Mohon tunggu...
Lorcasz
Lorcasz Mohon Tunggu... Jurnalis - Blogger

CKG-DTB, Lahir di Jakarta, Blogger dan juga pengidap 3rd Hyponatremia addict, Rhesa-Lorca.cloud/83

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Napak Tilas 37 Tahun Tragedi Bintaro I

2 November 2024   21:11 Diperbarui: 2 November 2024   21:18 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama tama w ingin meminta kalian merenung menghaturkan doa sejenak untuk para korban tradegi Bintaro I yang masuki tahun ke 37 dari insidennya agar mereka dapat tenang dan diterima di Sisi Tuhan Yang Maha Esa, amin..

Kenapa w minta sejenak kalian menghaturkan doa untuk para korban karena tahun ini tepat 37 tahun Tragei Bintaro I, sebuah insiden memilukan dan terbesar sepanjang sejarah negara ini dimana dua kereta adu banteng di kala pagi jelang jam sibuk pada tahun 1987.

Jadi hari ini untuk mengenangnya w bersama kaka kaka penikmat sejarah dan Timegap dengan guide Ka Satria mencoba menapak tilas dari sejarah kelam transportasi negeri ini.

Sebelum menuju ke titik perlintasan kecelakaan, kami pun bertemu satu sama lain di Stasiun Kebayoran.

Mengenal stasiun Kebayoran, stasiun ini dibangun pada 1899 oleh perusahaan kereta api asal Belanda bernama Staatsspoorwegen atau SS

Layaknya stasiun-stasiun kecil Staatsspoorwegen pada umumnya, bangunan Stasiun Kebayoran pada awalnya tidak memiliki ruangan untuk petugas Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA), dan tuas persinyalan diletakkan di tempat terbuka di samping bangunan stasiun.

Pada masa orde lama, dibangun ruangan untuk PPKA serta tuas-tuas persinyalan yang menyatu dengan bangunan utama stasiun. Pada dinding bangunan sisi samping, terdapat ukiran nama stasiun 'Kebajoran', yang kemudian diubah menjadi 'Kebayoran' saat masa EYD.

Pada akhir dekade 1980-an, sempat dilakukan penambahan bangunan dengan ruangan-ruangan baru yang menyatu dengan bangunan lama stasiun ini.

Bangunan tambahan ini masih bertahan hingga tahun 2015, kemudian dibongkar saat dilakukan renovasi besar-besaran Stasiun Kebayoran pada tahun tersebut dan hanya menyisakan bangunan asli peninggalan Staatsspoorwegen dan ruangan PPKA lama saja sebagai aset cagar budaya.

Setelah dari Stasiun Kebayoran, kami pun menuju menaiki Stasiun Sudimara dengan menaiki commuter line, sepanjang perjalanan kami melihat titik dari kecelakaan tersebut.

Setibanya di Stasiun Sudimara, kami pun melihat bangunan asli dari Stasiun ini yang sama seperti dengan tampilan Stasiun Kebayoran lama.

Usai dari Sudimara, kami juga melihat bangunan tua milik PT Kereta Api yang sebenarnya sudah pernah w bahas di tulisan sebelumnya silakan dibaca ya di sini ya 

Usai melihat bangunan yang menjadi asset dari PT Kereta Api Indonesia, kami pun kembali naik Commuter Line menuju Stasiun Pondok Ranji.

Nah disinilah petualangan dimulai dimana setibanya di Pondok Ranji kami menyewa dua angkutan kota (Angkot) untuk menuju ke titik S35 tempat terjadinya peristiwa adu banteng antara KA 225 dengan KA 220.

Ya tahu sendirilah bagaimana kondisi dan perjalanan dengan menggunakan angkot ini namun kami tiba juga di persilangan Pesanggarah tepatnya di depan Polsek Pesanggarahan.

Dari depan Polsek Pesanggrahan kami pun berjalan bak anak pramuka yang tengah belajar baris berbaris hehehe...

Setelah cukup lama kami berjalan dan Ka Satria sempat dikenali oleh salah satu warlok (warga lokal) dan melihat kami akhirnya warlok tersebut sadar bahwa hari ini adalah peringatan 37 tahun tragedi Bintaro I.

Nah sebelum ke titik kecelakaan kami menemukan salah satu spanduk yang bertuliskan 37 tahun Tragedi Bintaro dengan ada bunga terselip di pojok kanan yang tertambat di salah satu pagar di samping rel perlintasan kereta api.

Dan kami tibalah di titik S35 tempat terjadinya adu banteng antara KA 220 dari Kebayoran Lama dengan asumsi bahwa KA 225 dari Sudimara belum jalan, namun terjadi sebaliknya dan pecahlah adu banteng tersebut di titik S35.

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Dan fatalnya kenapa beradu banteng selain salah dari petugas Stasiun, medan dari rel kereta ini keduanya adalah terdapat lengkungan yang tidak terlihat hal ini juga yang berakibat mereka beradu banteng.

Lalu siapakah yang salah dalam kasus ini ? apakah masinisnya atau petugas stasiun, menurut w tidak ada yang salah yang ada  adalah kurangnya komunikasi dan memang alat komunikasi mungkin saat itu tidak secanggih saat ini.

Sehingga itulah yang mungkin terjadinya peristiwa Bintaro I terjadi namun yang terjadi ketika itu adalah adanya 'perintah' dari orang nomor satu negeri ini kala itu (tau donk siapa, enak to jaman ku)

Nah isi perintah itu adalah harus ada yang ditumbalkan dalam perisitwa ini sebagai aktor intelektualnya, dan itu adalah sang masinis KA 225 Slamet Suradio.

Lucu dan somplaknya hukum negeri ini adalah bahwa hukuman para pelaku ini berbeda dan sangat tidak adil, kenapa tidak adil ?

Karena masinis KA 225 dan 220 yaitu Slamet Suradio dan Amung Sunarya mendapatkan hukuman  5 tahun dengan remisi dengan menjalani hukuman 2,5 tahun di Lapas kelas I Cipinang.

Hal yang sama juga dialami oleh Adung Syafei yang harus menjalani hari hari di hotel prodeo selama 2,5 tahun.

Khusus bagi Slamet Suradio, dirinya dibebaskan tugaskan dan hanya hadir di pagi hari untuk apel hingga tahun 1996 dirinya dipecat dari PJKA dan menariknya sosok ini masih hidup sampai sekarang !

Tadi kenapa lucu dan somplaknya hukum negeri ini karena sang kepala stasiun baik yang Sudimara (Djamhari_ maupun Kebayoran yang bernama Umriyadi hanya diganjar 10 bulan penjara saja, benar kan kata w ?

Lepas dari titik S35, kami pun melangkah ke arah tempat terjadinya Tragedi Bintaro II yang melibatkan truk tanki dengan Commuter Line dari Jepang no seri KRL Tokoyo Metro Seri 7000 yaitu Set 7121F.

Berdasarkan pengakuan dari lagi lagi warlok dan bocah bocah pecinta kereta api atau Railfans mengatakan bahwa ini akibat ulah tukang parkir yang tidak mampu kendalikan situasi jalan, membuat Truk Tangki udah masuk ke dalam rel yang ternyata dari samping kanan sudah ada kereta.

Ditambah kabar yang beredar karena mal fungsi dari pintu peringatan di perlintasan berikut.

Pasca kecelakaan ini pos perlintasan Pondok Betung tidak beroperasi dan digantikan menjadi flyover, sementara stasiun pemberhentian Pondok Betung yang di bawah flyover setelah perlintasan tidak difungsikan kembali.

Usai melihat dan mendengar pengakuan dari warlok , Ka Satria menunjukkan dua rumah yang menjadi asset PT Kereta Api Indonesia dimana salah satunya adalah bekas rumah dinas kepala Stasiun Pondok Betung.

Ketika kami melihat rumah tersebut, ternyata sang pemilik rumah keluar dan kembali lagi kami disuguhkan cerita menarik seputar wilayah tersebut serta dengan senang hati eyang Dewi menerima kami bahkan dipersilahkan masuk ke dalam rumahnya, namun kami ucapkan terima kasih.

Dimana suami dari eyang bercicit bernama Dewi ini adalah mantan kepala stasiun Parung Panjang, Sudimara dan terakhir hingga pensiun di Tanah Abang.

Dan menarik dari rumah ini adalah terdapat cerobong asap dan itu masih berfungsi sampai kami melihatnya.

Dan akhirnya kami pun berphoto bersama dengan Eyang Dewi sembari mengucapakan salam perpisahan karena harus berangkat lagi ke tempat selanjutnya.

Usai dari perlintasan Pondok Betung, kami pun berjalan hingga sebuah tempat adaem di bawah jalan tol untuk menunggu bus angkutan pengumpan dengan nomor 8E,Bintaro -- Blok M dan kami turun di CSW dan berpindah koridorn yang berada tepat di depan kantor ASEAN.

Sesampainya di koridor untuk menunju TPU Kampung Kandang, kami menaiki bus transjakarta 6V dengan trayek Ragunan -- Senayan Bank DKI.

Lumayan kami di jalan, hingga akhirnya kami tiba di halte Jati Barat yang dulunya adalah SMKN 57.

Sesaimpainya di depan SMKN 57, perjalanan kami belum usai karena harus berjuang lagi dengan naik angkot dan Jak Lingko 47 Ciganjur Pasar Minggu.

Akhrinya kami terbagi dua dimana, rombongan pertama naik Jak Lingko 47 dengan tujuan akhir titik temunya masjid Al Akhyar.

Giliran w dan lima orang lagi akhirnya benar benar menumpang angkat M20 Ciganjur -- Pasar Minggu dan menariknya ketika kami sudah naik dan berjalan barulah Jak Lingko 47 baru datang.

Akhirnya w dan teman yang bareng paling pertama yang nyampe di masjid dan langsung jalan ke TPU Kampung Kandang karena dikira sudah ke TPU.

Ternyata sesampainya disana, kami tidak menumukan teman teman yang lain yang usut punya usut mereka mampi dulu ke minimarket untuk beli minuman karena siang ini benar benar panas puoll.

Akhirnya kami pun berkumpui di depan tanah yang bermuara para korban dari Tragedi Bintaro I yang berjumlah 26 orang dimana hanya berupa nisan batu tanpa nama berjejer.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi

Ka Satria pun bercerita kenapa hanya 26  saja yang dimakamkan ini dikarenakan mungkin ada keluarga yang mengenali jenazah anggota saudaranya ditambah proses forensic tidak lah secepat seperti saat ini dengan menggunakan alat canggih.

Mungkin itulah yang hanya termakamkan 26 jenasah dari para korban Tragedi Bintaro I di TPU Kampung Kandang, Jagakarsa.

Akhirnya  selesai juga nampak tilas  dari perjalanan Tragedi Bintaro I sejak pukul 09.00 pagi hingga pukul 13.30 WIB ini.

Kami pun berpisah di Masjid Al Akhyar, yang lain naik angkot sementara w dan empat teman lainnya yang ternyata dari Backpacker Jakarta naik transportasi online menuju Aeon Tanjung Barat mencari makanan sekalian pulang menggunakan Commuter Line.

Sesampainya di Aeon Mall, kami pun langsung ke lantai atas untuk makan sajian Jepang di Izuka.

Akhirnya kami berlima memilih makanan Oyakadun yang berupa nasi dan bahan lainnya serta Tori Truffle Dry Ramen, mie ramien yang sangat enak sekali dan rekomen untuk dicoba.

Akhirnya kami pun satu persatu mereview dua makanan tadi sama beberapa teman dari BackPacker Jakarta review makanan berupa kue mochi dan Classic Gyoza.

Dok. Judex Judi
Dok. Judex Judi

Usai makan kami pun keluar dari arena Aeon dan menuju Stasiun Tanjung Barat yang beradat di depan mal tersebut dengan menggunakan JPO.

Sesaimpanya di Stasiun pas keretanya tiba yang hanya sampai Manggarai, kami pun bergegas masuk dan sebagian ada yang duduk dan berdiri hingga Manggarai.

Singkat cerita di Manggari kami pun pisah dimana w bersama Pak Judex Judi naik Commuter Line ke arah Bekasi karena dirinya tinggal di Bekasi Timur.

Dan w pun turun di Stasiun Kranji sudah pukul 17.30 dan tanpa pikir panjang karena kaki sudah pegdal sekali dan panas akhirnya w putuskan untuk memesan Gocar dan tanpa perlu menungggu lama akhirnya datang juga.

Dan akhirnya benar tiba di rumah pukul 18.00 dan w pun langsung merebahkan badan di sofa untuk melemaskan kaki w yang sudah butuh dilemaskan.

Itulah perjalanan w bersama kaka kaka hebat dan Ka Satria dari Timegap napak tilas tragedi Bintaro I.

Nantikan perjalanan w lainnya yang pastinya seru dan nambah wawasan, jangan lupa komentar ya dan maaf kalo ada kata yang kurang berkenan.

Bintaro 191021 ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun