Tidak dapat dipungkiri lagi, dalam melaksanakan suatu kegiatan tentu kita dapat mengalami sebuah tantangan, hambatan, atau kesulitan. Begitupun dalam pelaksanaan manajemen BK, sering kali para guru atau konselor akan menghadapi permasalahan atau tantangan. Seperti yang kita ketahui, dalam manajemen BK, guru Bk atau konselor akan merancang sebuah program untuk memberikan layanan kepada siswa. Namun, pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang ideal sering kali menghadapi berbagai hambatan dan tantangan. Beberapa di antaranya meliputi tidak sesuainya tujuan bimbingan dan konseling dengan tujuan pendidikan secara umum, orientasi bimbingan yang masih terlalu fokus pada masalah siswa, penyusunan program yang belum berdasarkan kebutuhan siswa (needs assessment). Selain itu, dukungan dari pihak sekolah terhadap program bimbingan dan konseling yang masih kurang, kemudian kurangnya pemahaman tentang pentingnya kolaborasi antara berbagai profesi dalam lingkungan pendidikan, serta minimnya respons positif dari siswa terhadap pemberian layanan BK (Syahri et al., 2024).
Salah satu tantangan yang banyak terjadi ialah, kurangnya respons positif dari peserta didik terhadap layanan bimbingan dan konseling yang telah direncanakan, Banyak siswa yang masih menganggap guru BK sebagai "polisi sekolah", yaitu sosok yang menakutkan, galak, dan selalu menghukum siswa. persepsi seperti ini sudah menjadi stigma yang umum dimiliki oleh para siswa. Hal ini akan menghambat tercapainya fungsi dan tujuan guru BK di sekolah, yaitu menghambat efektifitas pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada siswa (Fitria et al, 2024). Siswa menjadi takut ketika harus berhadapan dengan guru BK, bahkan menghindari untuk bertemu dengan guru BK. Dengan begitu, selain menghambat efektifitas layanan BK, persepsi tersebut juga menciptakan jarak antara guru dengan siswa, sehingga siswa merasa enggan dan tertutup untuk berkomunikasi secara terbuka. Oleh karena itu, guru BK atau konselor perlu membuat suatu inovasi untuk melakukan pendekatan kepada siswa. Guru BK dapat membuat cara unik untuk memberikan layanan kepada siswa agar stigma negatif itu hilang dan berubah menjadi BK sahabat siswa.
Berdasarkan penjelasan tersebut, SMA Al-Azhar Gresik menghadapi tantangan serupa, yang perlu diperhatikan lebih lanjut terkait manajemen layanan bimbingan dan konseling di SMA Al-Azhar Gresik. Salah satu permasalahan utama adalah bagaimana guru BK menghadapi tantangan dalam menjalankan layanan BK, terutama dalam mengatasi persepsi negatif siswa yang sering menganggap guru BK sebagai "polisi sekolah." Persepsi ini tidak hanya memengaruhi hubungan antara guru BK dan siswa, tetapi juga berpengaruh pada efektivitas layanan BK secara keseluruhan. Selain itu, juga perlu untuk memahami inovasi yang guru BK lakukan untuk mengubah stigma negatif ini menjadi pandangan yang lebih positif, sehingga siswa merasa nyaman dan dapat menerima layanan BK dengan baik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tantangan tersebut dapat diatasi melalui strategi inovatif yang diterapkan oleh guru BK, serta bagaimana inovasi tersebut bisa membantu meningkatkan efektivitas layanan BK dalam mendukung perkembangan potensi dan kemandirian siswa.
Penelitian ini juga bertujuan untuk menggali langkah-langkah strategis yang dilakukan guru BK di SMA Al-Azhar Gresik untuk menciptakan hubungan yang lebih baik dengan siswa, sehingga program BK bisa berjalan lebih efektif dan memberikan hasil yang maksimal. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang lebih luas dan praktis tentang cara menghadapi tantangan dalam layanan BK dengan pendekatan inovatif. Dengan begitu, layanan BK tidak hanya menjadi solusi bagi masalah siswa, tetapi juga bisa menjadi bagian penting dalam membantu pengembangan karakter dan potensi siswa secara menyeluruh.
METODE PENELITIAN
Artikel ini menggunakan metode studi pustaka dan Wawancara kepada Guru BK di SMA Al-Azhar. Menurut Nanda Akbar Gumilang yang dikutip dari gramedia.com, studi pustaka merupakan proses meninjau berbagai literatur yang telah dipublikasikan sebelumnya terkait beragam topik. Literatur yang dikaji dapat berupa tulisan non-fiksi, seperti makalah ilmiah, tesis, disertasi, atau karya lainnya, termasuk buku dan artikel non-ilmiah. Penulis mengumpulkan data atau informasi dari karya ilmiah atau publikasi yang relevan, serta karya atau catatan yang berkaitan dengan topik yang dibahas dalam artikel ini, lalu menyimpulkan inti dari catatan tersebut. Selain itu, penulis juga mengumpulkan data dengan melakukan wawancara pada seorang guru BK di SMA Al-Azhar. Menurut Patton (2015) dalam Nisa dan Lathifah (2024), wawancara mendalam sangat bermanfaat untuk mengumpulkan data yang rinci tentang pengalaman dan pandangan guru BK dalam menjalankan program bimbingan dan konseling. Dengan hasil wawancara yang dilakukan, penulis dapat merumuskan isi artikel ini tentang tantangan dan inovasi dalam manajemen BK di SMA Al-Azhar Gresik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.Manajemen BK Di SMA Al-Azhar Gresik
Menurut (Prayitno, 2009 dalam Dewany et al, 2022) mengatakan bahwa Manajemen BK merupakan sebuah pengelolaan bimbingan dan konseling yang pada dasarnya fokus pada empat kegiatan yaitu Perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi. Dalam menjalankan program BK pada lembaga pendidikan, tentu memerlukan juga manajemen pelayanan bimbingan dan konseling. Agar manajemen program sekolah dapat berjalan dengan baik, setiap pihak yang terlibat harus memberikan kontribusinya. Kepala sekolah, guru, serta tenaga kependidikan lainnya memiliki tanggung jawab untuk menerapkan fungsi-fungsi manajemen tersebut (Sagala (2009) dalam Rahmadani, dkk, 2021). Pelaksanaan Manajemen BK di SMA Al-Azhar, telah diatur sesuai dengan standar umum pelaksanaan BK dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekolah dan dengan koordinasi antara tim BK, guru, wali kelas, serta dipimpin oleh kepala sekolah.
Diawali dengan tahap asesmen kebutuhan siswa, di mana guru BK menyediakan instrumen khusus untuk memperoleh informasi mengenai hasil belajar, perkembangan, dan kebutuhan siswa. SMA Al-Azhar memiliki prosedur yang jelas dan terstruktur dalam menangani kasus-kasus khusus, yang didasarkan pada Standar Operasional Prosedur (SOP) dan aturan yang berlaku. Setiap kasus diproses melalui diskusi bersama dengan kepala sekolah, ketua kesiswaan, tim kedisiplinan, dan tim kurikulum untuk memastikan penanganan yang tepat dan adil. Dengan koordinasi ini, sekolah berusaha menangani setiap kasus dengan baik serta menjaga kepentingan dan keamanan seluruh warga sekolah.
Dalam Manajemen BK, guru BK akan mengatur sebuah program BK untuk memberikan layanan kepada siswa. Menurut Slameto (1988) dalam Hakim, dkk (2023), penyusunan program Bimbingan dan Konseling (BK) sering kali dihadapkan pada berbagai kesulitan dan tantangan, terutama dalam merancang program yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Beberapa hambatan yang mungkin muncul antara lain kurangnya keterlibatan siswa dalam perencanaan dan pelaksanaan program BK, yang bisa membuat program tersebut tidak relevan dengan kebutuhan dan keinginan mereka. Selain itu, ada stigma atau pandangan negatif tentang BK dari siswa, guru, atau orang tua, yang dapat mengurangi partisipasi dalam program tersebut. Di sisi lain, masalah yang dihadapi oleh siswa sering kali bersifat kompleks dan memerlukan pendekatan yang lebih mendalam dan berkelanjutan dari konselor (Hakim, dkk, 2023).