Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Penulis Lepas.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menyoal Legitimasi Pemenang FFI 2014-2016

11 Agustus 2017   11:47 Diperbarui: 13 Agustus 2017   22:33 1277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anggaran untuk Penjurian memang salah satu pos yang tidak bisa dinegosiasikan. Belum anggaran bidang lain yang tak kalah besarnya. Jadi kalau masyarakat mendengar begitu besarnya anggaran untuk menyelenggarakan FFI tetapi hasilnya biasa-biasa saja, itulah barangkali, antara lain, salah satu penyebabnya.

Legitimasi Pemenang

Dampak lain dari tidak bekerjanya banyak juri adalah legitimasi terhadap para pemenang FFI. Jadi pertanyaan, apakah keputusan Panitia FFI terhadap nama pemenang merupakan hasil penilai juri yang sesungguhnya? Mengingat pihak yang menentukan pemenang FFI adalah Dewan Juri.

Pertanyaannya adalah, berapa banyak Juri yang menilai untuk sebuah film pemenang FFI atau unsur-unsurnya? Lima orang, empat, tiga, dua atau satu orang? Tidak ada yang tahu apakah juri-juri itu benar-benar menilai atau hanya memberikan hasil penilaian. Itu dua hal yang berbeda.

Sejak FFI 2014, panitia memutuskan menggunakan 100 Juri. Ada 21 kategori yang dinilai. Untuk masing-masing kategori ada 5 (lima) orang juri, dan semuanya diambil dari orang-orang yang ahli pada bidangnya. Misalnya untuk ketegori Editing (penyuntingan) akan dinilai oleh para editor, untuk pemeran dinilai oleh para aktor.

Dalam menilai, para juri tidak harus duduk bersama di satu tempat. Panitia memberikan mereka flashdisk berisi film-film peserta yang akan dinilai. Nah para juri bebas memilih tempat di mana saja untuk menilai. Apakah di kantor, di rumah, di jalanan atau di lokasi syuting. Hasil penilainnya dimasukan ke dalam web milik sebuah lembaga akuntan internasional, Deloitte. Kompilasi hasil penilai juri itulah yang akan menentukan pemenang. Seperti quick count dalam Pemilu.

Lagi-lagi yang menjadi pertanyaan, apakah para juri itu benar-benar menonton film dalam isi flashdisk yang diberikan panitia? Bagaimana kalau dia hanya membawa-bawa saja flashdisc itu dalam tasnya tapi tidak ditonton karena sibuk dengan pekerjaan lain atau situasi tidak memungkinkan? Bisa saja. Toh Deloitte juga tidak mengontrol, Ketua Panitia atau Ketua Bidang Penjurian juga tidak tahu. Yang penting mereka bisa memasukan "hasil kerja" mereka ke web milik Deloitte. Sesederhana itu.

Kesibukan merupakan persoalan utama insan film di Indonesia saat ini, yang membuatnya sulit berkonsentrasi untuk satu pekerjaan yang serius: penjurian! Dengan banyaknya produksi film di Indonesia saat ini, banyak insan film yang terlibat dalam lebih dari satu film setahun, akan menyulitkan mereka membagi waktu untuk menonton sekian banyak film peserta FFI dengan serius.

Yang tak kalah penting, tempat menonton film terbaik adalah bioskop, karena kualitas audio maupun visual sebuah film akan tertangkap dengan jelas di sini, selain penonton (juri) bisa benar-benar berkonsentrasi. Sedangkan menonton film di tempat lain dengan media berbeda, diragukan hasilnya.

Jadi masuk akal jika Lukman Sardi mengatakan banyak juri yang tidak menilai film peserta FFI. Itu membuat legitimasi pemenang FFI menjadi rendah. Dalam pertandingan sepakbola, kualitas menang WO atau melalui petandingan, akan berbeda.

Semoga ke depan penyelenggaraan dan pelaksanaan FFI akan lebih baik lagi. Penyelenggara hendaknya jangan hanya melihat sisi popularitas atau ketokohan seseorang untuk duduk di kepanitiaan, tetapi kinerjanya payah. FFI harus dilaksanakan oleh orang-orang yang memiliki waktu, dedikasi dan kemampuan yang baik, agar hasilnya benar-benar bisa dipertanggungjawabkan baik secara formal maupun moral. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun