawi atau Jawa Kuno dalam kondisi yang sudah aus. Bagian tubuh Candi Klero memiliki satu bilik (grbagrha) yang di dalam nya terdapat sebuah Yoni. Di bawah bagian cerat dari Yoni Candi Klero tersebut terdapat ornamen seekor ular yang sedang menyunggi seekor kura-kura. Bangunan candi terlihat berundak atau tingkat.   

Didalam kompleks bangunan candi terdapat beberapa bongkahan batu yang mengelilingi sebuah lumpang atau batu yang digunakan untuk menumbuk beserta alat penumbuknya yang sudah patah. Lumpang ini berbentuk mirip dengan lumpang yang ada kenteng songo di puncak Gunung Merbabu namun dari segi ukuran lebih besar dan kemudian lumpang yang ada di Candi Klero disebut sebagai Mbah Lumpang Kenteng. sayangnya dari penumbk tersebut suudah patah sehingga hanya dapat kita amati sisa-sisa patahan yang masih terletak dengan baik di atas lumpang tersebut.

Disekitar kawasan candi yang letaknya hanya sedikit lebih dalam dari candi klero terdapat sebuah sendang yang mana diperkirakan dibangun bersama dengan Candi Klero ini karena juga terdapat yoni di kawasan sendang klero ini. Mata air yang sangat jernih juga dengan rindangnya pepohonan dan alam disekitar sendang membuat masyarakat menggunakannya sebagai salah satu tempat wisata sejarah. Namun penelitian didaerah ini juga masih minim sehingga data yang dipelukan belum memadai. 

Masyarakat sekitar candi yang mayoritas beragama Islam bersama-sama membantu dalam setiap kegiatan baik untuk merawat dan juga menjada cagar budaya yang ada di daerah mereka. Mereka menganggap bahwa keberadaan candi ini merupakan bukti bahwa daerah mereka adalah daerah yang dari dulu sudah mengenal agama sehingga dapat ditemukan candi seperti ini, mereka bangga bahwa ternyata nenek moyam mereka sudah mengenal agama dan dapat meninggalkan bangunan yang sampai saat ini masih dapat memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat sekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun