Disusun Oleh:Â
Dyah Tasya Ramadhani, Maula Nisyyah Amar, Titin Indah Pratiwi, Sherrin Nurlita Widya
Bimbingan dan Konseling, Universitas Negeri Surabaya
E-mail: dyah.23064@mhs.unesa.ac.id, maula.23122@mhs.unesa.ac.id, titinindahpratiwi@unesa.ac.id, sherrinwidya@unesa.ac.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tantangan dan inovasi dalam manajemen layanan bimbingan dan konseling (BK) di SMA Al-Azhar Gresik, terutama dalam menghadapi persepsi negatif siswa terhadap guru BK sebagai "polisi sekolah." Persepsi ini mempengaruhi efektivitas layanan BK, di mana siswa menjadi takut atau enggan berkomunikasi dengan guru BK. Hal ini menciptakan jarak emosional antara guru BK dan siswa serta menghalangi tercapainya tujuan layanan BK. Untuk mengatasi tantangan ini, penelitian ini menggali strategi inovatif yang diterapkan oleh guru BK, salah satunya dengan penggunaan "Papan Pohon Ekspresi." Media ini memberikan ruang bagi siswa untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya secara bebas, sehingga membantu guru BK memahami kebutuhan siswa dengan lebih baik. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dan wawancara mendalam dengan guru BK di SMA Al-Azhar Gresik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi negatif terhadap guru BK dapat diubah dengan pendekatan inovatif yang mendukung, seperti papan pohon ekspresi. Media ini membantu meningkatkan keterlibatan siswa, dan menciptakan lingkungan sekolah yang lebih nyaman dan mendukung. Dengan begitu, layanan BK dapat lebih efektif untuk membantu siswa mengembangkan potensi dan karakter siswa secara maksimal.
Kata Kunci: Manajemen, Bimbingan dan Konseling, Tantangan, Inovasi, Persepsi
PENDAHULUAN
Bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian bantuan kepada individu atau kelompok untuk mencapai perkembangan secara optimal dan kemandirian berdasarkan norma-norma yang berlaku. Dalam dunia pendidikan, bimbingan konseling dibutuhkan untuk membantu peserta didik mencapai kemandiriannya. Pemberian layanan BK dapat berlangsung secara optimal, tepat sasaran, efisien, dan efektif apabila didasarkan pada manajemen yang tepat. Dengan memanajemen program layanan BK, tujuan bimbingan konseling akan terlaksana dengan baik.
Manajemen mencakup kegiatan untuk mencapai suatu tujuan, yang mana dilakukan oleh beberapa individu yang berusaha sebaik mungkin dan mengikuti rencana yang sudah dibuat sebelumnya. Manajemen merupakan proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian pada suatu organisasi, program, pelayanan supaya mencapai tujuan (Dewany et al, 2022). Menurut Prayitno, 2009 dalam Dewany et al (2022), manajemen bimbingan dan konseling merupakan proses pengelolaan yang berpusat pada empat kegiatan utama, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan evaluasi atau pengendalian (controlling).
Dengan menerapkan manajemen yang efektif dalam layanan bimbingan dan konseling, diharapkan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah juga dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif. Oleh sebab itu, manajemen bimbingan dan konseling sangatlah penting. Bimbingan dan Konseling di sekolah adalah salah satu komponen utama dalam pendidikan karakter yang dilakukan melalui berbagai strategi layanan untuk mengembangkan potensi siswa agar dapat mencapai kemandiriannya (Widia, 2019). Mengelola layanan BK juga sangat diperlukan untuk menjalankan program bimbingan dan konseling di sekolah. Oleh Karena itu, Perlu untuk mengetahui bagaimana Manajemen BK di sebuah sekolahan mulai dari persiapan hingga perencanannya, sehingga bimbingan dan konseling akan sangat berperan dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan secara optimal.
Tidak dapat dipungkiri lagi, dalam melaksanakan suatu kegiatan tentu kita dapat mengalami sebuah tantangan, hambatan, atau kesulitan. Begitupun dalam pelaksanaan manajemen BK, sering kali para guru atau konselor akan menghadapi permasalahan atau tantangan. Seperti yang kita ketahui, dalam manajemen BK, guru Bk atau konselor akan merancang sebuah program untuk memberikan layanan kepada siswa. Namun, pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang ideal sering kali menghadapi berbagai hambatan dan tantangan. Beberapa di antaranya meliputi tidak sesuainya tujuan bimbingan dan konseling dengan tujuan pendidikan secara umum, orientasi bimbingan yang masih terlalu fokus pada masalah siswa, penyusunan program yang belum berdasarkan kebutuhan siswa (needs assessment). Selain itu, dukungan dari pihak sekolah terhadap program bimbingan dan konseling yang masih kurang, kemudian kurangnya pemahaman tentang pentingnya kolaborasi antara berbagai profesi dalam lingkungan pendidikan, serta minimnya respons positif dari siswa terhadap pemberian layanan BK (Syahri et al., 2024).
Salah satu tantangan yang banyak terjadi ialah, kurangnya respons positif dari peserta didik terhadap layanan bimbingan dan konseling yang telah direncanakan, Banyak siswa yang masih menganggap guru BK sebagai "polisi sekolah", yaitu sosok yang menakutkan, galak, dan selalu menghukum siswa. persepsi seperti ini sudah menjadi stigma yang umum dimiliki oleh para siswa. Hal ini akan menghambat tercapainya fungsi dan tujuan guru BK di sekolah, yaitu menghambat efektifitas pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada siswa (Fitria et al, 2024). Siswa menjadi takut ketika harus berhadapan dengan guru BK, bahkan menghindari untuk bertemu dengan guru BK. Dengan begitu, selain menghambat efektifitas layanan BK, persepsi tersebut juga menciptakan jarak antara guru dengan siswa, sehingga siswa merasa enggan dan tertutup untuk berkomunikasi secara terbuka. Oleh karena itu, guru BK atau konselor perlu membuat suatu inovasi untuk melakukan pendekatan kepada siswa. Guru BK dapat membuat cara unik untuk memberikan layanan kepada siswa agar stigma negatif itu hilang dan berubah menjadi BK sahabat siswa.
Berdasarkan penjelasan tersebut, SMA Al-Azhar Gresik menghadapi tantangan serupa, yang perlu diperhatikan lebih lanjut terkait manajemen layanan bimbingan dan konseling di SMA Al-Azhar Gresik. Salah satu permasalahan utama adalah bagaimana guru BK menghadapi tantangan dalam menjalankan layanan BK, terutama dalam mengatasi persepsi negatif siswa yang sering menganggap guru BK sebagai "polisi sekolah." Persepsi ini tidak hanya memengaruhi hubungan antara guru BK dan siswa, tetapi juga berpengaruh pada efektivitas layanan BK secara keseluruhan. Selain itu, juga perlu untuk memahami inovasi yang guru BK lakukan untuk mengubah stigma negatif ini menjadi pandangan yang lebih positif, sehingga siswa merasa nyaman dan dapat menerima layanan BK dengan baik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tantangan tersebut dapat diatasi melalui strategi inovatif yang diterapkan oleh guru BK, serta bagaimana inovasi tersebut bisa membantu meningkatkan efektivitas layanan BK dalam mendukung perkembangan potensi dan kemandirian siswa.
Penelitian ini juga bertujuan untuk menggali langkah-langkah strategis yang dilakukan guru BK di SMA Al-Azhar Gresik untuk menciptakan hubungan yang lebih baik dengan siswa, sehingga program BK bisa berjalan lebih efektif dan memberikan hasil yang maksimal. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang lebih luas dan praktis tentang cara menghadapi tantangan dalam layanan BK dengan pendekatan inovatif. Dengan begitu, layanan BK tidak hanya menjadi solusi bagi masalah siswa, tetapi juga bisa menjadi bagian penting dalam membantu pengembangan karakter dan potensi siswa secara menyeluruh.
METODE PENELITIAN
Artikel ini menggunakan metode studi pustaka dan Wawancara kepada Guru BK di SMA Al-Azhar. Menurut Nanda Akbar Gumilang yang dikutip dari gramedia.com, studi pustaka merupakan proses meninjau berbagai literatur yang telah dipublikasikan sebelumnya terkait beragam topik. Literatur yang dikaji dapat berupa tulisan non-fiksi, seperti makalah ilmiah, tesis, disertasi, atau karya lainnya, termasuk buku dan artikel non-ilmiah. Penulis mengumpulkan data atau informasi dari karya ilmiah atau publikasi yang relevan, serta karya atau catatan yang berkaitan dengan topik yang dibahas dalam artikel ini, lalu menyimpulkan inti dari catatan tersebut. Selain itu, penulis juga mengumpulkan data dengan melakukan wawancara pada seorang guru BK di SMA Al-Azhar. Menurut Patton (2015) dalam Nisa dan Lathifah (2024), wawancara mendalam sangat bermanfaat untuk mengumpulkan data yang rinci tentang pengalaman dan pandangan guru BK dalam menjalankan program bimbingan dan konseling. Dengan hasil wawancara yang dilakukan, penulis dapat merumuskan isi artikel ini tentang tantangan dan inovasi dalam manajemen BK di SMA Al-Azhar Gresik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.Manajemen BK Di SMA Al-Azhar Gresik
Menurut (Prayitno, 2009 dalam Dewany et al, 2022) mengatakan bahwa Manajemen BK merupakan sebuah pengelolaan bimbingan dan konseling yang pada dasarnya fokus pada empat kegiatan yaitu Perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi. Dalam menjalankan program BK pada lembaga pendidikan, tentu memerlukan juga manajemen pelayanan bimbingan dan konseling. Agar manajemen program sekolah dapat berjalan dengan baik, setiap pihak yang terlibat harus memberikan kontribusinya. Kepala sekolah, guru, serta tenaga kependidikan lainnya memiliki tanggung jawab untuk menerapkan fungsi-fungsi manajemen tersebut (Sagala (2009) dalam Rahmadani, dkk, 2021). Pelaksanaan Manajemen BK di SMA Al-Azhar, telah diatur sesuai dengan standar umum pelaksanaan BK dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekolah dan dengan koordinasi antara tim BK, guru, wali kelas, serta dipimpin oleh kepala sekolah.
Diawali dengan tahap asesmen kebutuhan siswa, di mana guru BK menyediakan instrumen khusus untuk memperoleh informasi mengenai hasil belajar, perkembangan, dan kebutuhan siswa. SMA Al-Azhar memiliki prosedur yang jelas dan terstruktur dalam menangani kasus-kasus khusus, yang didasarkan pada Standar Operasional Prosedur (SOP) dan aturan yang berlaku. Setiap kasus diproses melalui diskusi bersama dengan kepala sekolah, ketua kesiswaan, tim kedisiplinan, dan tim kurikulum untuk memastikan penanganan yang tepat dan adil. Dengan koordinasi ini, sekolah berusaha menangani setiap kasus dengan baik serta menjaga kepentingan dan keamanan seluruh warga sekolah.
Dalam Manajemen BK, guru BK akan mengatur sebuah program BK untuk memberikan layanan kepada siswa. Menurut Slameto (1988) dalam Hakim, dkk (2023), penyusunan program Bimbingan dan Konseling (BK) sering kali dihadapkan pada berbagai kesulitan dan tantangan, terutama dalam merancang program yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Beberapa hambatan yang mungkin muncul antara lain kurangnya keterlibatan siswa dalam perencanaan dan pelaksanaan program BK, yang bisa membuat program tersebut tidak relevan dengan kebutuhan dan keinginan mereka. Selain itu, ada stigma atau pandangan negatif tentang BK dari siswa, guru, atau orang tua, yang dapat mengurangi partisipasi dalam program tersebut. Di sisi lain, masalah yang dihadapi oleh siswa sering kali bersifat kompleks dan memerlukan pendekatan yang lebih mendalam dan berkelanjutan dari konselor (Hakim, dkk, 2023).
2.Tantangan Dalam Manajemen BK Di SMA Al-Azhar Gresik
Secara umum, dalam KBBI tantangan merupakan suatu hal atau objek yang menggugah tekad untuk meningkatkan kemapuan mengatasi masalah. Hal ini berarti bahwa tantangan adalah suatu masalah yang perlu ditangani. Dengan adanya tantangan dalam kegiatan seseorang, akan menumbuhkan tekad seseorang tersebut untuk segera mengatasinya. Begitupun dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling, tantangan yang biasanya dihadapi terdapat pada pelaksanaan manajemen BK atau dalam memberikan layannanya. Untuk mencapai tujuan layanan BK, menyusun program yang baik saja tidak cukup, tetapi implementasi layanan yang baik, benar, efektif dan efisien juga berguna untuk mendukung tujuan BK, sekaligus meningkatkan kepercayaan dan pengakuan masyarakat terhadap layanan tersebut (Masbur & Nuzliah, 2017).
Dari proses pelaksanaan manajemen BK yang di lakukan, tidak dapat dipungkiri SMA Al-Azhar Gresik juga memiliki tantangan dalam memberikan layanan kepada siswa. Dari hasil wawancara yang kami lakukan, ditemukan bahwa salah satu kendala dalam pelaksanaan layanan BK adalah adanya persepsi bahwa guru BK seperti "polisi sekolah,". Hal ini membuat beberapa siswa merasa takut atau tertutup saat berhadapan dengan guru BK, sehingga mereka sulit terbuka. Dengan sikap tertutup dan takut tersebut, guru BK juga akan kesusahan dalam memberikan layanan. Dengan begitu, ruang BK menjadi tempat yang akan jarang dikunjungi oleh siswa-siswi. Padahal mereka boleh bercerita secara terbuka tanpa takut dihakimi, karena guru BK pasti akan membantu untuk menemukan solusi dan akan mendengarkan dengan baik.
Persespsi negatif tersebut juga masih banyak ditemukan di berbagai sekolah lain. Persepsi-persepsi seperti itu sudah menjadi bagian dari pada pola pikir mereka sehingga menjadi mindset yang melekat pada diri siswa. Salah satu tantangan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah persepsi negatif siswa terhadap Guru BK. Menurut Setyaningrum (2013), persepsi siswa adalah cara mereka melihat dan menilai sikap serta perilaku Guru BK yang diamati melalui panca indera. (Dalam Sahana, 2024). Secara umum, persepsi adalah proses dimana individu memberikan sebuah tanggapan atau mengartikan apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan melalui panca indera, yang kemudian tercermin dalam bentuk sikap, tingkah laku, dan pandangan. Persepsi bersifat pribadi karena bergantung pada pandangan setiap individu itu sendiri sehingga penafsiran setiap individu akan berbeda. Oleh karena itu, guru BK perlu untuk memahami dan berusaha membangun persepsi positif di kalangan peserta didik agar layanan konseling dapat berjalan dengan efektif dan maksimal (Sahana, 2024).
Adanya Persepsi negatif tersebut di SMA Al-Azhar, bisa jadi dikarenakan seringnya ia melihat bahwa siswa-siswi yang masuk ke ruangan guru BK adalah anak bermasalah yang nakal. Mereka juga melihat guru BK menegur siswa yang tidak menaati peraturan. Apa yang dilakukan guru BK itu memang sudah benar. Namun, mereka menganggap bahwa jika berurusan dengan guru BK mereka adalah anak bermasalah yang nakal. Respon dari teman lainnya juga sangat berpengaruh, di mana ketika ada anak atau siswa yang berurusan dengan guru BK, siswa yang lain akan memandang anak itu orang yang problematik atau orang yang nakal, tidak patuh, dan lain-lain. Selain itu, masih banyak juga siswa yang beranggapan bawa guru BK itu sedikit menyeramkan. Adanya anggapan seperti itu akan membentuk mindset bahwa guru BK adalah polisi sekolah, Guru BK tempat hukuman atau menghukum, guru BK orang yang terlalu serius dan galak, dan lain-lain. Dikatakan polisi sekolah yaitu karena polisi adalah orang yang umumnya ditakuti oleh masyarakat. Polisi bertugas menjaga keamanan dengan bertindak tegas terhadap kejahatan atau hal-hal yang tidak sesuai aturan. Oleh sebab itu, di sekolah, para siswa menggunakan istilah polisi sekolah untuk guru BK, yang mana guru BK biasanya menangani urusan-urusan yang melanggar aturan sekolah. Selian itu, Persepsi negatif ini juga bisa dikarenakan kurangnya pemahaman siswa tentang tugas guru BK sendiri.
Pada kenyataannya, guru BK ialah seseorang yang bertugas untuk membantu siswa di sekolah. Baik dalam bidang akademik, pribadi atau emosi, social, dan jenjang karier. Fungsi guru bimbingan dan konseling disekolah untuk membantu pengembangan proses belajar siswa. Semestinya, Ketika siswa memiliki masalah, siswa dapat menghadap ke guru BK untuk menjadi fasilitator dalam memecahkan masalah tersebut (Fitriani & Aisyah, 2024). Guru BK bukan polisi sekolah atau musuh para siswa, melainkan teman siswa. Siswa akan dibantu dalam menemukan solusi permasalahannya. Guru BK juga akan mendengarkan curhatan / keluh kesah siswa tanpa menghakimi sehingga siswa dapat menjadi versi yang lebih baik.
3.Inovasi Manajemen BK Di SMA Al-Azhar Gresik
Inovasi merupakan suatu alat atau gagasan baru dan terciptanya hal yang belum pernah ada sebelumnya (Ulfa, 2021). Inovasi yang dilakukan dalam menghadapi tantangan yang ada yaitu dengan menerapkan Papan Pohon Ekspresi yang merupakan media pada setiap kelas, dengan tujuan untuk memberikan tempat bagi peserta didik dalam mengekspresikan diri mereka. Media ini berbentuk pohon, yang memungkinkan siswa untuk menuliskan pikiran, perasaan, atau pengalaman mereka pada daun yang tersedia pada papan pohon tersebut. Inovasi ini memiliki berbagai tujuan dan keuntungan terutama sebagai wadah untuk mengekspresikan diri. Papan ini berfungsi sebagai tempat di mana peserta didik dapat dengan bebas menuliskan perasaan secara terbuka. Dengan ini, penting untuk mengurangi tekanan emosi, stres, dan memberikan ruang untuk meluapkan emosi (Mandala, 2023). Selain itu, papan ini juga dapat menumbuhkan kreativitas peserta didik, melalui papan ini peserta didik didorong untuk mengembangkan kreativitas dalam mengekspresikan diri melalui teks dan gambar. Peserta didik dapat berinovasi dalam menyampaikan perasaan mereka.
Papan Pohon Ekspresi juga berfungsi untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik agar dapat mengenal dan mengelola emosi mereka dengan baik. Ketika peserta didik menuliskan apa yang dirasakan, ini akan mendorong peserta didik untuk lebih sadar akan perasaan yang sedang dialami. Proses ini membantu mereka menjadi lebih terbuka dengan diri sendiri (B.Galnau, 2009). Dengan begitu, peserta didik tidak hanya mengekspresikan emosi, tetapi juga belajar memahami serta merespons emosi dengan cara yang lebih baik.
Selain itu, papan ini juga berfungsi sebagai media untuk menunjang komunikasi antar peserta didik. Ketika peserta didik membaca ekspresi teman-temannya, mereka dapat saling lebih memahami satu sama lain. Hal ini menciptakan lingkungan yang lebih kondusif, setiap peserta didik akan lebih merasa di hargai. Dengan adanya papan ini secara tidak langsung juga dapat mengurangi adanya rasa kesepian yang kemungkinan besar dialami oleh sebagian peserta didik.
Papan ini juga menjadi tempat untuk menanamkan nilai empati pada peserta didik. Hal ini dapat membantu membentuk individu yang lebih peduli dengan perasaan orang lain, sehingga terciptanya lingkungan sekolah yang supportif dan positif. Inovasi papan pohon ekspresi ini tidak hanya menambah pengalaman belajar peserta didik, tetapi juga meningkatkan kualitas layanan bimbingan dan konseling di SMA Al-Azhar. Dengan memberikan ruang ekspresi bagi peserta didik, guru BK dapat lebih mudah untuk mengenali dan memudahkan dalam proses pemberian bantuan pada peserta didik yang membutuhkan bimbingan maupun konseling. Inovasi ini juga dapat meningkatkan perkembangan sosial dan emosional peserta didik (Muzzamil et al., 2021).
Dalam mengatur papan pohon ini, guru BK bertanggung jawab dalam mengatur peletakan papan dan desain papan agar terlihat lebih menarik, sehingga para peserta didik dapat mudah mengakses dan tertarik untuk berpartisipasi. Selain peletakan dan desain, papan tersebut juga dapat di buat dengan teknologi dengan tujuan agar lebih meningkatkan efektivitas keberlangsungan papan pohon ekspresi. Guru BK dapat membuat dengan menggunakan papan versi digital, sehingga dengan papan ini dapat memungkinkan peserta didik untuk menyalurkan ekspresi secara anonim atau pesan rahasia yang dapat diakses melalui website maupun aplikasi (Firstrian et al., 2023). Hal ini tentu lebih efisien dan mempermudah peserta didik yang kemungkinan enggan untuk menulis secara langsung di papan pohon sekolah.
Keberadaan papan ini juga dapat meningkatkan kontribusi dan keterlibatan dalam proses pembelajaran. Ketika banyak peserta didik yang merasa emosinya dihargai dan disediakan tempat untuk menyalurkan emosi dan ekspresi, mereka akan lebih termotivasi untuk dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran di sekolah. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa upaya meningkatkan kesehatan emosionalÂ
Papan pohon yang telah terisi, selanjutnya guru BK bisa melakukan pengamatan pada tulisan atau gambar untuk memahami dan menganalisa ekspresi emosi melalui tulisan dan gambar yang telah dibuat oleh peserta didik. Dengan pengamatan yang dilakukan, guru BK melakukan konseling pada peserta didik yang menunjukkan adanya permasalahan. Dalam proses konseling, guru BK dapat mendalami perasaan peserta didik dan memberikan dukungan secara emosional. Umpan balik dari peserta didik juga diperlukan dalam keberlanjutan pelaksanaan inovasi tersebut (Wahyudi, 2016).
KESIMPULAN
Manajemen BK di SMA Al-Azhar sangat menunjang perkembangan peserta didik. Manajemen BK yang terstruktur, mencakup beberapa komponen seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi, yang berguna untuk memastikan layanan BK di sekolah berjalan secara efektif. Kontribusi dan dukungan dari semua pihak, seperti guru dan kepala sekolah, sehingga program BK yang ada dapat diterapkan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Tantangan dalam pelaksanaan manajemen BK yaitu terkait masih adanya persepsi negatif tentang guru BK. Masih banyak peserta didik yang berspekulasi bahwa guru BK adalah "polisi sekolah," sehingga membuat mereka takut dan enggan berkomunikasi secara terbuka. Persepsi ini yang menghambat peserta didik untuk terbuka dan kesulitan pelaksanaan layanan BK, sehingga penting bagi guru BK untuk melakukan upaya dalam mengubah persepsi tersebut, agar peserta didik dapat lebih terbuka dan terjalin komunikasi dengan baik.
Inovasi yang diberikan dalam menghadapi tantangan tersebut yaitu dengan adanya penerapan Papan Pohon Ekspresi yang dijadikan solusi untuk mengatasi pola pikir yang tidak sesuai. Pembuatan media ini bertujuan sebagai wadah bagi peserta didik agar dapat mengekspresikan perasaan dan pikiran mereka secara bebas tanpa merasa takut. Adanya media ini diharapkan peserta didik dapat mengenal keberadaan emosi mereka dan meningkatkan kreativitas, serta memperkuat terjalinnya komunikasi antar peserta didik, agar dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih positif.
Efektivitas Papan pohon ini tidak hanya meningkatkan keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar, tetapi juga meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan emosi. Melalui inovasi media ini, guru BK dapat lebih mudah memahami kebutuhan maupun masalah yang dialami siswa, sehingga dapat memberikan layanan BK yang lebih sesuai. Untuk mencapai tujuan pendidikan agar lebih optimal, penting bagi sekolah untuk terus mengembangkan program BK dengan menggunakan strategi yang inovatif dan kreatif. Menghadapi tantangan yang terjadi dan mengubah persepsi tentang bimbingan dan konseling akan membantu peserta didik untuk berkembang secara dinamis.
DAFTAR PUSTAKA
B.Galnau, M. (2009). Keterbukaan Diri (Self Disclosure) Siswa Dalam Perspektif Budaya dan Implikasinya Bgai Konseling. Jurnal Ilmiah Universitas Katolik Widya Mandala Madiun, 33(1), 95--112.
Dewany, R., Firman, & Neviyarni. (2022). Penerapan Manajemen Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Upaya Meningkatkan Mutu Belajar Siswa. Education & Learning, 2(2), 83--87. https://doi.org/10.57251/el.v2i2.388
Firstrian, B., Cahyani, Y., Santosa, R. S., & Mulyati, T. (2023). Manfaat Pesan Anonim Terhadap Interaksi Sosial Siswa. Jurnal Prosiding, 6, 1808--1812.
Fitria, D. R., Yustiana, Y. R., & Ahman, A. (2024). Stigma Negatif Pada Guru Bk Karena Etika Profesi. Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 10(April), 82--90.
Fitriani, D., & Asiyah, D. (2024). Perssepsi Siswa Terhadap Layanan Bimbingan Dan Konseling Di Smp Negeri 1 Malausam. Jendela ASWAJA, 5(1), 42--53. https://doi.org/10.52188/ja.v5i1.781
Hakim, R., Ahmad, R., & Syukur, Y. (2023). Hambatan Dalam Penyusunan dan Pelaksanaan Program BK di SMA. Journal Of Social Science Research, 3(2), 7703--7711.
Mandala, M. (2023). Pelatihan manajemen stres dan coloring mandala untuk mengurangi stres pada mahasiswa. Community Development Journal, 4(2), 2399--2403.
Masbur, & Nuzliah. (2017). Manajemen Bimbingan dan Konseling. In SEARFIQH.
Muzzamil, F., Fatimah, S., & Hasanah, R. (2021). PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK. Murangkalih: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 1--20.
Nisa, L. C., & Lathifah, M. (2024). Tantangan dalam Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di SMP Ulul Albab Sidoarjo. 2022, 514--518.
Rahmadani, R., Neviyarni, & Firman. (2021). Manajemen Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(2), 2973--2977.
Sahana, Y. (2024). Strategi Mengubah Persepsi Negatif Siswa Terhadap Guru Bimbingan dan Konseling. INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research, 4(3), 11779--11788. https://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/view/8539
Sjafei, I. (2017). Pembelajaran Kooperatif Dalam Pengembangan Sikap Pada Tugas Akademik. Jurnal Educate, 2(1), 26--43.
Syahri, L. M., Handani, T., Media, A., & Syahrial. (2024). Urgensi Manajemen Dalam Pelayanan Bimbingan Dan Konseling. JUBIKOPS: Jurnal Bimbingan Konseling Dan Psikologi, 4(2), 177--188.
Ulfa, M. (2021). Inovasi dan Kolaborasi Dalam Era Komunikasi Digital. Jurnal Prosiding, 8(1), 29--38.
Wahyudi, D. (2016). PENGGUNAAN MEDIA, VARIASI, DAN UMPAN BALIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN UNTUK MENGOPTIMALKAN HASIL BELAJAR SISWA. Jurnal Educative, 1(2), 86--95.
Widia, Y. (2019). Manajemen Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Unp, 1--7.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H