Mohon tunggu...
Nony Sakinah
Nony Sakinah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best friend

Founder RuangLaktasi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pengalaman Membangun Bisnis Catering di Jogja

28 Februari 2021   07:46 Diperbarui: 1 Maret 2021   01:49 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak rekan kami yang menanyakan tentang bagaimana cara kami membangun bisnis catering rumahan yang simpel. Kebetulan kami memiliki catering di Jogja sehingga pertanyaan seperti ini sering ditodongkan kepada kami. 

Jika pertanyaannya adalah "apakah" maka jawabannya adalah "ya" atau "tidak". Tapi jika pertanyaannya adalah "bagaimana" maka Anda pasti sudah paham bahwa jawabannya tidak bisa sesederhana itu. Makanya kami sering bingung ini mau dijawab seperti apa, hehe.

Dalam artikel ini, kami akan berbagi dengan para pembaca sekalian untuk sedikit menjawab pertanyaan di atas. Ya meskipun kami juga masih pemula dalam bisnis catering, namun kami memiliki story yang pastinya berbeda dengan pelaku bisnis catering lainnya.

Oiya, di sini saya mengisahkan tentang pengalaman kami membangun bisnis catering ya, tidak sedang menggurui para pembaca sekalian yang saya yakin pasti banyak yang lebih berpengalaman dari kami, hehe.

Ide membangun bisnis catering

Kisah ini berawal dari tahun 2015. Setelah menikah, saya dan suami mengawali usaha dengan membuka pesanan kue lebaran premium. Ini kebetulan sekali. Kami menikah sebelum Ramadhan sehingga di awal bulan suci tersebut kami memiliki ide untuk buka PO kue kering lebaran dengan merk Anna Bakery. 

Tanpa direncanakan sebelumnya. Dengan modal utama sekitar 3 juta rupiah, kami membeli peralatan baking dasar. Semuanya masih sederhana sekali dengan 1 buah oven merk Hock yang terbuat dari bahan aluminium. Btw oven ini masih ada hingga sekarang; kami musiumkan, hehe.

Nah, yang jadi soal, jika lebaran sudah usai, masak iya mau open PO kue lebaran lagi. Kami mulai berfikir lagi dan kemudian muncul produk The Fudge Brownies. Alhamdulillah ada saja yang pesan. Mulai dari keluarga dan teman-teman saya di Jakarta.

Di akhir 2015, kami mendapatkan ide untuk membuat lactation cookies (kue pelancar ASI) untuk ibu menyusui. Lactation cookies saat itu belum ada di Indonesia. Kami ingin membuatnya di Indonesia padahal lihat fisik produknya saja belum pernah. Tapi saya pribadi sih optimis banget kami bisa karena suami saya kebetulan kuliahnya dari S1-S3 di jurusan teknologi pangan UGM. Mulailah utak-atik resep dimulai. Tentunya kami memodifikasi resep yang dari luar.

Hasilnya boom, lactation cookies booming di Indonesia! Produk kami diminati di pasaran dengan brand Milkies Lactation Cookies. Bahkan di tahun 2018 kami mendapatkan penghargaan Juara 1 Pemuda Pelopor Nasional Bidang pangan. Dan secara bisnis, saat itu kami berkembang hebat bersama belasan reseller kami.

Namun, karena suatu hal, project lactation cookies ini akhirnya kami putuskan untuk hibernate dulu entah sampai kapan. Alasannya apa nanti akan saya buatkan tulisannya sendiri, kisahnya panjang banget. Dan sebagai gantinya, meliriklah kami ke bisnis catering. Begitulah cerita awal mulanya.

<iframe src="//www.youtube.com/embed/jFHZiTF1y6U" allowfullscreen="" width="506" height="285" frameborder="0"></iframe>

Hunting peralatan

Hal yang langsung kami pikirkan adalah bagaimana mencari peralatan catering yang representatif. Yang saya maksud representative di sini adalah representatif dalam hal harga dan kualitas, hehe. Ya karena memang peralatan catering itu punya banyak level harga dan kualitas. Tiap level tersebut harus disesuaikan dengan segmen yang akan dituju. Ini konteksnya terutama jika akan melayani catering prasmanan ya.

Sebagai contoh, tempat saji prasmanan yang dari bahan stainless steel harganya ada yang mencapai lebih dari 9 juta rupiah tiap setnya. Wuiih, mantap kan. Kalo belinya 10 set udah hampir seratus juta rupiah tuh (dapet emas satu ons lebih, hehe). 

Tapi karena segmen pasar kami masih menengah maka ya belinya kami sesuaikan, yang harga per setnya kurang dari 2 juta rupiah saja dulu. Toh jika mau serving ke tamu VIP bisa sewa yang kualitas teratasnya. Selalu ada solusi. Intinya sesuaikan saja dengan budget, yang penting bisa jalan dulu bisnisnya. Itu yang ada dalam benak kami saat itu.

