Mohon tunggu...
Matteo dalopez
Matteo dalopez Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Seorang pelajar yang mencoba memahami realitas sosial disekitar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi dan Prabowo Antara "Militer dan Non-Militer" dalam Mengelola Pemerintahan

9 November 2024   02:09 Diperbarui: 9 November 2024   08:59 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN

""Pak Jokowi lebih sering berbicara lewat foto tanpa banyak kata; Pak Prabowo memilih pendekatan berbeda." Kalimat singkat dari Andi Widjajanto ini mencerminkan karakter dua pemimpin Indonesia: Presiden ketujuh, Joko Widodo, dan Presiden kedelapan, Prabowo Subianto. Dari gaya komunikasi hingga pengelolaan pemerintahan, keduanya menampilkan pendekatan yang unik dan kontras. 

Militer vs Non-Militer: Tegas vs Fleksibel?
Bagi banyak orang, sosok Prabowo Subianto mencerminkan disiplin ala militer. Dengan latar belakang perwira tinggi, Prabowo dikenal tegas dalam mengelola timnya. Gaya ini tampak saat ia meminta pengurangan rapat, perjalanan luar negeri, dan sarasehan dalam kabinet. 

Bahkan pada acara BNI Investment Forum, Prabowo terang-terangan menegaskan pentingnya aksi konkret dalam penanganan stunting, bukannya hanya diskusi FGD yang baginya sudah terlambat. Pendekatan ini mirip dengan gaya Presiden Soeharto yang mengutamakan disiplin dan komando, agar kebijakan lebih cepat dan efektif dieksekusi.

Di sisi lain, Presiden Jokowi lebih menonjol dengan pendekatan fleksibel dan "merakyat." Jokowi mengumpulkan data dari berbagai sumber, terbuka terhadap masukan, dan sering meminta pandangan beragam sebelum mengambil keputusan. 

Gaya ini sangat relevan di negara demokrasi seperti Indonesia yang plural. Meski membutuhkan waktu lebih lama, Jokowi tetap mengutamakan konsolidasi berbagai pihak untuk memperkaya keputusan.

Efek "Gimik" Media dalam Kepemimpinan
Kepemimpinan di era digital menuntut keahlian dalam komunikasi politik melalui media sosial. Salah satu momen menonjol dalam gaya Prabowo adalah ketika ia mengadakan konsolidasi kabinet di Akademi Militer Magelang. Pada acara tersebut, para menteri diundang dengan seragam militer dan diberangkatkan menggunakan pesawat Hercules. 

Visualisasi acara tersebut, termasuk parade senja di tengah hujan dan latihan baris-berbaris, memperkuat kesan kedisiplinan serta hierarki "satu komando." Pendekatan ini efektif dalam menciptakan viralitas di media sosial, menggambarkan Prabowo sebagai pemimpin yang tegas dan berdisiplin tinggi.

Sementara itu, Jokowi lebih memilih pendekatan visual yang sederhana namun bermakna, yang memperlihatkannya dekat dengan rakyat. Contohnya adalah saat ia mengunjungi wilayah pelosok seperti NTT dan Papua, di mana ia berinteraksi langsung dengan masyarakat tanpa pengawalan ketat. 

Foto-foto Jokowi yang bersalaman dengan warga , dipeluk oleh warga,  berbincang di pasar, dan duduk bersama anak-anak tanpa formalitas berlebihan, memperlihatkan sosok pemimpin yang membaur. Dengan latar belakang "bukan anak siapa-siapa," Jokowi membangun citra sebagai pemimpin yang merakyat dan menyatu dengan masyarakat tanpa mengandalkan simbol-simbol formalitas militeristik.

Prabowo: Kepemimpinan dengan Hierarki Tegas
Latar belakang Prabowo membuat gaya kepemimpinannya sangat terstruktur. Prabowo menekankan pada satu komando dan tidak segan memperingatkan para menterinya untuk mengurangi rapat, kunjungan luar negeri, serta kegiatan seremonial. Ia bahkan menegaskan, jika ada menteri yang tidak setuju dengan program seperti makan siang gratis, mereka dipersilahkan keluar dari tim. 

Gaya hierarkis ala militer ini efektif dalam menjaga arah kebijakan tetap konsisten dan cepat terealisasi. Namun, bagi pegiat demokrasi dan LSM, pendekatan ini dianggap dapat membatasi inovasi dan ruang debat yang justru dibutuhkan untuk menghadapi situasi yang terus berkembang.

Jokowi: Kepemimpinan yang Fleksibel dan Berbasis Data
Berbeda dengan Prabowo, Jokowi membangun kabinetnya dengan pendekatan fleksibel. Lewat timnya, Jokowi kerap meminta data dari berbagai sumber, mendengarkan kritik, serta mempertimbangkan sudut pandang yang berbeda. Keterbukaan Jokowi sering kali membuat beberapa kebijakan tidak selaras, memberi ruang bagi menteri-menterinya untuk mengembangkan program sesuai visi masing-masing. 

Dalam kebijakannya, Jokowi menekankan pentingnya diskusi dan transparansi meskipun pendekatan ini membutuhkan konsolidasi lebih panjang dan lebih rumit di lapangan.

Menuju Masa Depan: Menggabungkan Kekuatan Keduanya
Melihat negara-negara seperti Singapura di bawah Lee Kuan Yew atau Korea Selatan yang mengawali kemajuan mereka dengan kepemimpinan yang otoriter, kita melihat bahwa kedisiplinan dalam tahap awal pembangunan mampu mendorong percepatan perubahan. Namun, keragaman dan kompleksitas masyarakat Indonesia membuat penyatuan visi-misi tidaklah mudah. Di sinilah kedua gaya kepemimpinan ini bisa saling melengkapi.

Prabowo, dengan kedisiplinan dan kontrolnya, membawa percepatan eksekusi program di lapangan. Di sisi lain, Jokowi, dengan fleksibilitas dan keterbukaannya, memperkaya kebijakan dengan sudut pandang yang lebih luas, yang relevan di tengah masyarakat Indonesia yang beragam. Mengingat ketertinggalan Indonesia dalam bidang pendidikan dan infrastruktur sumber daya manusia, negara ini memerlukan kepemimpinan yang tegas, mengedepankan humanisme, namun tetap fleksibel dan tanggap terhadap perubahan zaman.
Pada akhirnya, gaya kepemimpinan Prabowo maupun Jokowi sama-sama memiliki kekuatan dan tantangan masing-masing. Masa depan kepemimpinan Indonesia perlu memadukan kedisiplinan dan keterbukaan, sehingga mampu merespons berbagai tantangan kompleks yang akan dihadapi negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun