"Jika Tuhan memberiku cinta dengan dibungkus agama, maka akan aku jaga agamaku tanpa menyakiti agama orang lain.” (Sukrad)
Menghargai agama yang dianut oleh orang lain adalah inti dari konsep toleransi. Umumnya, kita mungkin membayangkan toleransi sebagai tindakan sederhana, seperti tidak mengganggu cara ibadah orang lain. Namun, pernahkah Anda berpikir bahwa bentuk tertinggi dari toleransi adalah dengan menghadiri, mengikuti, dan mengamati cara umat agama lain beribadah? Pengalaman indah mengenai toleransi ini dialami oleh siswa kelas 12 SMA Kolese Kanisius Jakarta dalam kegiatan bernama “Ekskursi 2024”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ekskursi adalah perjalanan untuk bersenang-senang atau berpiknik. Namun tema acara pada tahun ini, “Embrace, Share and Celebrate Our Faith”, lebih dari sekadar berjalan-jalan. Acara ini bertujuan untuk mengenal kehidupan para santri dalam keseharian mereka. Tema yang berarti "Merangkul, Berbagi, dan Merayakan Iman Kita" diwujudkan melalui penginapan siswa di berbagai pondok pesantren yang tersebar di Jakarta, Banten, Bogor, dan Tasikmalaya.
Awal Mula
Hari diawali saat tengah hari, dengan sambutan para kiai dan santri yang menyambut kami, di Pondok Pesantren Al-Marjan Lebak, Banten. Kami sama sekali tak menyangka apa yang akan kami alami untuk 3 hari 2 malam ke depan. Kegiatan yang diawali dari 30 Oktober hingga 1 November 2024 ini, sungguh membawa kami kedalam pengalaman kami yang baru.
Sambutan yang hangat disertai iringan musik gendang dan budaya baru yang terlihat, membuat kami merasa seolah melihat telapak tangan lain dari keberagaman budaya. Kami disambut bagaikan seorang saudara yang kembali ke rumahnya setelah merantau bertahun-tahun. Kehangatan juga datang dari para santri dan santriwati yang menunjukkan rasa antusias dan semangat saat kedatangan kami. Meskipun pada awalnya terasa kaku dan canggung, kami tahu bahwa hal tersebut hanya terjadi di hari pertama pertemuan kami.
Pertukaran Budaya
Satu hal menonjol yang membuat kami kagum akan kehidupan di pondok pesantren adalah adab dan ketaatan para santri serta santriwati, dalam menjalankan seluruh rangkaian kegiatan keagamaannya setiap waktu. Hari mereka dimulai sekitar pukul 3 pagi saat mereka bangun untuk sarapan bersama teman-teman seperjuangan. Cara mereka berbagi sarapan sangat menarik bagi kami; makanan disediakan di nampan bambu besar yang dialasi daun pisang dan ditata di tengah nampan serta diletakkan di lantai atau tanah, sesuai tempat saat mereka makan. Setelah itu, mereka melanjutkan dengan pengajian sesuai kelas masing-masing yang dipimpin oleh ustad atau ustadzah. Pengalaman baru lainnya bagi kami adalah ritme para santri dan santriwati dalam menjalani keseharian. Dari pagi hingga tengah hari, mereka belajar seperti siswa pada umumnya. Namun setelah petang, mereka mulai melakukan kegiatan keagamaan seperti shalat, pengajian, dan shalawat.
Toleransi itu bukan hanya soal berdampingan, tapi juga soal kesejajaran. (Gus Dur)