Imunitas kedaulatan suatu negara merupakan prinsip hukum internasional yang melindungi suatu negara dari yurisdiksi pengadilan negara lain. Sederhananya, suatu negara tidak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negara lain tanpa persetujuan negara tersebut. Prinsip ini didasarkan pada premis bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan penuh atas wilayah dan urusan dalam negerinya serta  hak untuk menjalankan fungsi pemerintahannya bebas dari campur tangan  pihak luar. Hal ini bukan sekadar aturan belaka, melainkan hasil dari kesepakatan bersama bahwa setiap negara memiliki hak untuk mengatur urusan dalam negerinya sendiri tanpa intervensi pihak luar. Dengan demikian, stabilitas dan ketertiban dunia internasional dapat terjaga. Contoh imunitas kedaulatan yaitu suatu negara tidak dapat dituntut atau dituntut di pengadilan negara lain. Jika perusahaan dari negara A melakukan kesalahan di negara B, maka perusahaan tersebut dapat menuntut di pengadilan negara B. Namun jika suatu perusahaan melakukan kesalahan di negara B, maka negara B tidak bisa seenaknya menuntut negara A di pengadilan.
Konsep imunitas kedaulatan tidak hanya bersifat teoretis, tetapi juga merupakan sarana penting untuk menjaga keharmonisan hubungan antar negara. Tanpa perlindungan tersebut, negara mana pun akan rentan terhadap tuntutan hukum dari pihak asing, yang dapat menimbulkan ketegangan diplomatik dan konflik antar negara. Dalam Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian tahun 1969, Konvensi tersebut menegaskan kembali prinsip kekebalan kedaulatan dan memberikan definisi yang jelas dan  rinci.
Imunitas kedaulatan sebagai prinsip dasar hukum internasional. Hal ini muncul dari kedaulatan negara dan ditegaskan sebagai sebuah konsep dalam hukum internasional tradisional. ICJ menjunjung tinggi kewajiban hukum internasional untuk menghormati kekebalan negara dalam proses perdata di  pengadilan asing, bahkan dalam kasus yang melibatkan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia atau hukum humaniter internasional. ICJ menyatakan bahwa nilai-nilai tertentu dari komunitas internasional, seperti norma hak asasi manusia dan standar hukum humaniter, diperhitungkan atas dasar kemanusiaan, merupakan pengecualian terhadap sistem hukum internasional berbasis kedaulatan tradisional, dan menghapuskan imunitas negara berdaulat.
Prinsip Utama Imunitas Kedaulatan
Dalam perkembangannya, prinsip ini terbagi menjadi dua kategori utama:
- Acta jure imperii (tindakan negara berdaulat): Meliputi kegiatan yang berkaitan langsung  dengan kedaulatan suatu negara, seperti politik militer atau politik luar negeri.
- Acta jure gestionis (tindakan komersial): Berkenaan dengan kegiatan negara yang bersifat komersial atau bisnis.
Sebagian besar negara mengakui imunitas terhadap tindakan jure imperii, namun telah membatasi perlindungan terhadap tindakan jure gestionis untuk mencegahnya digunakan sebagai alat menghindari tanggung jawab dalam transaksi ekonomi.
Kontroversi dalam Implementasi Imunitas Kedaulatan Â
Meskipun mempunyai manfaat yg jelas, implementasi imunitas kedaulatan juga menghadapi berbagai kontroversi, khususnya pada konteks hak asasi manusia (HAM) & kejahatan internasional. Kasus seperti pelanggaran HAM berat, kejahatan perang, & korupsi lintas negara kerap memicu perdebatan mengenai batas-batas imunitas ini. Banyak aktivis dan organisasi HAM beropini bahwa imunitas kedaulatan  boleh dipakai menjadi tameng untuk menghindari tanggung jawab atas pelanggaran serius. Mereka mengusulkan pembatasan imunitas untuk memastikan bahwa keadilan tetap ditegakkan pada tingkat internasional. Contohnya seperti masalah yg melibatkan mantan pemimpin negara yang dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Dalam situasi ini, pengadilan internasional misalnya Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mempunyai yurisdiksi untuk mengadili individu, meskipun mereka mempunyai status menjadi ketua negara.
Kesimpulan
Prinsip imunitas kedaulatan negara dalam hukum internasional melindungi suatu negara dari yurisdiksi pengadilan negara lain tanpa persetujuannya. Prinsip ini bertujuan menjaga kedaulatan negara dan mencegah campur tangan asing dalam urusan internal. Imunitas ini terbagi menjadi dua prinsip jure imperii (tindakan negara berdaulat) yang mendapat perlindungan penuh, dan acta jure gestionis (tindakan komersial) yang perlindungannya terbatas.
Namun, penerapan prinsip ini menimbulkan kontroversi, terutama terkait pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan internasional. Kritik utama menyatakan bahwa imunitas tidak boleh digunakan untuk menghindari pertanggungjawaban atas kejahatan serius seperti pelanggaran HAM atau korupsi lintas negara. Dalam situasi tertentu, seperti kasus yang melibatkan pemimpin negara yang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, pengadilan internasional seperti ICC memiliki yurisdiksi untuk mengadili individu tersebut demi memastikan keadilan ditegakkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H