Siapkan menu menarik

Ini adalah bagian yang saya suka (kalo suami saya lebih suka otak-atik di sistem manajemen, branding, marketing, food safety, serta komitmen higien & sanitasinya). Saya memang dasarnya suka masak. Suka mencoba hal-hal yang baru dalam dunia masak memasak. Paling demen nih kalo susun menyusun menu. Tapi di sini saya tidak berfikir sendiri. Saya selalu berkonsultasi dengan ibu saya karena kami sama-sama hobi memasak. 

Spesifiknya, beliau dulu pernah mengelola resto & catering milik keluarga kami sehingga paham betul mengenai penyusunan menu yang menarik. Ya, menu yang menarik, tolong digarisbawahi ya. Kami juga menggaris bawahi hal ini setelah mendapatkan banyak feedback dari sebagian besar perusahaan klien kami yang karyawannya adalah generasi milenial. Generasi ini mudah jenuh & selalu ingin mencoba hal yang baru. Termasuk dalam hal menu masakan catering tentunya.

Mulai pasarkan!

Eranya social media. Kami banyak menawarkan jasa catering kami melalui social media, FB & IG misalnya. Saya banyak membuat postingan resep masakan yang sedang hits. Eh, rame juga yang nanya detail bahan dan cara masaknya. Dan ternyata banyak pula dari audience yang gak jadi masak malah pesan ke kami, ahaha! Padahal resep sudah saya share. Tapi memang dasarnya saya suka sharing resep sih. Bukan karena promo saja.

Project pertama

Jangan kaget. Entah gimana ceritanya, konsumen pertama kami adalah salah satu hotel di pusat kota Jogja. Dan jangan sedih, kami diminta serving untuk peak season di akhir tahun dan awal tahun selama 12 hari berturut-turut, wkwkwk. Alhamdulillah!

Awalnya kami juga bingung ini harus bagaimana. Untungnya saya dipandu oleh ibu saya mengenai apa saja yang harus dilakukan. Dan alhamdulillah lancar semua hingga project selesai.

Project Ruang Guru

Di tahun 2021 ini, siapa sih yang gak tahu Ruang Guru? Semua pasti tahu kan ya. Sebuah platform pendidikan online yang kalo boleh dibilang adalah yang terbesar di Indonesia. Nah, Ruang Guru ini memiliki kantor cabang di Jogja dengan jumlah karyawan sekitar 800 orang. Alhamdulillah sekali untuk suatu periode kami dipercaya untuk serving. Coba bayangkan, serving 800 pax per hari. Ini adalah jumlah yang besar. Butuh sumber daya yang besar pula. Dan ini semua harus dihandle dengan sangat professional.

Banyak hal yang bisa kami ambil pelajaran saat serving ke Ruang Guru, seperti ketepatan waktu pengiriman, variasi menu, komitmen hygiene & sanitasi, serta alternatif untuk semua hal yang bisa terjadi. Seru sih ini!

Izin catering

Namanya juga orang bisnis, tentu saja ada perizinan yang harus diurus. Apalagi ini adalah bisnis catering: menyajikan makanan untuk khalayak umum. Di sini memang merupakan PR bagi para pelaku usaha UMKM. Tapi kami berusaha untuk menyelesaikannya satu per satu. Masalah badan hukum sudah kami selesaikan di tahun 2017 dengan mendirikan CV Annafood Indonesia. CV ini kami rancang sebagai payung besar bagi bisnis kami di bidang pangan.

Sertifikasi halal dari LPPOM MUI juga sudah kami lalui dengan terbitnya Nomor Sertifikat Halal 12340000830319. Kemudian untuk sertifkasi laik hygiene & sanitasi juga sudah kami lalui. Ini semua tentu saja tidak didapatkan dalam waktu yang singkat. Semua ada prosesnya.

<iframe src="//www.youtube.com/embed/DZIZYws4S60" allowfullscreen="" width="506" height="285" frameborder="0"></iframe>

Butuh modal berapa?

Saya yakin banyak yang menanyakan tentang hal ini. Namun, sebelum saya menyebutkan nominal, perlu diingat bahwa modal itu ada yang bersifat material dan non-material. Modal material itu uang misalnya. Modal material kami saat memulai bisnis catering yah sekitar 50-an. Kalo modal non-material kami ya tidak ternilai harganya. 

Banyak waktu kami luangkan untuk membangun bisnis catering ini. Begadang ngurusin branding & marketing. Mencurahkan fikiran, tenaga, dan semua mua nya. Banyak hal kami korbankan untuk membangunnya. Dan kami tegaskan bahwa : hal ini tak ternilai harganya!

Oiya, kalo bicara tentang berapa modal yang dibutuhkan untuk membangun usaha catering, sebenarnya itu relative. Tidak perlu berpatokan pada pengalaman kami. Berapapun itu tetap bisa jalan kok. Tergantung bisnisnya mau sebesar apa dan targetnya siapa. So, yang penting jalan dulu aja!

Penutup

Yah, itulah tadi pengalaman kami dalam membangun bisnis catering Jogja. Semoga bisa bermanfaat memberikan sedikit gambaran tentang bisnis catering ya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun