And they live happily ever after...... sebuah ending dongeng cerita-cerita jaman dulu yang sering menjadi teman tidur kita di masa kecil. Kisah Snow White, Beauty and The Beast, Cinderella dan banyak cerita yang kemudian diangkat Disney sebagai film yang luar biasa digemari banyak pemirsa.
Kenyataannya, seberapa banyak orang yang benar-benar kita kenal yang bisa sehidup semati.... Sepertinya tidak terlalu banyak terlebih di jaman sekarang. Perceraian sepertinya sudah bukan sesuatu yang tabu lagi dibicarakan, tapi seperti sudah menjadi sebuah tahapan pernikahan. Seiring dengan berkembangnya emansipasi wanita sebuah perceraian tidak lagi dianggap sesuatu yang meruntuhkan dunia, tetapi sebuah batu sandungan yang kadang malah membuat seseorang melompat lebih tinggi meski karena keterpaksaan dan keterdesakan sebagai single parent. Tapi kembali lagi bukan berarti itu kemudian menjadi  sebuah kebaikan. Hanya menjadi sesuatu yang lebih lumrah, dan sering terdengar dan terlihat.
Pernikahan beda negara membuahkan sebuah tantangan tersendiri karena makin banyaknya berbedaan antar pasangan tersebut. Belum lagi tradisi keluarga yang berbeda yang seringkali memicu perdebatan yang hakiki karena menyangkut kultur budaya dan kepercayaan masing-masing. Siapkah dengan hal itu? Jika memang kita tipe orang yang menyukai tantangan, bisa menerima perbedaan, dan menghargai privacy dan pemikiran orang lain maka akan lebih mudah dalam penyesuaiannya. Tapi jika kita memiliki karakter yang suka mengatur, ortodok dalam tradisi, dan tidak begitu menyukai keragaman dan kekayaan budaya maka akan banyak masalah yang timbul.
Pola pikir yang merdeka akan lebih menghargai dan memberi kesempatan orang untuk memilih gaya hidupnya. Yang sering jadi masalah adalh campur tangan orangtua masing-masing apalagi jika mereka akan tinggal serumah dengan salah satu orang tua.
Berikut tips untuk membangun rumah tangga beda negara:
1. Pastikan jangan tinggal serumah dengan salah satu orang tua (mertua termasuk)
Hal ini tentunya untuk memghindari pola kebiasaan dan budaya  yang berbeda dengan pihak orangtua yang tinggal serumah
2. Bagi tugas berupa kesepakatan mana yang mau diatur oleh pihak perempuan dan laki-laki
Misal untuk urusan agama serahkan ke laki-laki, urusan disain interior pihak perempuan, urusan style pendidikan anak ke laki-laki dan seterusnya. Karena bagaimanapun juga anak-anak akan kebingungan dengan dua style yang berbeda sebagai contoh saja.
3. Soal keuangan mesti disepakati apakah keuangan menjadi milik bersama atau sendiri-sendiri
Di beberapa budaya ada perbedaan prinsip yang bisa menjadi masalah jika tidak dipercayakan di depan.
4. Catat ritual-ritual spiritual ataupun keagamaan yang akan dilakukan keduanya jika memang beda agama tetap dipertahankan
Sepakati dan ketahui, jangan sampai pasangan kaget dengan ritual yang dilakukan pasangannya pada tanggal atau hari-hari tertentu.
5. Ketika terjadi permasalahan besar, kembali ingat masa-masa jatuh cinta
Saat ketika segalanya membutakan kita, berbagai perbedaan, keluhan, silang pendapat yang dulunya Bisa ditolerir karena rasa cinta itu menyelimuti dan membungkus semuanya menjadi satu.
Sejujurnya tidak ada salahnya membangun hubungan lintas negara, karena secara global wawasan anak-anak nantinya akan lebih luas. Dan secara resources akan terbentuk dua sisi yang bisa saling mendukung. Terlebih di jaman multikultural dan global di masa sekarang. Dimana global citizenship seakan sudah menjadi sesuatu yang lazim. Seiring dengan bisa diaksesnya antar negara dengan perangkat dalam genggaman secara langsung, hampir tanpa jeda waktu. Namun kembali lagi tentunya masing-masing orang dengan prinsipmya sendiri-sendiri. Keberbedaan itu sebuah kekayaan atau kekurangan. Selanjutnya terserah Anda:)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI