Untuk kesekian kalinya teroris beraksi. Dan untuk kesekian kalinya gereja menjadi sasaran. Saudara-saudaraku yang hari itu akan beribadah kepada Tuhan, Khalik langit dan bumi beserta isinya, kembali harus menghadapi kenyataan pahit, rumah ibadah mereka diserang oleh pelaku bom bunuh diri, Ahad, 13 Mei 2018. Jatuh belasan korban dari tiga gereja yang diserang, termasuk para pelaku bom bunuh diri itu sendiri.
Dan yang mengejutkan, belakangan diketahui pelaku bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, adalah sebuah keluarga. Lalu ada keluarga lain yang juga melakukan hal yang sama di Mapolsek Sidoardjo. Dua keluarga yang melakukan bom bunuh diri itu adalah keluarga yang relatif muda, karena mereka masih memiliki anak kecil. Anak-anak mereka yang masih kecil juga diajak untuk berjihad, melakukan bom bunuh diri.
Hati saya benar-benar hancur melihat fenomena ini. Sampai hari ini saya tak habis pikir mengapa orang-orangtua itu harus mengajak anak-anak mereka untuk melakukan bom bunuh diri.
Ketika saya membuka facebook salah satu keluarga yang mengorbankan jiwa dan raga mereka demi sebuah keyakinan, saya tak percaya, melihat anak-anak yang lucu dan riang di dalam foto-foto yang dipajang itu telah tiada. Mereka pergi dengan cara yang sangat mengenaskan.
Saya tidak tahu apa yang terpikir di benak orang-orangtua yang membawa anak-anak mereka melakukan bom bunuh diri. Sebagai orangtua, saya selalu berusaha menjaga anak dari hal sekecil apapun yang menyakitinya. Umumnya orangtua yang memiliki anak saya pikir sependapat dengan saya. Orangtua rela menderita demi kebahagiaan anaknya.
Tidak sedikit orangtua yang membawa pulang makanan dari tempat lain untuk anaknya atau memberikan makan anaknya sampai kenyang walau ia lapar; orangtua rela memakan makanan sisa anaknya; membiarkan air panas menyiram badan atau kakinya, ketika sang anak yang masih kecil berusaha menjangkau air panas yang sedang bergolak di panci. Dan banyak lagi perbuatan herorik orangtua demi anaknya.
Tidak hanya manusia, hewan pun akan berusaha sekuat mungkin menjaga keselamatan anaknya walaupun ia harus mati. Tidak percaya, lihatlah tayangan-tayangan film dunia fauna yang memperlihatkan perjuangan hewan-hewan liar menjaga keselamatan anak-anak mereka dari ancaman predator yang lebih kuat.
Namun ketika pengorbanan dua keluarga di Surabaya demi sebuah keyakinan, saya sungguh tidak bisa memahami. Saya pikir, agama diciptakan agar manusia saling menghormati, saling mengasihi, saling menjaga dunia beserta isinya; menolong orang yang kesusahan dan menyelamatkan jiwa-jiwa yang terancam.
Saya tidak tahu bagaimana dengan nasib jiwa orang-orang yang mengorbankan diri demi mendapatkan korban sesama manusia. Menurut keyakinan yang saya miliki, Allah Yang Maha Kuasa akan menuntut balas atas darah-darah yang menetes dan jiwa-jiwa yang melayang karena perbuatan manusia.
Tapi Allah  Maha Pengampun. Saya berdoa, semoga Allah mengampuni dosa-dosa manusia yang berbuat jahat, zolim dengan sesama dan mencelakai orang lain.
Apakah Allah akan mengampuni atau tidak, itu tak seorang pun tahu, meskipun dalam kitab suci yang saya baca, ada dua tempat yang disediakan bagi jiwa-jiwa yang telah meninggalkan raganya kelak, yakni sorga dan neraka, tergantung amal dan perbuatannya di dunia.