Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Penulis Lepas.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Menanti Aksi Zohri di Asian Games 2018 dan Menunggu Lahirnya "Zohri" Baru Sesudahnya

31 Juli 2018   09:28 Diperbarui: 31 Juli 2018   09:25 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi foto: Jakmania, pendukung kesebelasan Persija. (Dok. Pribadi)

Asian Games 2018 merupakan momentum untuk mengembalikan motivasi bangsa Indonesia sebagai negara besar. Bisa saja peringkat Indonesia belum memuaskan, tetapi bila kita mengambil hikmah dan pelajaran penting dari Asian Games 2018. Event besar itu akan menjadi pelajaran penting bagi bangsa Indonesia untuk menuju hari depan yang lebih baik di bidang olahraga.

Saat ini kita bisa melihat antusiasime anak-anak muda berolahraga, terutama di cabang olahraga populer seperti sepakbola. Futsal, jogging, skateboard, rock climbing, bersepeda, jalan kaki, maupun olahraga bermotor tak kalah ramai. 

Lihatlah keriuhan anak-anak muda saat Car Free Day (CFD), di tempat-tempat olahraga yang bisa didatangi oleh masyarakat secara gratis atau fasilitas publik pada umumnya.

Namun antusiasme anak-anak muda berolahraga tidak disertai dengan kesungguhan untuk berlatih guna meraih prestasi. Banyak anak-anak muda atau masyarakat pada umumnya yang memanfaatkan CFD atau berolahraga di fasilitas publik lainnya hanya untuk refresing. 

Sedikit sekali yang benar-benar berolahraga dengan serius dan meraih prestasi. Kalau ingin berprestasi, tempatnya memang bukan di tempat-tempat umum seperti itu.

Yang paling menyedihkan saat ini adalah hilangnya motivasi anak-anak muda untuk berprestasi dalam bidang olahraga. Bukan tidak ada; tetapi dibandingkan jumlah anak muda berusia belasan di Indonesia, jumlahnya atlit berprestasi di Indonesia sedikit sekali. 

Sekarang lebih mudah melihat anak-anak muda -- bahkan remaja sekali pun menghabiskan berjam-jam waktunya di depan gadget atau komputer; sekedar ngobrol-ngobrol di tempat kuliner; main di mal bersama teman, ketimbang berlatih olahraga dengan serius. Tawuran yang dilakukan oleh kelompok anak-anak muda jadi berita biasa.

Banyak sekali faktor yang menyebabkan rendahnya motivasi remaja dan anak-anak muda untuk berolahraga dengan benar, dan berjuang meraih prestasi.

Persoalan pertama adalah kondisi ekonomi. Di kota-kota besar, olahraga tidak bisa dilakukan hanya dengan modal kemauan. Orang harus pergi ke fasilitas-fasilitas olahraga yang jauh dari lingkungannya. Dan itu membutuhkan biaya transportasi, minum dan makan sesudah berolahraga.

Kelengkapan berolahraga juga diperlukan. Dan bila menyangkut gengsi, kelengkapan yang dimiliki biasaya berharga mahal. Di kota, pakaian olahraga -- sepatu dan lain sebagainya -- seringkali terkait dengan gengsi. Oleh karenanya mahal. Celakanya sebagian besar dari kita masih terikat dengan gengsi.

Olahraga yang benar juga membutuhkan asupan gizi yang baik. Sementara sebagian besar masyarakat di Indonesia masih hidup dalam kondisi ekonomi pas-pasan, selain kebiasaan makan orang Indonesia yang masih mendahulukan selera ketimbang gizi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun