Mohon tunggu...
matthew newman
matthew newman Mohon Tunggu... Arsitek - Arsitek

Saya seorang arsitek yang memiliki hobi menulis, fotografi, travelling dan juga dunia psikologi. Untuk kesehatan saya dulu berolahraga martial art tetapi sekarang lebih banyak menekuni yoga. Sebuah kehormatan sekaligus kesenangan bisa berbagi cerita, imajinasi, pemikiran dan pendapat di sini bersama rekan-rekan yang lain. Terima kasih, mari saling berbagi kasih serta cerita yang membangun dan membawa kedewasaan berpikir dan berjiwa besar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kawin Campur? Why Not?

22 Juli 2021   10:23 Diperbarui: 22 Juli 2021   10:39 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kultur itu keindahan, perbedaan warna, corak, kebiasaan, perilaku, pola pikir, pola pergerakan dan refleks terhadap sesuatu membuat kita kadang tidak bisa memahami orang lain. Makin lebar perbedaan itu makin terasa asing dan unfamiliar posisi kita terhadapnya.

Sebagai pasangan meskipun dari asal yang sama bahkan tetangga sekalipun masih saja banyak perbedaan yang membuat kadang cekcok tidak lagi bisa terhindarkan. Semakin kita mengenal seseorang semakin kita belajar bahwa secara hakiki memang selalu ada perbedaan dalam hubungan antar manusia terutama pola berpikirnya. Pola tersebut sudah terbentuk puluhan tahun sepanjang hidupnya yang tentunya berbeda satu dengan yang lainnya.

Terlebih lagi tentunya jika perbedaan asal negara. Iklim, cuaca, lingkungan dan pola makan akan sangat berpengaruh terhadap terbentuknya karakter seseorang. Pola asuh yang sangat berbeda antara dunia barat dan timur juga sangat melebarkan jembatan perbedaan ini. Terlebih jika keduanya termasuk yang ortodok pastilah semuanya akan keukeuh orang Sunda bilang dengan stylenya masing-masing.

Tapi bisakah disatukan? Sebenarnya bukan disatukan istilah yang tepat, tapi disejajarkan untuk memiliki visi dan tujuan yang sama. Membangun masa depan yang sejahtera misalnya. Asalkan istilah sejahtera tersebut dibuat spesifik dengan angka, benda, kondisi dan keadaan yang telah disepakati maka keduanya bisa menuju titik itu dalam satu kapal yang sama. Tentunya dengan cara dan stylenya masing-masing. Dalam hal ini keduanya mesti mengenal dan menghargai kapasitas dan kelebihan masing-masing agar bukannya bersaing tapi justru saling mendukung dan menguatkan. Perbedaan budaya dan wawasan justru akan memperkaya jaringan resources untuk mencapai tujuan. Kuncinya satu, saling menghargai.

Seperti sebuah jus mangganas (istilah penulis untuk campuran jus dan nanas:). Jika mereka bersaing untuk memamerkan kemanisanna atau kekecutannya maka hanya akan ada persaingan yang merusak hubungan antara keduanya. Tetapi jika kita memilih mangga matang sepenuhnya untuk mengambil manisnya, sementara dari nanas kita mencari kecutnya maka hasilnya akan nikmat tiada tara. Dan hasilnya adalah sebuah ramuan satu rasa yang tidak jelas antara mana mangga dan mana nanas. Menjadi segelas ramuan dalam harmoni rasa yang menyatu dan menciptakan sesuatu yang baru. Keindahan cita rasa yang unik dan spesial.

Begitu juga dalam sebuah hubungan berbeda negara, ketika keduanya bisa menyatu tanpa berusaha menghilangkan karakter masing-masing maka justru sebuah hubungan yang spesial terbentuk. Yang tentunya memang berbeda dengan hubungan lain yang terbentuk dari mereka yang berasal dari satu negara.

Di Bali banyak sekali pernikahan campur yang begitu multikultural dan sangat majemuk. Dan hal ini sudah sangat biasa terlihat di sekeliling pulau Bali, terlebih di area Canggu, Seminyak, Ubud, Jimbaran ataupun Sanur dimana banyak expatriat yang memang sudah tinggal di Bali selama belasan tahun. Bahkana ada komunitas ibu-ibu Indonesia yang menikah dengan orang asing dan itu ratusan jumlah ya yang tergabung. Bagaimanapun juga kita dulunya kan satu keturunan dari Adam dan Hawa, hidup di satu planet bumi dengan satu matahari yang sama. Kecuali ketika kita menikah dengan satu makhluk dari planet lain Mars misalnya maka itu baru sesuatu yang akan sangat berbeda. Sebenarnya kalau kita dikategorikan ya masih manusia juga, satu spesies. Jadi pasti tetap saja secara biologis masih banyak sekali persamaannya.

Tidak ada salahnya membuka wawasan dengan sebuah pandangan baru, bahwa kita semua ini adalah warga global bumi. Harmoni menjadi satu sebagai bagian dari alam semesta. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun