IV. PEMBAHASAN
A.Pengertian Adat Kejawen
Adat Kejawen merupakan sebuah kepercayaan yang dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di Jawa. Kejawen hakikatnya adalah suatu filsafat dimana keberadaannya ada sejak orang jawa itu ada. Hal tersebut dapat dilihat dari ajarannya yang universal dan selalu melekat berdampingan dengan agama dan di anut pada zamannya. (www.wikipedia.com)
Sejak dulu, orang Jawa mengaku keesaan Tuhan sehingga menjadi inti ajaran kejawen yaitu mengarahkan insan.
Berbeda dengan kaum abangan, kaum kejawen relatif taat dengan agamanya, dengan menjauhi larangan agamanya dan melaksanakan perintah agamanya namun tetap menjaga jati dirinya sebagai orang pribumi, karena ajaran filsafat kejawen memang mendorong untuk tetap taat kepada tuhannya. Jadi tidak heran jika ada banyak aliran filsafat kejawen menurut agamanya yang dianut seperti : Islam Kejawen, Hindu Kejawen, Kristen Kejawen, Budha Kejawen, Kejawen Kapitayan (Kepercayaan) dengan tetap melaksanakan adat dan budayanya yang tidak bertentangan dengan agamanya. Jadi sangat tidak arif jika mengatasnamakan kejawen sebagai agama dimana semua agama yang di anut oleh orang Jawa memiliki sifat-sifat keagamaan yang kental. (Hermawan:2005)
Kejawen dalam opini umum berisikan tentang seni budaya, tradisi, ritual, sikap, serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen juga memiliki arti spiritualistis atau spiritualistis suku Jawa, lalu olah spiritualis kejawen adalah Pasa (Berpuasa) dan Tapa (Bertapa).
Penganut ajaran kejawen biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam pengertiannya seperti agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang di barengi dengan sejumlah laku (mirip dengan “ibadah”). Penganut kejawen hampir tidak pernah mengadakan kegiatan perluasan ajaran, tetapi melakukan pembinaan secara rutin. (www.wikipedia.com)
Ajaran-ajaran kejawen bervariasi, dan sejumlah aliran dapat mengadopsi ajaran agama pendatang, baik Hindu, Budha, Islam, maupun Kristen. Misalnya kebudayaan pada cara pemakaman yang terjadi di Desa Kaliasri Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang yang hingga saat ini kebudayaan tersebut masih kental dan masih kerap dilaksanakan, meskipun tidak semua orang di desa tersebut penganut agama islam.
B. Adat Kejawen Memandang Kematian
Adat kejawen merupakan sebuah kebudayaan yang memiliki nilai adiluhung dan sudah melekat sejak dulu hingga sekarang yang dilakukan secara turun-temurun dan sudah diyakini kebenarannya. Adat Kejawen memandang kematian sebagai :
1.Bentuk peralihan dari dunia ke alam kelanggengan atau dalam bahasa jawa adalah alih rupo sehingga kadang juga di sebut dengan boyong (pindah), maka diselameti pada hari 1, 3, 7, 40, 100 harinya kemudian pendak siji, pendak loro, pendak telu, dan sewu dino setelah kematian.
2.Pada selametan 40 dan 100 harinya setelah meninggal biasanya dilakukan pasang kijing.
3.Kemudian, pada pendak siji dan sewu dino setelah meninggal biasanya dilakukan kirim dungo atau slametan ganti kemul.
C. Cara Pemakaman yang terjadi pada Bayi, Pra Nikah, dan Setelah Nikah berdasarkan Adat Kejawen
Pada dasarnya, cara pemakaman pada bayi, pra nikah, dan setelah nikah berdasarkan adat kejawen itu sama, yaitu :
1.Pewajiban penyembelihan kambing pada setiap kematian sebelum pemakaman.
2.Pewajiban ingon, artinya pemberian makan pada setiap sinoman pladen mayit dan para pentakziyah sebelum keberangkatan mayit.
3.Mbukak dalan kubur, artinya membuka jalan pemakaman pada saat mayit akan diberangkatkan ke pemakaman dan setelah tiba di pemakaman dengan pembakaran dupa, ratus, merang, dan dlingu bawang serta menyapu jalan menuju pemakaman dan memecahkan genteng.
Hanya saja yang membedakan cara pemakaman pada bayi, pra nikah, dan setelah nikah, yaitu :
1.Pada Bayi
Pada adat kejawen terdapat pewajiban pemberian dan pengadaan rupa-rupa jajanan pasar dan mainan apabila akan melaksanakan pemakaman pada bayi yang meninggal. Yang mana dalam jawa biasanya disebut dengan sesajen dan sesajen tersebut di taruh selama 7 hari di kamar atau di tempat dimana bayi biasanya tidur.
Pada dasarnya bayi yang terlahir sebelum usia 6 bulan (Siqtu), dalam kitab-kitab salafy dikenal tiga macam kondisi bayi, yakni :
a.Lahir dalam keadaan hidup. Perawatannya sama dengan perawatan jenazah muslim dewasa.
b. Berbentuk manusia sempurna, tapi tidak tampak tanda-tanda kehidupan. Hal-hal yang harus dilakukan sama dengan kewajiban terhadap jenazah muslim dewasa, selain menshalati.
c.Belum berbentuk manusia sempurna. Bayi yang demikian, taidak ada kewajiban apapun dalam perawatannya, akan tetapi disunahkan membungkus dan memakamkannya.
Adapun bayi yang lahir pada usia 6 bulan lebih, baik terlahir dalam keadaan hidup ataupun mati, kewajiban perawatannya sama dengan orang dewasa.
2.Pra Nikah
Pra nikah maksudnya adalah orang yang meninggal dunia pada saat ia masih remaja (perawan dan perjaka). Dalam hal ini cara pemakamannya berdasarkan adat kejawen yaitu dengan cara pewajiban pembuatan kembar mayang pada laki-laki dan perempuan yang meninggal sebelum menikah dan dibawa sampai ke pemakaman. Sedang pada perempuan ditambah peningset, artinya seperangkat alat lamaran untuk dihantarkan sampai ke pemakaman.
3.Setelah Nikah
Dalam adat kejawen, cara pemakaman yang terjadi pada orang yang meninggal pada orang yang sudah atau baru menikah (belum punya anak) yaitu dengan melepas (ngumbar) ayam.
Sedangkan ketika seseorang meninggal dunia dalam usia pernikahannya sudah lama dan mempunyai anak bahkan juga cucu atau cicit, maka cara pemakamannya berdasarkan adat kejawen yang dipakai secara umum, yaitu pewajiban penyembelihan kambing pada setiap kematian sebelum pemakaman, pewajiban ingon, artinya pemberian makan pada setiap sinoman pladen mayit dan para pentakziyah sebelum keberangkatan mayit, dan Mbukak dalan kubur, artinya membuka jalan pemakaman pada saat mayit akan diberangkatkan ke pemakaman dan setelah tiba di pemakaman dengan pembakaran dupa, ratus, merang, dan dlingu bawang serta menyapu jalan menuju pemakaman dan memecahkan genteng.
D. Manfaat dari Cara Pemakaman berdasarkan Adat Kejawen yang terjadi pada Bayi, Pra Nikah, dan Setelah Nikah
Adapun manfaat dari cara pemakaman berdasarkan adat kejawen yang terjadi pada bayi, pra nikah dan setelah menikah.
1.Pewajibanpenyembelihan kambing pada setiap kematian sebelum pemakamandimaksudkan karena keyakinan masyarakat dengan rasa kasihan apabila sang mayit tidak memiliki kendaraan untuk di tunggangi dalam menghadap penciptanya.
2.Pewajiban ingon, artinya pemberian makan pada setiap sinoman pladen mayit dan para pentakziyah sebelum keberangkatan mayit sebagai bentuk sedekah mayit untuk menjadi bekal ganjaran ibadah sang mayit yang akan dibawa menghadap Sang Penciptanya.
3.Mbukak dalan kubur, artinya membuka jalan pemakaman pada saat mayit akan diberangkatkan ke pemakaman dan setelah tiba di pemakaman dengan pembakaran dupa, ratus, merang, dan dlingu bawang serta menyapu jalan menuju pemakaman dan memecahkan genteng yang bertujuan untuk menemui sang penciptanya dan tanpa adanya penghalang dan perintang serta jauh dari musibah dan balak.
4.Pewajiban pemberian dan pengadaan rupa-rupa jajanan pasar dan mainan apabila akan melaksanakan pemakaman pada bayi yang meninggal, yang merupakan kesukaan sang bayi, sedang orang tua sangat ingin untuk menyenangkan sang bayi.
5.Pewajiban pembuatan kembar mayang pada laki-laki dan perempuan yang meninggal sebelum menikah. Sedang pada perempuan ditambah peningset, artinya seperangkat alat lamaran untuk dihantarkan sampai ke pemakaman. Karena adanya keyakinan bahwa setiap orang diciptakan berpasang-pasangan. Akan tetapi, karena kematianlah sehingga sang mayit tidak sampai ketemu dengan jodoh yang dipasangkan. Maka, kewajiban bagi orang tua atau yang hiduplah untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam perkawinan untuk dibawakan pada sang mayit dan diletakkan pada pemakamannya.
6.Melepas (ngumbar) ayam dengan tujuan untuk menyelamatkan roh yang terlepas dari raganya dengan bantuan ayam sebagai penjaga dan menghantarkan pada kepemilikan seorang anak.
DISKUSI
Tradisi merupakan peraturan yang di terapkan oleh masyarakat setempat pada saat pemakaman yang terjadi pada bayi, pra nikah, dan setelah menikah yang mana merupakan wujud kebudayaan yaitu kesatuan ide-ide, gagasan, nilai, norma-norma, dan peraturan yang terdapat sistem religi pada unsur-unsur kebudayaannya. Karena di dalamnya mengandung sistem kepercayaan, nilai, pandangan hidup, komunikasi atau upacara keagamaan. (Koentjaraningrat, 2009)
Kebudayaan terwujud dan di peroleh manusia melalui tingkah lakunya. Kebudayaan mencangkup aturan-aturan yang berbisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang di terima dan di tolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang di izinkan. Hal ini mendukung tradisi yang merupakan suatu proses yang diperoleh melalui perilaku manusia, dan tradisi ini merupakan tindakan yang di izinkan oleh masyarakat setempat yang kemudian menjadi peraturan.
Tindakan merupakan sikap dari bawaan orang jawa yang suka mengadakan orientasi, maka timbul banyak aliran-aliran kebatinan. Dilihat dari bentuk maupun sifatnya, terdapat: (1) gerakan atau aliran kebatinan yang keuaniyahan; aliran ini percaya akan adanya anasir-anasir ruh halus atau badanhalusserta jin-jin dan lain-lain; (2) aliran yang keislam-islaman, dengan ajaran-ajaran yang banyak mengambil unsur-unsur keimanan agama Islam, seperti soal Ketuhanan dan RosulNya, dengan syarat-syarat yang sengaja dibedakan dengan syariat agama Islam, dan dengan banyak unsur-unsur Hindu-Jawa yang sering kali bertentangan dengan pelajaran-pelajara agama islam; (3) aliran yang kehindu-jawian, dimana para pengikutnya peercaya kepada dewa-dewa agama Hindu, dengan nama-nama Hindu; (4) aliran-aliran yang bersifat mistik, dengan usaha manusia untuk mencari kesatuan dengan Tuhan. (Koentjaraningrat, 2007).
V. SIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap Budaya Cara Pemakaman pada Bayi, Pra Nikah dan Setelah Nikah di Desa Kaliasri Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang, maka diperoleh kesimpulan yaitu pewajibanpenyembelihan kambing pada setiap kematian sebelum pemakamandimaksudkan karena keyakinan masyarakat dengan rasa kasihan apabila sang mayit tidak memiliki kendaraan untuk di tunggangi dalam menghadap penciptanya, pewajiban ingon, artinya pemberian makan pada setiap sinoman pladen mayit dan para pentakziyah sebelum keberangkatan mayit sebagai bentuk sedekah mayit untuk menjadi bekal ganjaran ibadah sang mayit yang akan dibawa menghadap Sang Penciptanya, Mbukak dalan kubur, artinya membuka jalan pemakaman pada saat mayit akan diberangkatkan ke pemakaman dan setelah tiba di pemakaman dengan pembakaran dupa, ratus, merang, dan dlingu bawang serta menyapu jalan menuju pemakaman dan memecahkan genteng yang bertujuan untuk menemui sang penciptanya dan tanpa adanya penghalang dan perintang serta jauh dari musibah dan balak.
Pemakaman pada bayi yaitu pewajiban pemberian dan pengadaan rupa-rupa jajanan pasar dan mainan apabila akan melaksanakan pemakaman pada bayi yang meninggal, yang merupakan kesukaan sang bayi, sedang orang tua sangat ingin untuk menyenangkan sang bayi.
Pemakaman pada pra nikah yaitu pewajiban pembuatan kembar mayang pada laki-laki dan perempuan yang meninggal sebelum menikah. Sedang pada perempuan ditambah peningset, artinya seperangkat alat lamaran untuk dihantarkan sampai ke pemakaman. Karena adanya keyakinan bahwa setiap orang diciptakan berpasang-pasangan. Akan tetapi, karena kematianlah sehingga sang mayit tidak sampai ketemu dengan jodoh yang dipasangkan. Maka, kewajiban bagi orang tua / yang hiduplah untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam perkawinan untuk dibawakan pada sang mayit dan diletakkan pada pemakamannya.
Pemakaman setelah menikah yaitu melepas (ngumbar) ayam dengan tujuan untuk menyelamatkan roh yang terlepas dari raganya dengan bantuan ayam sebagai penjaga dan menghantarkan pada kepemilikan seorang anak.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosdakarya.
Setiadi, Elly M, dkk. 2007. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. (2007). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta; Djambatan.
Marzali, Amri. (2007). Antropologi dan Pembangunan Indonesi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Arikunto, Suhrarsini. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Aneka Cipta.
Gulo, W. (2002). Metode Penelitian. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Hadi, Sutrisno. (1980). Metodologi Reserch. Yogyakarta: Andi.
Hermawan, Sainul. (2005). Tionghoa Dalam Sastra Indonesia. Yogyakarta: IRCiSoD
www.wikipedia.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H