Dari berbagai review tentang film "Benyamin Biang Kerok" produksi Falcon Pictures, baik cerita maupun kemasan sudah jauh berbeda, meski pun nama tokohnya tetap sama: Pengki, seperti nama tokoh dalam "Benyamin Biang Kerok"produksi tahun 1972.
Dengarlah celoteh dua anak muda dalam akun Cine Crib yang diunggah di Youtube pada 6 Maret 2018. Unggahan itu sudah dilihat oleh 225.268 orang.
"Ada apa dengan Benyamin Biang Kerok? Film garapan Hanung Bramantyo ini rasanya seperti film yang kehilangan arah entah mau dibawa ke mana, apalagi Falcon Pictures sudah pede akan membuat 3 film Benyamin, tapi nonton film pertamanya saja sudah bikin geleng-geleng kepala dst...
Si Pengki jadi anak pengusaha IT. Benyamin disukai oleh Bos Mafia diperankan oleh Komar.
Mau bikin science ficition, action, komedi semua ada, jadi bingung. Saya suka teknisnya Hanung aja dalam membuat film, Reza biasa aja, ketawanya terlalu mengganggu.
Ceritanya complicated, science fiction. Masalahnya Benyamin komedi, dulu related dan merakyat.....
Dari awal sampai akhir film kalau dibikin film komedi bukan, tidak ketawa sedikit pun. Mungkin standar ketawanya lucu ya...masih bagusan Warkop...Warkop yang menurut saya biasa aja masih lebih bagus...Mungkin Meriem Bellina yang selalu setia dengan gaya Meriem yang suka marah-marah....Omas juga, sisanya...ya. Mengangkat budaya Betawinya juga enggak ke mana-mana. Saya nonton Rano Karno malah menunggu Si Doel Anak Sekolahan..."
Cuitan di twitter dan berbagai komentar orang-orang yang sudah menonton menyatakan film "Benyamin Biang Kerok" yang dibintangi oleh Reza Rahadian, rata-rata mengatakan film itu jelek. Reza gagal menunjukkan kelasnya sebagai aktor nomor wahid, Hanung setali tiga uang....
Perkumpulan Betawi Kita menyatakan kecewa menonton film tersebut, Â bahkan merasa dihina. Bagaimana tidak, menurut perkumpulan itu siaran pers yang diterima Panjimas, Jumat (9/3/2018) mengatakan: mengingat Benyamin S bukan sekadar tokoh film, pemusik, dan segambreng lagi sebutannya. Benyamin S telah menjadi manifestasi dari kebudayaan dan sejarah orang Betawi.
Hanung dan para penulis skenario serta para pemodalnya telah dengan sengaja memanfaatkan nama Benyamin sebagai komoditas. Tidak lebih dari itu saja, meskipun film didedikasikan untuk mengenang Benyamin. Izin dari keluarga dengan iming-iming merayakan ulang tahun Benyamin dengan menafsirkannya ulang.
Namun, ini hanya kamuflase, trik memalukan yang disebut Sjumandjaja sebagai tukang kelontong perfilman. Mereka ini, kata Sjuman, tidak ada punya kreativitas sebagai unsur utama film. Mereka hanya punya kreativitas bagaimana melipatgandakan modal. Memperbarui angka rekening dan bukan memperbarui nilai film nasional.