Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Penulis Lepas.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Matinya Olahraga di Depok

28 Agustus 2018   21:15 Diperbarui: 29 Agustus 2018   07:55 1978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah gegap gempita Asian Games yang sedang berlangsung saat ini, saya berusaha mencari-cari, apakah ada atlet Indonesia yang berasal dari kota kelahiran saya, Depok. Kota yang hanya berjarak 30 kilometer dari pusat Kota Jakarta (jarak dari Kantor Walikota Depok ke Balaikota DKI).

Rasanya sia-sia pencarian saya. Tidak ada informasi atlet Indonesia kelahiran Depok yang berjuang untuk Indonesia di arena Asian Games kali ini. Saya sendiri tidak yakin ada.

Depok, memang tidak lagi melahirkan atlet-atlet. Pemerintah Depok, sejak Nurmahmudi Ismail menjadi walikota hingga saat ini tak pernah peduli dengan pembinaan olahraga. Sementara masyarakat juga kehilangan gairah untuk menciptakan prestasi dalam bidang olahraga, karena sarana dan prasarananya tidak ada.

Depok yang dulu ketika masih berbentuk kecamatan dan masuk ke wilayah Kabupaten Bogor terkenal dengan prestasi olahraganya, kini benar-benar mati.

Tahun 70an, Kecamatan Depok merupakan penyumbang atlet untuk Kabupaten Bogor, terutama sepakbola. Salah seorang pemain sepakbola asal Depok, Pepen Rubianto, masuk skuad PSSI Junior yang mengikuti Kejuaraan Sepakbola Dunia U-20 di Tokyo tahun 1979, dan sempat bertemu dengan tim yunior Argentina yang diperkuat si anak ajaib Diego Armando Maradona.

PSSI Junior memang dihajar oleh lawan-lawannya ketika itu. Tetapi bisa masuk Piala Dunia U-20, walau keikutsertaannya hanya menggantikan Irak yang mengundurkan diri, merupakan kebanggaan tersendiri. Sebagai orang Depok, melihat putra Depok masuk dalam skuad, rasanya sangat bangga.

Di masa itu, memang tidak mustahil lahir pemain-pemain sepakbola hebat dari Depok. Klub sepakbola Kompas (Kesatuan Olahraga Masyarakat Pancoran Mas -- bukan Kompas Gramedia) yang memiliki base camp di Lapangan Koni Depok, setiap tahun menggelar turnamen sepakbola yang pesertanya klub-klub sepakbola dari seluruh Depok.

Ada klub sepakbola Siaga (Bojonggede), PS HW (Pondok Cina), Persik (Kukusan), Simpati (Kelurahan Depok), Perseba (Pasar Depok Lama), Kelurahan Depok Jaya dan banyak lagi. Hampir setiap kelurahan di Depok memiliki klub sepakbola.

Setiap turnamen berlangsung, Lapangan Koni selalu ramai oleh suppoarter yang datang dari berbagai wilayah di Depok. Mereka rela membeli tiket untuk masuk ke lapangan yang dikelilingi pagar seng -- belakangan diganti tembok batako.

Aroma persaingan dan fanatisme supporter terasa kuat. Kadang terjadi juga insiden tak diinginkan antarpendukung maupun pemain, karena tingginya semangat berkompetisi.

Ketika itu salah seorang yang sangat berjasa dalam perkembangan olahraga di Depok, khususnya sepakbola adalah Pak Camat Soemarso. Beliau orang yang rela berkorban untuk mendukung kemajuan olahraga di Depok. Untuk Kabupaten Bogor, Kecamatan Depok sangat menonjol dalam bidang olahraga.

Bukan hanya sepakbola, tetapi juga beberapa cabang olahraga lain seperti bola voli dan atletik. PSSD (Persatuan Sepakbola Seluruh Depok) termasuk klub yang dihormati di Kabupaten Bogor. Skuad PSSD dipilih dari pemain-pemain terbaik seluruh klub yang ada di Depok. Saat itu hampir semua kelurahan di Kecamatan Depok memiliki lapangan sepakbola.

Jika tidak ada turnamen, secara berkala klub-klub mengundang lawan tanding. Baik sesama klub sepekbola di Depok maupun klub sepakbola dari daerah lain.

Gairah berolahraga yang cukup tinggi pada gilirannya menular ke anak-anak remaja.  Apalagi banyak pemain sepakbola ketika itu mendapatkan pekerjaan dengan mudah. Anak-anak Depok yang ditarik bergabung dengan PS Persikabo (Perstuan Sepakbola Kabupaten Bogor) ditarik bekerja di Pemda -- walau ada yang hanya bertugas menarik retribusi dari pedagang di pasar -- ada yang bekerja di BUMD, atau bank-bank pemerintah. Semua karena keahliannya bermain bola.

Setelah Depok menjadi Kota Administratif (1982), dan semua berubah ketika Depok berubah status menjadi Kotamadya (1999), terutama setelah berbagai macam permukiman tumbuh di Depok, satu persatu klub sepakbola hilang, karena tidak ada lagi sarana untuk berlatih.

Klub-klub yang masih memiliki tempat berlatih pun ikut redup. Perhatian pemerintah daerah Depok kepada olahraga pun sangat kecil, sehingga masyarakat kehilangan motivasi berolahraga untuk tujuan kompetisi.

Di era Liga Indonesia, Depok pernah memiliki klub sepak bola profesional bernama Persikad Depok (Persatuan Sepak Bola Kota Administrasi Depok) yang didirikan pada tahun 1990. Klub itu dibiayai oleh APBD. Namun setelah turun peraturan klub sepakbola tidak boleh menggunakan ABPD, Persikad redup, lalu mati.

Kini semangat masyarakat berolah raga di Depok, benar-benar anjlok. Terutama olahraga untuk menciptakan prestasi. Dalam beberapa tahun terakhir ini memang bermunculan stadion-stadion futsal mini, tetapi itu lebih kepada kepentingan bisnis dan anak-anak muda yang berlatih di sana lebih mengikuti tren, tidak untuk tujuan prestasi.

Pemerintah Kodya Depok sama sekali tidak menyentuh pembangunan olahraga di Depok. Tidak ada kompetisi olahraga lagi di Depok. Sehingga ketika di masa Nurmahmudi Ismail menjadi Walikota, sempat ada guyonan satir yang mengatakan, "PKS mah enggak olahraga,". Nurmahmudi Ismail pernah menjadi Presiden PKS (Partai Keadilan Sejahtera).

Indikasi ketidakpedulian Pemkot Depok terhadap olahraga adalah terlantarnya Lapangan Koni Depok, yang terletak di Pancoran Mas. Lapangan sepakbola peninggalan Pemerintah Hindia Belanda itu kondisinya memprihatinkan. Tembok-temboknya sudah roboh, tribune hancur dan penuh semak, kondisi lapangan sangat tidak layak untuk bermain bola, dan sisi sebelah utara di pojokan, menjadi tempat pembuangan sampah.

Memang masih ada yang berolahraga, bermain sepakbola, seperti masyarakat sekitar lapagan dan pelajar, tetapi dilakukan sesukanya, tanpa target tertentu atau pembinaan yang benar.

Kondisi memprihatinkan itu tak pernah mendapat perhatian pemerintah Kotamadya Depok. Padahal di tempat itu pada masanya dulu, menjadi tempat turnamen sepakbola bergengsi, tempat lahirnya banyak pesepakbola hebat -- salah satunya Pepen Rubianto -- dan tempat anak-anak muda berusaha mengukir masa depannya.

Namun masa penuh harapan itu sudah lama berlalu. Walikota Depok,  Idris  Abdul Shomad nampaknya juga tak perduli dengan pembangunan olahraga. Sehingga joke "PKS tidak berolahraga", seperti menemukan kebenarannya di Depok. Idris Abdul Shomad berasal dari PKS. Padahal wakilnya, Pradi Supriyatna (Gerindra) pernah menjabat sebagai Manajer Persikad.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun