[caption id="" align="aligncenter" width="336" caption="Nabil Si Tukang Parkir Kecil"][/caption]
Wajahnya yang polos, badannya yang mungil, tenaganya yang masih terbatas namun, semangat hidupnya amatlah luar biasa, itulah gambaran dari seorang anak bernama Nabil (7) yang sekarang menduduki bangku Sekolah Dasar (SD) kelas 1. Anak sekecil itu harus menjadi tulang punggung keluarganya sendiri semenjak di tinggalkan almarhumah ibunya.
Dia anak bungsu dari pasangan Pak Umar dan Alm Bu Kasmawati yang 2 tahun lalu meninggal dunia karena sakit yang dideritanya. Hari-harinya kini hanya bersama kakaknya yang bernama Ria dijalani dengan penuh perjuangan dan kerja keras agar bias bertahan hidup di sepetak rumah yang amatlah sederhana.
Aktifitasnya dimulai dari pagi hari pukul tujuh WITA, Nabil menjalani harinya seperti biasa, pergi ke sekolahnya menuntut ilmu dengan semangat belajar yang luar biasa. Dia termasuk anak yang pintar dan dapat bersosialisasi yang baik dengan teman-temannya. Setelah pukul sepuluh WITA tiba, waktu Nabil sekolahpun selesai, dia bergegas kembali kerumah untuk menemui kakaknya dan menyempatkan untuk mengerjakan tugas sekolahnya dahulu.
Setelah selesai barulah dia makan siang dan dilanjutkan mengerjakan pekerjaan di rumahnya dahulu, membersihkan alat-alat makan, menyapu, barulah sekitar pukul duabelas siang Nabil dan kakaknya sudah siap pergi untuk mencari nafkah demi menyambung nafas kehidupannya.
Dengan pakaian yang seadanya dibawah teriknya matahari, Nabil menjadi tukang parkir disebuah toko yang tidak jauh dari rumahnya sedangkan kakaknya menjual sop buah yang tidak jauh dari lokasi tempat Nabil bekerja. Nabil menjalankan pekerjaannya tanpa kenal lelah.
Bayarannya pun tak seberapa, uang recehan menjadi harapan, dia sudah amat bersyukur ada orang yang memberinya. Penghasilan mereka tiap harinya pun tak menentu.
”Bagaimana rejekinya saja, kadang banyak kadang juga sedikit.. Ya namanya juga jadi tukang parkir belum tentu ada yang ngasih juga” ucap Ria.
Sedikitnya penghasilan mereka per hari bisa sampai Rp.40.000,-atau besarnyapun Rp.60.000,- kalau lagi banyak rejekinya.
“Uang banyak ini buat kakak, karena kakak yang selalu menemaniku. Hanya ini yang bias saya berikan buat kakak sebagai tanda terima kasih.”Ujar Nabil dengan nada polosnya.
Uang itu mereka manfaatkan untuk biaya makan sehari-hari juga untuk kelanjutan kebutuhansekolah Nabil. Kakaknya hanya ingin Nabil tetap sekolah, sebagai adik satu-satunya Ria inginkan Nabil jadi adik yang lebih baik, mampu skolah dan bias membahagiakan Almh Ibunya dan Ayahnya kelak, walaupun keadaan sekarang yang dijalaninya masih penuh dengan perjuangan.
Keadaan yang terbatas tak membuat mereka berputus asa, Ria dan Nabil tetap bertahan hingga saat ini semenjak ditinggalkan ibunya untuk selama-lamanya. Ayahnya sekarang sedang bekerja menjadi seorang pelayan di salah satu restoran yang berada di Timika, Papua. Sebulan sekali ayahnya mengirimkan uang kepada mereka sebesarRp 300.000/bln, itupun tidak tetap tergantung penghasilan sang ayah.
Ria selalu menemani adiknya parkir dan di saat Nabil parkir, kakaknya menjual sop buah. Di bawah terik matahari kakaknya setia menunggu hingga adiknya kembali. Aktifitas itu dilakukan terus setiap hari oleh Nabil dan kakaknya. Siang hingga malam, panas dan hujan tak terasa asing bagi tubuh mereka untuk mencari nafkah di tengah padatnya aktifitas orang-orang yang tak biasa seperti mereka.