Mohon tunggu...
Matthew Gilchrist Arlij P
Matthew Gilchrist Arlij P Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Kolese Kanisius

mengabdi nusa dan bangsa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Toleransi dalam Menilik Keberagaman: Keindahan Interaksi Antaragama

18 November 2024   09:25 Diperbarui: 19 November 2024   13:28 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jika Tuhan memberiku cinta dengan dibungkus agama, maka akan aku jaga agamaku tanpa menyakiti agama orang lain.” (Sukrad)

Menghargai agama yang dianut oleh orang lain adalah inti dari konsep toleransi. Umumnya, kita mungkin membayangkan toleransi sebagai tindakan sederhana, seperti tidak mengganggu cara ibadah orang lain. Namun, pernahkah Anda berpikir bahwa bentuk tertinggi dari toleransi adalah dengan menghadiri, mengikuti, dan mengamati cara umat agama lain beribadah? Pengalaman indah mengenai toleransi ini dialami oleh siswa kelas 12 SMA Kolese Kanisius Jakarta dalam kegiatan bernama “Ekskursi 2024”.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ekskursi adalah perjalanan untuk bersenang-senang atau berpiknik. Namun tema acara pada tahun ini, “Embrace, Share and Celebrate Our Faith”, lebih dari sekadar berjalan-jalan. Acara ini bertujuan untuk mengenal kehidupan para santri dalam keseharian mereka. Tema yang berarti "Merangkul, Berbagi, dan Merayakan Iman Kita" diwujudkan melalui penginapan siswa di berbagai pondok pesantren yang tersebar di Jakarta, Banten, Bogor, dan Tasikmalaya.

Awal Mula

Hari diawali saat tengah hari, dengan sambutan para kiai dan santri yang menyambut kami, di Pondok Pesantren Al-Marjan Lebak, Banten. Kami sama sekali tak menyangka apa yang akan kami alami untuk 3 hari 2 malam ke depan. Kegiatan yang diawali dari 30 Oktober hingga 1 November 2024 ini, sungguh membawa kami kedalam pengalaman kami yang baru. 

Sambutan yang hangat disertai iringan musik gendang dan budaya baru yang terlihat, membuat kami merasa seolah melihat telapak tangan lain dari keberagaman budaya. Kami disambut bagaikan seorang saudara yang kembali ke rumahnya setelah merantau bertahun-tahun. Kehangatan juga datang dari para santri dan santriwati yang menunjukkan rasa antusias dan semangat saat kedatangan kami. Meskipun pada awalnya terasa kaku dan canggung, kami tahu bahwa hal tersebut hanya terjadi di hari pertama pertemuan kami.

Keakraban dengan para santri (Dokpri.)
Keakraban dengan para santri (Dokpri.)

Pertukaran Budaya

Satu hal menonjol yang membuat kami kagum akan kehidupan di pondok pesantren adalah adab dan ketaatan para santri serta santriwati, dalam menjalankan seluruh rangkaian kegiatan keagamaannya setiap waktu. Hari mereka dimulai sekitar pukul 3 pagi saat mereka bangun untuk sarapan bersama teman-teman seperjuangan. Cara mereka berbagi sarapan sangat menarik bagi kami; makanan disediakan di nampan bambu besar yang dialasi daun pisang dan ditata di tengah nampan serta diletakkan di lantai atau tanah, sesuai tempat saat mereka makan. Setelah itu, mereka melanjutkan dengan pengajian sesuai kelas masing-masing yang dipimpin oleh ustad atau ustadzah. Pengalaman baru lainnya bagi kami adalah ritme para santri dan santriwati dalam menjalani keseharian. Dari pagi hingga tengah hari, mereka belajar seperti siswa pada umumnya. Namun setelah petang, mereka mulai melakukan kegiatan keagamaan seperti shalat, pengajian, dan shalawat.

Toleransi itu bukan hanya soal berdampingan, tapi juga soal kesejajaran. (Gus Dur)

MAKNA BERHARGA

Ada pepatah yang mengatakan "tak kenal maka tak sayang". Pengalaman di ekskursi ini menyadarkan kami bahwa keberagaman Indonesia bukan sekadar angan-angan atau ucapan belaka; kami melihat keberagaman tersebut dengan mengalaminya secara langsung. SMA Kolese Kanisius yang secara basis beragama Katolik, menghadirkan suasana baru dengan mengonkretkan prinsip “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti, meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu. Kami menerapkan pemikiran tersebut selama 72 jam disana; kami menghargai segala bentuk kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh santri dan santriwati, sehingga kami semakin memahami dan menghormati mereka meski memiliki keyakinan yang berbeda.

Layaknya Indonesia, ikatan kami dengan para santri dan santriwati PonPes Al-Marjan sangat melekat hingga kami merasa waktu di sana terlalu singkat. Bahkan sang Kiai pun mengungkapkan keinginannya untuk memperpanjang waktu kunjungan kami di pondok pesantrennya. Pertemuan antara kedua umat agama yang berbeda keyakinan ini menambah wawasan kami akan satu sama lain, dan menumbuhkan bibit-bibit pemimpin masa depan dengan jiwa toleransi pada sesama, serta cinta akan bangsa. Sebab, sebelum seluruh manusia memiliki identitas, suku, agama, atau ras, hal terpenting adalah bahwa seluruh rakyat Indonesia adalah manusia; itulah pesan Kiai saat menyambut kami pada pertemuan pertama dan saat kami akan kembali ke Jakarta. Kata-kata ini membuat saya lebih sadar untuk menghargai dan memanusiakan setiap individu dengan totalitas serta sebaik-baiknya.

Tugas maha besar generasi kita adalah mewariskan toleransi bukan kekerasan. (Ridwan Kamil)

Akhir Kata

Kegiatan ini memberikan kesempatan bagi para siswa Kolese Kanisius untuk merasakan langsung praktik ibadah dan tradisi umat Islam. Dengan cara ini, kegiatan tidak hanya belajar tentang umat agama lain tetapi juga mengembangkan sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan. Pertukaran kebudayaan dan agama ini diharapkan meningkatkan kesadaran bersama akan pentingnya toleransi, terlebih dalam kegiatan bermasyarakat di Indonesia yang memiliki kekayaan keberagaman masyarakat yang pluralistik.

Inisiatif yang dilakukan antara SMA Kolese Kanisius Jakarta dan Pondok Pesantren Al-Marjan dalam usaha membangun kerukunan antarumat beragama, merupakan hal yang patut untuk diikuti oleh institusi dan lembaga pendidikan lainnya.Sehingga, para pendidik dapat memupuk rasa toleransi dan menghargai sedini mungkin, bagi anak-anak muda. Dengan mendalami kehidupan sehari-hari umat beragama lain, siswa diajak untuk melihat keindahan interaksi antaragama, yang dapat memperkuat rasa persaudaraan dan toleransi di tengah perbedaan. Hal ini layak digarisbawahi sebagai pengingat bagi kita, agar menerapkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika di setiap waktu dan membuat Indonesia semakin rukun meskipun berbeda-beda. AMDG.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun